Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Rups dengan aba-aba

Dirjen moneter Oskar Surjaatmadja terpilih sebagai komisaris utama PT Bursa Efek Jakarta. Awal Februari akan mengajukan izin usaha. Denda bagi emiten yang terlambat mengirimkan laporan keuangan.

1 Februari 1992 | 00.00 WIB

Rups dengan aba-aba
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MENENTUKAN posisi PT Bursa Efek Jakarta (PT BEJ) tampaknya mirip mempersiapkan posisi pesawat terbang sebelum dipacu untuk lepas landas. Ada pemandu dari menara kontrol, yang menginformasikan jalur mana yang harus diambil supaya penerbangan sukses dan arahnya tidak melenceng. Ibarat pesawat terbang, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dikemudikan oleh sang "pilot" Hasan Zein Mahmud, yang pada Rabu pekan silam memimpin rapat umum pemegang saham (RUPS) pertama. Hari itu, PT BEJ menyelenggarakan RUPS di Gedung Ditjen Moneter. Dengan tujuan agar rapat berjalan mulus, Menteri Sumarlin memberikan "abaaba" -- dari lantai tiga Gedung Departemen Keuangan yang terletak berseberangan dengan lokasi RUPS -- untuk dijadikan panduan dalam menentukan susunan dewan komisaris. Panduan yang diberikan Sumarlin itu ternyata berisi ketetapan bahwa Dirjen Moneter Oskar Surjaatmadja haruslah menjadi Komisaris Utama PT BEJ. Anggota komisaris adalah I.B.P. Sarga (sehari-hari Direktur Utama PT Taspen), Iwa Sewaka (Direktur Utama PT Danareksa), Tanri Abeng (Managing Director Grup Bakrie), dan Edwin Gerungan (Vice President Citibank). Rupanya, sususan tersebut tidak langsung bisa disepakati oleh para peserta rapat. Ganjalannya antara lain pada nama Edwin Gerungan, yang sama sekali di luar dugaan mereka. Akhirnya, pengesahan susunan komisaris ditempuh melalui voting. Tentu saja banyak kalangan di bursa efek menilai, susunan komisaris itu menunjukkan intervensi Sumarlin ke dalam BEJ, yang notabene resmi menjadi perseroan terbatas sejak Desember 1991. Tapi Hasan Zein menyangkal bahwa tindakan Sumarlin itu di luar batas. "Saya rasa tidak ada yang negatif dalam hal ini," katanya. "Barangkali Pak Marlin melihat, kalau semua diserahkan kepada pemegang saham, mungkin mereka berkelahi. Sebab, ada 200 pemegang saham lebih dan masing-masing punya calon. Bisa RUPS limaenam kali belum dapat memutuskan." Ditambahkannya bahwa ada ketentuan yang menyebutkan wewenang mutlak berada di tangan Menteri Keuangan. "Nanti, kalau komisaris mendikte saya untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, saya akan menolak, dengan jalan memberikan gagasan, atau paling akhir berhenti. Menyangkut urusan uang, saya bertanggung jawab kepada pemegang saham. Tapi, kalau saya melenceng dan merugikan kepentingan umum, bisa saja Menteri ikut campur tangan." Dengan demikian, sudah bisa dipastikan, perjalanan PT BEJ bagaimanapun tetap di bawah bayang-bayang kekuasaan Pemerintah -- melalui Departemen Keuangan atau orang-orang yang ditunjuknya. "Saya rasa, tidak ada yang negatif dalam hal ini," kata Zein lagi. Terlebih karena campur tangan tersebut ditujukan untuk membela kepentingan umum (investor). Dalam pekan pertama Februari ini, PT BEJ hendak mengajukan izin usaha ke Menteri Keuangan. Diharapkan, Maret depan perusahaan ini sudah bisa mengenyam penghasilan. Kepada Menteri juga akan dilaporkan rencana kerja jangka pendek, antara lain pengembangan sistem kliring dengan mengikutsertakan bank kliring dan penyempurnaan akses informasi pasar. Lebih penting dari itu adalah bagaimana memperkuat wibawa bursa, sembari menghilangkan kesan bahwa Bapepam hanya melindungi emiten. Langkah ke arah itu sudah ditempuh Ketua Bapepam Sukanto Reksohadiprodjo. Dimulai dengan mendenda para emiten yang terlambat memberikan laporan keuangan per semester. Denda itu per hari sebesar Rp 1 juta. Sampai Jumat pekan silam, sudah delapan emiten yang terkena, yakni PT Dharmala Intiland (Rp 38 juta), PT Argo Pantes (Rp 70 juta), PT Textronic Permai (Rp 19 juta), PT Asrijati Industries Rattan Indonesia (di Bursa Paralel, Rp 19 juta), PT Bunas Finance (Rp 34 juta), BTN (Rp 5 juta), PT Pudjiadi & Sons (Rp 5 juta), dan Bank Duta (Rp 4 juta). Dalam juklak baru yang akan diberlakukan mulai Juni 1992, emiten wajib memberikan laporan keuangan tiap tiga bulan. "Supaya pertanggungjawaban kondisi perusahaan menjadi lebih mudah," tutur Sukanto pada Susilawati dari TEMPO. "Kalau Bapepam sudah mengumumkan suatu peraturan, tak ada alasan lagi bagi emiten untuk mengatakan tidak tahu atau tak paham. Sebagai perusahaan profesional, mereka harus paham." Dan mereka juga harus mempersiapkan diri lebih baik, mengingat masih ada sekitar 40 petunjuk pelaksanaan baru yang akan dikeluarkan Bapepam. Setelah itu, barulah masyarakat layak berharap, investasi di bursa tak lagi seperti menitipkan dana tanpa arah yang pasti. Mohamad Cholid dan Sandra Hamid (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus