Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Taksi Konvensional Dari Masa Ke Masa, President Taxi hingga Silver Bird

Keberadaan transportasi konvensional seperti taksi mulai tergeser oleh taksi online berbasis aplikasi. Ini kisah taksi dari masa ke masa.

22 November 2021 | 18.45 WIB

Pengemudi melintasi deretan mobil taksi yang diparkir di kawasan Monumen Nasional saat terjadi unjuk rasa ribuan pekerja transportasi darat di depan Istana Negeara, Jakarta, 14 Maret 2016. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Perbesar
Pengemudi melintasi deretan mobil taksi yang diparkir di kawasan Monumen Nasional saat terjadi unjuk rasa ribuan pekerja transportasi darat di depan Istana Negeara, Jakarta, 14 Maret 2016. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Hadirnya teknologi Internet yang dimanfaatkan untuk mendukung layanan jasa transportasi online ternyata berdampak bagi transportasi konvensional. Beberapa tahun terakhir keberadaan transportasi konvensional seperti taksi mulai tergeser oleh taksi online berbasis aplikasi seperti GrabCar maupun GoCar yang menawarkan kemudahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Taksi merupakan alat transportasi mobil yang berkembang di kota-kota besar di Indonesia dalam beberapa dekade lalu. Ini adalah transportasi umum premium, yang mana biaya tarifnya lebih mahal dibandingkan dengan angkutan umum lainnya. Melansir dari kabaroto.com, tarif yang digunakan taksi konvensional menggunakan argometer berdasarkan jarak yang ditempuh atau taximeter. Taximeter inilah yang diadopsi menjadi Taxi atau taksi sebagai nama transportasi ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan dokumen Pemerintah Belanda, taksi mulai masuk pertama kali lewat Batavia atau Jakarta dalam jumlah terbatas diperkirakan pada 1930 atau sekitar 90 tahun silam. Karena terbatas, penggunaan taksi di zaman kolonial menunjukkan status sosial seseorang. Karena itu, umumnya yang naik transportasi eksklusif ini hanya meneer-meneer maupun noni-noni Belanda.

Taksi pertama kali resmi beroperasi pada 1971, ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Tujuannya untuk memberantas pemilik taksi liar atau gelap, dengan ketentuan untuk menjadi perusahaan taksi, harus mempunyai minimal 100 unit armada baru. Ketentuan tersebut berpengaruh terhadap iklim taksi ilegal lantaran taksi gelap ini hanya memiliki 1 atau 2 unit kendaraan saja.

Disisi lain, masyarakat era 70-an kurang berminat menggunakan taksi resmi dan lebih memilih menggunakan taksi liar. Kelompok pemilik taksi liar biasanya mangkal di Stasiun Gambir dan Bandar Udara Kemayoran. Setelah terbitnya ketentuan gubernur tersebut, sekelompok pengusaha kecil berupaya mencari jalan keluar guna kelancaran usaha. Dalam waktu singkat terkumpul lebih dari 200 pengemudi taksi ilegal untuk menjadi anggota, kemudian pada 16 mei 1972, terbentuknya Koperasi Taksi Indonesia (KTI).

Pada 1970 hingga 1980-an, jauh sebelum taksi berwarna biru atau putih beroperasi di jalanan ibu kota, ada taksi berwarna kuning cerah dengan nama President Taxi. Armada ini cukup populer sebagai transportasi mobil pada zamannya. Mereka menggunakan mobil Toyota Corolla E20, dengan mesin berkapasitas 1.588 cc bertenaga 106 dk dan torsi 138 Nm.

Setelah tahun 80-an taksi kuning berhenti beroperasi dan menghilang dari jalanan. Salah satu penyebab President Taxi tidak lagi mengaspal karena beberapa problem yang membuat pelanggan tidak nyaman, di antaranya AC yang sudah tidak berfungsi dengan baik, dan tampilan mobil yang usang, serta kasus oknum pengemudi mencoreng nama baik President Taxi. President Taxi dijauhi dan dihindari karena persoalan keselamatan, kenyamanan dan profesionalitas.

Sejak Gubernur DKI Ali Sadikin membuat ketentuan terkait taksi pada 1961, Mutiara Siti Fatimah Djokosoetoni atau biasa disebut Ibu Djoko di tahun yang sama mendirikan armada taksi dengan nama Blue Bird. Dia meminta izin profesional agar perusahaan jasa penyewaan mobil taksi yang sedang dijalaninya bisa menjadi bisnis resmi.

Pada 1972 keluarlah surat izin tersebut, dan secara resmi Blue Bird meluncurkan jasa sewa taksi mobil pertama yang menggunakan argometer. Sesuai namanya, armada Blue Bird menggunakan cat berwarna biru dan diberi lambang burung biru. Pemberian nama Blue Bird terinspirasi dari cerita Blue Bird yang membawa kebahagiaan bagi setiap orang.

Mobil pertama yang digunakan untuk layanan taksi regular Blue Bird adalah merek Holden Torana, buatan perusahaan mobil Australia. Namun seiring berjalannya waktu, armada dari Blue Bird digantikan oleh Toyota. Hingga saat ini Blue Bird telah memakai beragam merek mobil, mulai dari Timor, Ford Laser, Toyota Soluna, Toyota Limo, Honda Mobilio, Toyota Transmover, dan mobil listrik BYD E6.

Pada 1992, saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Non Blok, berdiri perusahaan Taksi eksekutif Silver Bird. Dalam agenda internasional itu pemerintah Indonesia membutuhkan banyak armada untuk transportasi tamu Kepala Negara. Pihak swasta termasuk Blue Bird Group, diminta turut berpartisipasi pada acara besar tersebut. Setelah acara KTT kelar, Blue Bird berinisiatif menjadikan kendaraan silver bird sebagai armada taksi eksekutif.

Maklum, dulu Silver Bird menggunakan Nissan Cedric berkapasitas 2.500cc diesel yang menghasilkan tenaga 82 dk dan torsi 166 Nm, dan juga menggunakan mobil premium lain seperti, Mercedes Benz C200 CGI, C230, E200 CGI, dan E200 K. Selain Mercedes, ada Toyota Alphard, Camry XV40, Nissan Elgrand dan Tesla Model X 75D.

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus