TERHITUNG April depan, harga standar pembangunan rumah yang dijual dengan fasilitas KPR akan naik sekitar 22%. Ini ditegaskan oleh Menteri Negara Perumahan Rakyat Siswono Yudohusodo, yang tak lupa menambahkan bahwa kenaikan itu tidak harus selalu diikuti dengan kenaikan harga jual sebesar 22%. "Kalau harga tanah tidak naik lagi, mestinya kenaikan harga rumah lebih kecil dari 22%," Siswono mengingatkan. Hal itu bukan tidak mungkin, karena kenaikan biaya pembangunan tidak merata. Dengan kata lain, tergantung perkembangan harga tanah dan bahan bangunan di setiap daerah. Di wilayah DKI Jakarta, misalnya, ongkos membangun rumah hanya diperkirakan melonjak 18%, dari Rp 159 ribu menjadi Rp 195 ribu per meter persegi. Lain halnya Irian Jaya dan Sulawesi Utara. Di dua provinsi tersebut, kenaikan harga pembangunan lebih tinggi, masing-masing 22% (Irian) dan 25% (Sulawesi Utara). Beban kenaikan itu tentu harus ditanggung oleh konsumen. Memang, Menteri Siswono mengatakan, Pemerintah tidak akan menaikkan suku bunga KPR BTN, yang besarnya 12% (untuk rumah tipe 21) sampai 23% (untuk tipe 70). Sebetulnya, kenaikan itu bisa ditekan lebih rendah. Seperti kata Siswono, selama ini sektor pembangunan perumahan masih terjerat berbagai pungutan liar dan sogokan, yang pada akhirnya menyebabkan biaya tinggi. Seorang developer "harus tabah" untuk mengurus berpuluh-puluh surat izin, mulai dari izin pengukuran tanah, hak tanah, izin planologi, izin block plan, IMB, PLN, izin pembuatan penangkal banjir, izin permohonan hak tanah, dan segebung izin lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini