Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belasan patok kayu bercat merah-putih itu menjadi penanda bagi kaveling-kaveling tanah di sepanjang pantai Dusun Kalen Kalong, Desa Sumber Jaya. Patok serupa terlihat di kanan-kiri jalan hingga sekitar tiga kilometer dari bibir pantai ke arah desa nelayan di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. "Tanah itu semua sudah ada yang punya," kata Karto, seorang penduduk setempat, Rabu pekan lalu, sambil menunjuk lokasi calon pelabuhan Cilamaya tersebut.
Sepekan sejak Wakil Presiden Jusuf Kalla membatalkan rencana pembangunan pelabuhan di wilayah itu, Karto masih percaya proyek senilai US$ 2,66 miliar tersebut akan dilanjutkan. "Saya masih diminta mencarikan tanah, kalau ada yang jual," kata pria 57 tahun itu.
Karto menjadi makelar tanah sejak setahun lalu, saat kabar rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya santer terdengar. Sejak itu, harga tanah pun melonjak. Dia mengungkapkan tanah tambak yang dulu harganya cuma Rp 30 juta per hektare kini menjadi Rp 500-600 juta. Harga sawah yang sebelumnya Rp 40 juta per hektare sekarang bisa ditawar hingga Rp 1 miliar. Tanah timbul atau gundukan sedimen yang muncul di pantai, yang dulu tak laku, tiba-tiba berharga tinggi dan banyak dicari. "Tahun lalu saya jual TN (tanah timbul yang berstatus tanah negara) 2,8 hektare Rp 280 juta," ujarnya.
Sebagai makelar, Karto menjual lagi tanah yang dibelinya dari warga kepada spekulan. Karto kemudian menyebut satu nama juragan yang rajin memborong tanah di kampungnya. "Dia masih cari 25-50 hektare lagi."
Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang Teddy Rusfendi Sutisna mengakui banyak spekulan di calon lokasi pelabuhan Cilamaya. Tapi dia mengatakan tak tahu pasti berapa luas tanah yang sudah berpindah tangan. "Baru beli di bawah tangan atau belum ada pengalihan status," ucapnya. "Karena itu banyak yang sudah dipatok."
Menurut Teddy, jika jadi dibangun, kebutuhan lahan bagi pelabuhan itu meliputi 150 hektare area yang menjulur ke laut dan 100 hektare ke arah daratan. Tapi keputusan Wakil Presiden sudah jelas. Pelabuhan harus digeser ke timur karena di lokasi saat ini terdapat banyak fasilitas minyak dan gas yang harus dikorbankan jika proyek dipaksakan berjalan. Dua alternatif yang disebut Jusuf Kalla adalah Subang dan Indramayu, meski tak tertutup kemungkinan bagi wilayah lain di Jawa Barat.
Mendengar nama daerahnya disebut, Bupati Subang Ojang Sohandi langsung menyodorkan Pantai Patimban sebagai calon pengganti Cilamaya. Bahkan, kata dia, di pantai itu sekarang sedang dibangun dermaga sepanjang 1,5 kilometer. Tahun ini pemerintah pusat juga menyiapkan dana Rp 90 miliar buat melanjutkan pembangunan dermaga yang telah selesai separuhya itu. "Jadi embrio (pelabuhan internasional) itu sudah disiapkan di Patimban," ujar Ojang, Ahad dua pekan lalu. Jalan sepanjang 8 kilometer dan lebar 20-25 meter dari jalur utama pantai utara ke lokasi dermaga juga sudah siap.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Barat Deny Juanda Puradimaja mengatakan sudah menerima perintah untuk mulai mencari lokasi baru pengganti pelabuhan Cilamaya. "Sudah mulai instruksinya. Akan kami cari dan bikin studi secepatnya," kata Deny di Bandung, Senin pekan lalu.
Di mana pun lokasi baru itu nanti, yang pasti harus dalam jarak aman dari fasilitas migas dan sumur pengeboran minyak PT Pertamina (Persero) dan perusahaan lain yang bertebaran di lepas pantai sebelah utara Jawa Barat. "Gesernya jauh, sehingga impact terhadap gangguan operasi kami minimal," kata Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam. "Lokasi tepatnya akan dikaji kementerian terkait, tapi tidak boleh disebut dulu. Bahaya calo tanah, he-he-he...."
Pingit Aria, Bernadette, Adi Warsono, Nanang S, Ahmad Fikri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo