Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKILAS tak ada yang berubah dari tayangan Jurnal VOA (Voice of America) di saluran televisi Me-tro TV. Dari studio di Washington, DC, Amerika Serikat, raut muka Melayu para penyiarnya tetap menyapa pemirsa di Indonesia tiap pukul lima lebih lima menit pagi. Tapi, sejak awal pekan lalu, acara bermuatan informasi dari nege-ri Abang Sam itu tak lagi ditayangkan langsung—alias jadi partai tunda.
Perubahan itu dilakukan Metro TV menyusul pemberlakuan empat paket peraturan pemerintah tentang lembaga penyiaran. Salah satu pasal dalam Peraturan Pemerintah No. 50/2005 itu berbunyi: lembaga penyiaran swasta dilarang merelai siaran acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran luar negeri. Peraturan ini juga melarang relai siaran musik berpenampilan tidak pantas dan siaran olahraga bermuatan adegan sadistis.
Semula, Metro TV menyiarkan langsung paket acara yang dikirim VOA saban hari. Gara-gara aturan baru ter-sebut, stasiun televisi milik Surya Paloh itu tidak menggeser jam tayang Jurnal VOA, tapi meminta VOA siaran lebih awal satu jam sehingga Metro TV punya kesempatan merekam dan menyeleksi isi berita. ”Sebagai institusi, kami harus patuh aturan pemerintah,” kata Manajer Publikasi Metro TV, Henny Puspitasari.
Henny mengatakan, pihaknya sudah meng-antisipasi pemberlakuan beleid pe-nyiar-an baru itu. Sejak sebulan lalu, Me-tro TV dan VOA duduk bersama mem-ba-has perubahan format dan teknis pe-na-yangan. Salah satu segmen yang le-nyap adalah dialog interaktif dengan pe-mir-sa-nya. ”Tak ada masalah dengan per-ubah-an ini,” kata Henny.
Tapi, tak semua berlapang dada mene-ri-ma aturan baru itu. Bebe-rapa stasiun radio di Jakarta masih mengudarakan paket siaran dari VOA atau BBC (British- Broadcasting Corporation). Contohnya Elshinta, stasiun radio berita yang tak henti merelai paket siaran dari dua lembaga penyiaran luar negeri tersebut. ”Belum ada instruksi dari atas terkait larangan relai,” kata seorang awak El-shinta.
Stasiun penyiaran juga punya pema-ham-an berbeda mengenai aturan baru pe-merintah. Pemimpin Redaksi Media Nu-santara Citra Networks, Driantama, me-nyatakan tidak ada aturan yang mela-rang relai siaran berita dari luar negeri. Peraturan pemerintah hanya memba-tasi re-lai siaran berita dari luar negeri de-ngan porsi 5 persen dalam sehari. ”Saya su--dah cek dengan bagian hukum kami,” ka--ta Driantama, bos stasiun radio Trijaya.
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia, Amelia Hezkasari Day, menilai pemahaman dan penyikapan berbeda dari lembaga penyiaran swasta itu mencerminkan kelemahan peraturan pemerintah. ”Pelarangan relai hanya satu contoh dari berbagai kelemahan dalam PP tersebut,” katanya.
Amelia mengatakan, pemerintah terlalu paranoid terhadap isi pemberitaan dari luar negeri. Lembaga penyiaran swasta tetap saja bisa menyiasati aturan tersebut dengan berbagai cara atau—le-bih ekstrem lagi—tak menghiraukannya-. Itu baru di Jakarta. Bagaimana dengan stasiun penyiaran di daerah, yang sering luput dari pantauan pusat?
Aturan larangan relai siaran dari luar negeri memang dimaksudkan agar media lokal memiliki kesempatan melakukan penyuntingan atau pengecekan atas isi berita. ”Jadi, bisa dipertanggung-ja-wab---kan kalau ada komplain,” kata Direk-tur Jenderal Direktorat Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Widiadnyana Merati.
Ketua Subkomisi Informasi DPR, Dedy Djamaluddin Malik, juga menilai media lokal harus bertanggung jawab atas isi siaran karena merelai berita merupakan kebijakan internalnya. Pemahaman berbeda diungkapkan Henny. Menurut dia, pemasok isi berita adalah pihak yang bertanggung- jawab bila di kemudian hari terjadi masalah. ”Tapi kedua belah pihak tetap sa-ling men-jaga dan meng-ingatkan,” katanya.
Yura Syahrul
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo