KEMUNGKINAN harga minyak jatuh di bawah US$ 17 per barel cukup ditanggapi serius oleh para anggota OPEC. Sebelum harga itu semakin merosot, sejumlah anggota OPEC -- tanpa melalui sidang -- mengambil prakarsa untuk membatasi pasok minyak, dengan menurunkan produk masing-masing secara sukarela. Kesepakatan ini dicapai melalui kontak antara para Menteri Minyak OPEC, tanpa bersidang seperti biasa. Indonesia -- seperti dijelaskan Menteri Pertambangan Ginanjar Kartasasmita pekan lalu -- mengurangi produksinya sebesar 25.000 barel hingga menjadi 1,425 juta barel per hari. Arab Saudi, yang kuotanya sekitar 8,5 juta barel per hari, hanya menekan produksinya sebanyak 100.000 barel per hari. Apakah tidak terlalu kecil buat Arab Saudi? "Jangan semata-mata melihat pengurangan yang kecil. Yang penting, anggota OPEC bersama-sama sudah menurunkan produksinya. Jadi, ada kesepakatan untuk menjaga situasi pasar dan stabilitas harga," demikian komentar seorang pakar minyak di Departemen Pertambangan. Suplai minyak ternyata meleset dari proyeksi. Mengapa? Sebab utama bukan Irak atau Kuwait, tapi Uni Soviet. Negaranya memang ambruk -- tinggal Persemakmuran -- tapi ekspor minyaknya tinggi. Suplai pun berlebih. Agar tidak terjadi banjir minyak, OPEC berusaha menahan diri. Tak jelas, apakah produksi OPEC akan turun atau naik pada kuartal II. Hal itu akan diputuskan dalam sidang OPEC di Jenewa, Februari depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini