Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Telur Jingga Penangkal Bala

Perseteruan Prajogo dan Henry Pribadi mulai menyeret sejawat lama. Melancarkan serangan balik.

22 Mei 2006 | 00.00 WIB

Telur Jingga Penangkal Bala
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PEMERIKSAAN itu tiba-tiba ter-henti. Tiga polisi yang mengu-sut bos Grup Barito, Prajogo Pa-ngestu, kehabisan kertas kosong untuk menyalin berita acara pemeriksaan. Sang taipan pun sigap membantu. Dalam tempo satu jam, ia mem-boyong setumpuk kertas kosong dari Wisma Barito, Jakarta Barat, ke ge-dung Reserse Markas Besar Polri di J-akarta Selatan.

Selama sepuluh jam mantan raja kayu itu diperiksa pada Jumat malam dua pe-kan lalu, setelah ditetapkan sebagai tersangka penipuan dalam kasus jual-beli saham PT Chandra Asri, sekitar delapan tahun silam. Kasus ini berawal dari laporan peng-usaha Henry Pri-badi kepada polisi, 23 Maret s-ilam.

Bos Grup Napan itu me-rasa tidak pernah menjual saham Chandra Asri miliknya kepada Prajogo. Menurut dia, tiga akta yang dibuatnya: Pernyataan, Kuasa, dan Pernyataan Pengikatan Jual Beli Saham dengan Prajogo, pada Oktober 1998, hanya untuk memudahkan pro-ses restrukturisasi utang Chandra Asri (baca Tempo edisi 1 Mei 2006).

Karena itu, kata bekas pemilik stasiun komersial SCTV ini, setelah proses restrukturi-sasi selesai, empat t-ahun lalu, seyogianya Pra-jogo member-ikan la-poran pertang-gung-jawaban kepada Henry. Kewajiban itu ter-cantum dalam satu pasal di surat pernyataan yang dibuat Prajogo. ”Ini berarti, saham itu tidak dijual, tapi hanya di-titipkan,” kata Lucas, kuasa hukum Henry.

Lucas juga menyebut pasal lain yang berbunyi: bila ada kelebih-an uang atau barang setelah dilakukan restrukturisasi, kelebihan itu bakal diberikan kepada Henry secara proporsio-nal. Kenyataannya, Henry merasa tak per-nah menerima-nya.

Chandra Asri kini mulai jadi rebu-t-an. Setelah sempat sekarat gara-gara d-i-impit utang sekitar Rp 10 triliun pada saat krisis ekonomi berkecamuk, kinerja keuangannya mulai bersinar. Sejak dua tahun lalu, perusahaan petrokimia itu mulai membukukan laba bersih.

Prajogo berkukuh, perjanjian yang ditandatanganinya delapan tahun silam itu adalah transaksi jual-beli. Tran-sak-si itu s-udah final dan Henry tak lagi punya hak apa pun atas Chandra Asri. ”Saya mau buang ke laut pun, tidak ada urusan lagi dengan mereka,” kata Prajogo kepada Tempo, beberapa waktu lalu.

Sikap itu dipertahankan Prajogo ketika diperiksa polisi. Sebagai analogi, katanya, transaksi ini tak ada bedanya dengan proses jual-beli kambing. ”Masak, setelah kambing beranak, penjual yang dulu minta anak kambing itu,” ujar-nya.

Prajogo juga menyebut perjanj-ian jual-beli sudah dibuat berlapis, sehing-ga tidak merugikan pihak lain. ”Ini transaksi baju langit, tidak ada l-ubang kan-cing-nya,” katanya kepada tim pe-me-riksa.

Untuk memperkuat argumennya, selain membawa setumpuk dokumen dan akta perjanjian dari 1998 hingga 2002, Prajogo menyorongkan sejumlah bukti baru kepada polisi. Bukti itu berupa pernyataan dukungan dari tiga pemegang saham lama Chandra Asri: Bambang Trihatmodjo, Peter Gontha, dan Mohamad Tachril. Ketiganya menegaskan, perjanjian pada 1998 itu memang mengatur soal jual-beli.

Sejak diadukan ke polisi, Prajogo memang bergerak tangkas. Kepada tiga koleganya itu, ia berkirim surat pada pertengahan April lalu. Ia meminta pe-negasan bahwa jual-beli saham yang dilakukan sewindu lalu itu adalah jual-beli murni atas persetujuan bersama, tanpa bujukan, dan bukan penitipan saham. Bambang, Peter, dan Tachril meng-angguk setuju.

Lucas menolak semua argumen dan bukti yang disodorkan Prajogo. ”Ini se-perti cerita bunga rampai untuk mengaburkan persoalan sebenarnya,” katanya. Pengacara ini pun mengatakan, perjanjian yang dibuat Henry dan Prajogo tidak melibatkan pemegang saham Chandra Asri lainnya.

Menurut Lucas, perjanjian itu ha-nya ditandatangani oleh Henry dan Prajo-go di depan dua saksi: O.C. Kaligis dan Rudhy Lontoh. ”Jadi, perjanjian ini ber-diri sendiri,” kata Lucas. Dia juga tak mau ambil pusing dengan pernyataan pemegang saham Chandra Asri lainnya, yang menganggap proses pengalihan saham sudah selesai.

Lucas tetap berkukuh, Prajogo telah menipu kliennya. Karena itu, ia meminta polisi menahan Prajogo. ”Statusnya kan sudah tersangka,” ujarnya. Tapi Prajogo juga tak tinggal diam. Pada akhir pekan lalu, ia melayangkan pengaduan balik terhadap Henry.

Menurut kuasa hukum Prajogo, Hotman Paris Hutapea, Henry telah mencemarkan nama baik kliennya. Henry juga dituduh melakukan pemerasan. Sebab, kata Hotman, Henry melalui kuasa hukumnya pernah meminta uang kompensasi US$ 20 juta kepada Prajogo.

Begitulah, kapak perang sudah di-ga-li. Dan beruntung, Prajogo tak sendiri-an masuk ke medan laga. Selain diduk-ung tiga koleganya, sokongan juga datang dari Harlina Tjandinegara, istrinya. Bersama kedua anaknya, sang istri tercinta menyambut Prajogo di lantai 11 Wisma Ba-rito, Sabtu subuh, setelah pemeriksa-an.

Tepat pada hari itu, Prajogo berulang tahun ke-62. Semangkuk mi dan bubur ayam panas disajikan sebagai peraya-an sederhana. Seusai bersantap, Harli-na mengusapkan sebutir telur jingga ke dahi dan ubun-ubun suaminya. ”Se-moga terlindung dari marabahaya,” kata sumberTempo, berkisah tentang makna prosesi itu.

Yura Syahrul, Wahyu Muryadi, Dimas Adityo


Limbung Dibelit Sengketa

PADA masa kekuasaan Soeharto, Chandra Asri termasuk proyek prestisius. Namun, pabrik petrokimia yang dibangun untuk menyaingi industri sejenis di Singapura ini tak pernah luput dari kontroversi. Termasuk berbagai proteksi pemerintah ketika perusahaan ini dibangun, 15 tahun silam.

Pada krisis ekonomi 1998, perusahaan ini pun limbung. Investasi yang dibenamkan, US$ 2,25 miliar, hampir saja amblas. Baru sejak dua tahun lalu ia berhasil meraup keuntungan. Tapi, kali ini perusahaan ini dibelit sengketa kepemilikan saham.

1991 Chandra Asri didirikan oleh Bambang Trihatmodjo, Prajogo Pangestu, Henry Pribadi, dan Peter Gontha.

1992 Status perusahaan berubah dari PMDN menjadi PMA. Nilai investasi menciut dari US$ 2,25 miliar menjadi US$ 1,6 miliar.

1997 Chandra Asri kesulitan likuiditas.

1998

20 Oktober Prajogo dan Henry menandatangani surat perjanjian pengikatan jual-beli saham PT Tri Polyta dan dua perusahaan induk Chandra Asri (PT Inter Petrindo Inti Citra dan Siemene International Ltd). Prajogo membayar Rp 1.000, tapi menanggung seluruh kewajiban Henry. Prajogo juga membuat perjanjian dengan Bambang Trihatmodjo.

1999

12 Januari Rapat pemegang saham Siemene menyetujui transaksi Prajogo dengan Henry dan Bambang. Mohamad Tachril dan Rosano Barack, pemegang saham Siemene lainnya, ikut mengalihkan saham ke Prajogo.

8 Februari Seluruh pemegang saham Inter Petrindo atas nama Bambang, Henry, Peter, Rosano, dan Tachril setuju mengalihkan sahamnya kepada Prajogo.

2000

3 November Penandatanganan perjanjian restrukturisasi utang Chandra Asri antara Prajogo, Marubeni (Jepang), dan pemerintah (BPPN).

2001

31 Januari Penandatanganan akta jual-beli saham Siemene dan Inter Petrindo, dari Henry kepada Prajogo.

28 Mei BPPN membatalkan restrukturisasi utang Chandra Asri karena dinilai merugikan negara.

2002

9 April Restrukturisasi utang Chandra Asri rampung. Prajogo memiliki 49,5 persen saham dan menanggung utang Rp 5,45 triliun.

26 Juli Akta perjanjian pembaruan jual-beli saham Inter Petrindo dan Siemene, dari Henry kepada Prajogo.

5 Agustus Akta perjanjian pembaruan jual-beli saham dan kuasa Tri Polyta, dari Henry kepada Prajogo.

18 Oktober Tim penyelesaian: Rudhy Lontoh dan O.C. Kaligis melaporkan pelaksanaan hasil restrukturisasi utang Chandra Asri kepada Henry, serta pelepasan jaminan dan berbagai kewajibannya kepada Prajogo.

25 Oktober Bambang Trihatmodjo menyetujui laporan hasil akhir restrukturisasi utang Chandra Asri, yang diberikan Prajogo.

2003

17 Desember BPPN menjual seluruh saham Chandra Asri kepada Glazers & Putnam Investment Ltd (Thailand) Rp 602 miliar (diskon 94 persen).

2005

21 Maret Henry Pribadi mensomasi Prajogo karena merasa tidak pernah diberi tahu hasil restrukturisasi utang Chandra Asri.

30 Maret Kuasa hukum Prajogo menyatakan transaksi saham Chandra Asri sudah selesai.

14 April Henry melayangkan somasi kedua.

Mei Commerzbank International Trust Singapore (CITS) mengakuisisi Marubeni, sehingga memiliki 24 persen saham Chandra Asri.

2006

3 Februari Temasek Holdings (Singapura) membeli 50,45 persen saham Chandra Asri milik Glazers dan CITS seharga US$ 700 juta.

23 Maret Henry melaporkan Prajogo ke polisi dengan tuduhan penipuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus