Restrukturisasi utang Bahana lagi-lagi terganjal. BPPN dan Bank Indonesia berbeda pendapat mengenai kepemilikan PT Artha Investa Agra (AIA) di Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Bank Indonesia (BI) menegaskan, AIA adalah pemilik saham di BPUI karena sudah membayar tunai Rp 7,4 miliar untuk 40 persen saham BI di BPUI. Bank Indonesia pun sudah membukukan transaksi itu dalam laporan keuangan tahun 1997. Jadi, transaksi tersebut tak mungkin dianggap tidak pernah ada.
Sumber BI mengatakan, pengakuan AIA sebagai pemegang saham di BPUI diperlukan karena BI tidak mau sendirian menanggung kewajiban BPUI. Sedangkan BPPN menginginkan kepemilikan AIA dibatalkan karena perusahaan milik Sujiono Timan itu belum terdaftar sebagai pemegang saham di BPUI.
Silang pendapat ini tentu mempengaruhi proses restrukturisasi utang Bahana. Pemerintah sebelumnya telah menyetujui untuk memermak utang macet Bahana melalui program swap utang dengan saham. Jumlah utang yang disepakati untuk dikonversi sebesar Rp 3,7 triliun. Lalu, Bahana akan mengeluarkan saham baru yang jumlahnya senilai utang yang dikonversikan itu. Masalahnya, kalau kini sosok pemegang saham saja belum jelas, bagaimana tukar utang dengan saham bisa dilaksanakan?
Tapi, BPPN kemudian menyetujui status AIA sebagai pemegang saham Bahana. Corporate Secretary AMC-BPPN, Raymond Van Beekum, mengatakan bahwa keputusan itu terpaksa diambil mengingat restrukturisasi Bahana mesti tetap dilakukan. BPPN akan menjadi pemegang saham mayoritas, menggeser pemilik semula, yaitu BI, AIA, dan Departemen Keuangan. Nah, tampaknya persoalan sudah selesai. Ternyata belum tentu, karena pertanggungjawaban kewajiban pemilik lama belum jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini