SESUDAH SIT (Surat Izin Terbit) ditiadakan, SIUPP Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers) akan diadakan. Begitu bunyi RUU yang
bertujuan mengubah UU Pokok Pers no. 11/1966. Sementara DPR
membahasnya, orang bertanya-tanya apakah "lembaga izin" gaya
baru akan lebih baik bagi masa depan pers Indonesia. Maka TEMPO
mengadakan wawancara khusus awal pekan ini dengan Sukarno SH,
Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika. Inilah sarinya:
Tentang lembaga perizinan. Itu banyak juga segi positifnya,
terutama untuk mencegah persaingan (dengan modal asing). Dan
perlu dicegah unsur asing yang mungkin akan masuk dengan cara
terselubung. Dengan mengadakan SIUPP, misalnya, kita akan bisa
mengusut modalnya dari mana, dan siapa di belakangnya. Dengan
SIUPP pula kita akan bisa membatasi petualangan dalam pers. Kita
tak akan mengulang pengalaman seperti dulu, ketika banyak SIT
diberikan tapi tak terpakai.
Tentang pembinaan. SIUPP jelas bukan pengganti SIT. Nilainya
berbeda. Nanti unsur pembinaannya bukan pembatasannya, yang
menonjol. Tujuannya ialah membina usaha penerbitan pers.
Apakah itu berarti sebuah perusahaan pers harus memberitahu
misalnya posisi keuangannya kepada pemerintah, saya kira
pemerintah belum berpikir ke arah sana. Sebab menurut hukum
perdata sudah ada ketentuannya. Pemerintah hanya mengurus
registrasi, dan sebelum izin diberikan, meneliti dan menyeleksi.
Tentang pelaksanaan. Kini RUU Pokok Pers masih memasuki tahap
ketiga -- Panitia Khusus (Pansus) DPR membahasnya dengan
pemerintah. Masih sulit kini dinyatakan bagaimana
pelaksanaannya. Tapi pemerintah akan mengeluarkan Peraturan
Pelaksanaan, segera sesudah RUU itu disetujui DPR untuk menjadi
UU.
Tentang badan hukum. Yang jelas ialah SIUPP hanya diberikan pada
badan hukum. Semua penerbitan yang ada harus memajukan
permohonan. Mungkin akan ada persoalan bagi usaha penerbitan
berbentuk yayasan. Kini sebagian besar masih yayasan, yang
tampaknya nanti perlu diubah.
Tentang pemerataan. Yang disukai ialah badan hukum yang
memikirkan pemerataan ke dalam. Kita berpikir ke arah pemilikan
saham oleh karyawan. Komposisi pemilikan saham masih dipikirkan.
Pemerataan lewat koperasi? Ini juga jadi pemikiran.
Tentang nonpribumi. Sekarang ini hal itu memang jadi topik
pembicaraan dalam masalah pemerataan.
Tentang beberapa SIUPP. Ada pemikiran dalam Dewan Pers untuk
kemungkinan satu kelompok memperoleh lebih dari satu SIUPP bila
group itu punya dua atau tiga penerbitan. Bila kemungkinan itu
ditiadakan, maka tentu ada penerbit yang dirugikan. Tidak ada
maksud merugikan penerbit yang sudah kuat. Pers kuat itu justru
jadi tujuan SIUPP, supaya kualitas meningkat.
Tentang pers lemah. Golongan lemah ini diusahakan agar bisa
berkembang atas kekuatan sendiri. Supaya ia tidak lemah lagi,
perlu ada penelitian teknis, atau bantuan teknis (dari pers
kuat). Tapi kelompok kuat mungkin tidak diizinkan mencaplok yang
lemah.
Tentang batasan "pers kuat". Kuat dan lemah tentu relatif. Untuk
beberapa penerbitan sudah jelas. Tapi untuk yang lain memang
harus dilakukan penelitian teknis. Diperlukan suatu mekanisme
untuk itu. Mungkin suatu panitia ad hoc.
Tentang Dewan Pers. Semua itu tentu jadi pemikiran dalam
menyusun Peraturan Pelaksanaan. Pendapat Dewan Pers akan
didengar. Peranan Dewan Pers akan sangat penting, bahkan juga
sebelum maupun sesudah SIUPP diberikan.
Anggota Dewan Pers yang sekarang jelas akan ditambah. Diharapkan
mencakup seluas mungkin kalangan pers, tidak hanya pers lemah
misalnya. Bagaimana prosedur pemilihan anggota Dewan nanti akan
dibicarakan.
Tentang pelanggaran. Konsensus (pejabat dan redaktur), seperti
yang sudah berlangsung, akan terus diusahakan setiap kali ada
persoalan pemberitaan. Bila ada pelanggaran oleh redaksi, Dewan
Pers ataupun Dewan Kehormatan PWI diharapkan menertibkan
kalangannya. Pola pemikiran pemerintah sebetulnya sangat
diwarnai oleh suatu keinginan seyogyanya pers diuru oleh pers
sendiri.
Tentang SIUPP dicabut. Semestinya pencabutan SIUPP tidak akan
terjadi. Kan ada pasal (4) yang menyatakan "terhadap pers
nasional tidak dikenakan sensur dan pembreidelan". Sampai
sekarang pemerintah belum mengatakan bahwa ada kemungkinan
pencabutan.
Tentang sekuriti. Kalau aparat keamanan menghendaki pencabutan?
Sukar bagi saya menjawabnya sekarang. Tapi masalah ini tentu
akan jadi perhatian Dewan Pers, ketika membicarakan usul
Peraturan Pelaksanaan. Bagi pemerintah sendiri, ya, pencabutan
SIUPP tidak akan semudah pencabutan SIT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini