Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Wijayanto Samirin angkat bicara soal pemanggilan empat menteri dalam sidang MK hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia yakin penjelasan para menteri tersebut akan melengkapi puzzle keterangan pada sidang-sidang sebelumnya. "Informasi yang disampaikan walau implisit, akan menyempurnakan mozaik, sehingga para hakim akan lebih mantap mengambil keputusan," kata Wijayanto dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Jumat, 5 April 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keempat menteri yang dihadirkan dalam sidang MK hari ini adalah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indeawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Wijayanto yang juga Founder dan Senior Advisor Paramadina Public Policy Institute (PPPI) itu berharap para menteri dapat menyampaikan keterangan secara objektif agar kebenaran substantif dapat diperoleh. Dalam kesempatan itu, Wijayanto pun menilai majelis hakim MK memiliki komitmen menjunjung integritas.
"Biasanya masing-masing hakim sudah punya kecenderungan tertentu. Keterangan para menteri akan bernilai strategis membantu meyakinkan hakim. Kalau pun ada menteri yang berbohong, hakim yang cerdas tidak akan mempercayainya," ujarnya.
Tak sampai di situ, ekonom Universitas Paramadina itu menyampaikan bahwa rakyat dan civil society turut berperan penting untuk menuntut keadilan dan mendorong MK bertindak imparsial apa pun keputusannya.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan pada Senin, 1 April 2024, Ketua MK Suhartoyo memastikan majelis hakim akan memanggil empat menteri dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Dia mengatakan MK akan menjadwalkan pemanggilan para menteri tersebut pada Jumat, 5 April 2024.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono sebelumnya menilai Sri Mulyani harus dimintai keterangannya soal alasan anggaran Bansos terus meningkat dan sedemikian masif. Terutama kenaikan anggaran itu dilakukan menjelang Pilpres padahal tidak ada kegentingan ekonomi yang luar biasa.
Oleh sebab itu, melonjaknya cakupan dan besaran bansos, baik bansos reguler seperti PKH dan BPNT (bansos sembako) maupun bansos reguler dinilai bukan untuk menanggulangi kemiskinan, tapi memiliki motif kepentingan elektoral.
"Bansos yang besar dan berkelanjutan, rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik pragmatis jangka pendek: menjadi arena perburuan rente ekonomi sekaligus mendapatkan simpati publik untuk kepentingan elektoral penguasa," ujar Yusuf.