Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tafsir Jamak Jero di Gendalo

Proyek Gendalo-Gehem molor. Biaya bengkak, menunggu kepastian.

24 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURAT yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba. Rabu, 12 Februari lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik secara tertulis memerintahkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjalankan pengembangan gas di laut dalam Selat Makassar, Kalimantan Timur. "SKK Migas tetap mengambil kebijakan guna menjamin kelancaran kegiatan," demikian antara lain isi surat Jero.

Menurut juru bicara SKK Migas, Elan Biantoro, lembaganya memang menunggu aba-aba dari Menteri Energi untuk melanjutkan megaproyek eksploitasi gas di laut dalam pertama di Indonesia ini. Fatwa itu diperlukan karena terjadi lompatan biaya yang fantastis. Kebutuhan investasi melonjak menjadi US$ 12 miliar (sekitar Rp 141 triliun), hampir dua kali lipat dari perkiraan enam tahun lalu.

Karena itulah Kepala SKK Migas Johannes Widjonarko melayangkan surat kepada Menteri Jero pada 11 Oktober 2013. Ia menyampaikan perkembangan terbaru proyek bernama Indonesia Deepwater Development (IDD) ini. Intinya Widjonarko meminta arahan: apakah dengan adanya kenaikan biaya itu berarti rencana pengembangan (PoD) proyek juga harus diubah.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menegaskan, meskipun ada pembengkakan biaya, tidak perlu ada perubahan PoD. "Siapa bilang harus ada PoD baru?" kata Susilo di kantor Kementerian Energi, Jakarta, Rabu dua pekan lalu. "Ya sudah, jalan saja." Sikap Kementerian Energi inilah yang ditunggu Widjonarko sejak empat bulan lalu.

Rencana pengembangan IDD awalnya diteken pada 2008 oleh Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi dalam suatu wilayah kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri Energi.

Di surat persetujuan Menteri Purnomo, proyek IDD diestimasi bernilai US$ 6,9 miliar (sekitar Rp 80 triliun). Disebutkan pula, apabila terjadi perubahan skenario pengembangan, perubahan cadangan dan produksi yang cukup signifikan serta perubahan biaya investasi, kontraktor kontrak kerja sama melalui BP Migas (sekarang SKK Migas) wajib menyerahkan usulan perubahan PoD. Poin inilah yang sempat menyandera SKK Migas berbulan-bulan.

Perubahan investasi itu diajukan Chevron pada 2012 karena harga bahan untuk pembangunan proyek gas ini-seperti besi dan baja-telah melonjak dari harga yang diperkirakan pada 2008. Pembengkakan biaya proyek IDD menjadi salah satu materi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Perkara suap Rudi sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Rudi ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap tangan menerima uang suap pada Juli 2013.

KPK telah memeriksa sejumlah pejabat SKK Migas, Kementerian Energi, pengusaha, dan lainnya. Salah satunya Gerhard Marten Rumeser, yang menjabat Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas pada Februari-Agustus 2013. Dalam dokumen pemeriksaan KPK yang salinannya diperoleh Tempo, Gerhard menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan biaya bengkak, selain harga satuan yang makin mahal.

Chevron, menurut Gerhard, membandingkan dengan proyek serupa miliknya, yakni Gorgon Project di Australia, yang biayanya juga meningkat. Perusahaan juga belajar dari pengalaman proyek BP yang meledak di Teluk Meksiko. Maka persyaratan dan spesifikasi proyek diperketat, plus asuransi risiko.

Berdasarkan situs web Chevron Australia, Proyek Gorgon Chevron Australia adalah salah satu proyek gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Chevron mengembangkan lapangan gas Gorgon dan Janz-lo di area Gorgon, Australia. Perusahaan juga membangun kilang LNG berkapasitas 15,6 juta ton per tahun dan kilang gas domestik. Pada 2009, proyek ini dianggarkan sebesar US$ 37 miliar. Tapi pada Desember 2013 diestimasi melonjak menjadi US$ 54 miliar.

Yanto Sianipar, Senior Vice President, Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia, menjelaskan bahwa perubahan biaya terjadi karena kenaikan harga minyak dan bertambah mahalnya material, sehingga biaya kontrak-kontrak pengadaan meningkat.

Menurut Elan, saat itu Rudi sempat mengeluarkan surat yang menerima pembengkakan biaya tersebut. Tapi sumber Tempo mengatakan Rudi tak membahasnya dalam rapat pimpinan SKK Migas. Ketika Rudi ditangkap KPK, masalah ini mangkrak. Pengganti Rudi, Widjonarko, tak segera memutuskan. Ia memilih berkonsultasi dengan melayangkan surat kepada menteri.

Jawaban Jero juga mengambang. Di satu sisi ia meminta SKK Migas mengambil kebijakan untuk melancarkan proyek. Tapi, di sisi lain, ia memerintahkan pelaksanaannya disesuaikan dengan PoD yang telah disetujui. Pada poin lain, Menteri menginstruksikan SKK Migas melakukan efisiensi pembiayaan sesuai dengan surat Widjonarko, Oktober tahun lalu.

Menurut Yanto, Chevron membutuhkan kepastian dari SKK Migas apakah PoD masih bisa diteruskan. "Kalau itu disetujui, kami bisa jalan proyeknya," ujarnya.

l l l

MEGAproyek Indonesia Deepwater Development-dikenal dengan proyek Gendalo-Gehem-adalah proyek gas pertama di Indonesia yang berada di laut dalam. Proyek ini berada di Blok Ganal, yang terdiri atas lapangan Gada, Gandang, Gehem, Gendalo, dan Gula, yang rata-rata memiliki kedalaman 6.000 kaki (1.800 meter). Ladang ini berimpitan dengan Blok Rapak, yang memiliki lapangan Maha (gas), serta lapangan Merah Besar dan Ranggas, yang mengandung minyak dan gas.

Pengembangan laut dalam yang lain adalah West Seno-juga di Selat Makassar- pada kedalaman 2.788 kaki (850 meter). Ladang ini awalnya dikelola Unocal, kemudian dimiliki Chevron-setelah induk Chevron di Amerika Serikat mengakuisisi Unocal.

Proyek Gendalo-Gehem meliputi empat bagian, yakni unit produksi terapung (FPU) di tengah laut, fasilitas produksi bawah laut, jaringan pipa gas dan kondensat menuju terminal di darat, serta fasilitas terminal penerima di darat. Produksi maksimal diperkirakan 1,1 miliar kaki kubik gas alam dan 31 ribu barel kondensat per hari. Gas akan dikirim ke kilang gas alam cair Bontang, Kalimantan Timur. Seperempatnya untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Yanto menjelaskan, Chevron sedang menyiapkan final investment decision (FID), yang meliputi beberapa tahap dan sejumlah persyaratan. "Kami berusaha keras, secepatnya. Kalau bisa FID tahun ini."

Saat ini, ia menambahkan, beberapa tahap sedang berjalan. Untuk bagian fasilitas produksi bawah laut, Chevron telah mengajukan pemenang lelang. Tapi SKK Migas belum memutuskan atau menyetujui. "Posisi kami menunggu," ucap Yanto. Menurut dia, semua prosedur lelang yang menentukan SKK Migas, sedangkan Chevron hanya mengikuti.

Lelang fasilitas produksi bawah laut ini juga termasuk yang sedang ditelisik komisi antirasuah. Makanya SKK Migas berhati-hati dan tak kunjung mengeluarkan persetujuan, di samping soal pembengkakan biaya proyek yang menunggu petunjuk Jero.

Deputi Pengendalian Perencanaan Aussie B. Gautama mengatakan SKK Migas berkomitmen melanjutkan proyek Gendalo-Gehem. Secara sederhana, ia menjelaskan, dalam proyek IDD ini ada investor yang mau mengeluarkan uang US$ 12 miliar supaya gas bisa diambil, lalu diekspor. Dan Indonesia akan mendapat keuntungan US$ 9,3 miliar. "Kalau itu digarap sekarang."

Sebaliknya, ia menambahkan, kalau ditunda akan ada serbuan shale gas dari Amerika yang murah. "Kalau ini ditunda satu-dua tahun, shale gas dari Amerika akan diekspor dan membanjiri pasar." Memang, kata dia, ada pendapat bahwa gas tidak harus diproduksi sekarang, bisa disimpan untuk generasi mendatang. "Tapi faktor shale gas harus dihitung," ujarnya.

Toh, setelah Jero melayangkan surat jawaban, SKK Migas tak bisa langsung bergerak menjalankan proyek Gendalo-Gehem. Para pejabat lembaga ini kembali duduk membahas instruksi menteri yang multitafsir. Bahkan mereka memanggil dan meminta penjelasan Biro Hukum Kementerian Energi. "Berdiskusi. Kami harus hati-hati," kata Elan Biantoro.

Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus