Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Permintaan restrukturisasi kredit menurun.
Debitor kini berada dalam tahap adaptasi proses bisnis terhadap pandemi.
Tingkat penyaluran kredit korporasi diproyeksikan mulai membaik pada kuartal II.
JAKARTA – Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perbankan melandai pada awal tahun ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, tingkat NPL per akhir Maret 2021 sebesar 3,17 persen (gross), membaik dibanding posisi pada Februari 2021 yang sebesar 3,21 persen.
Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, berujar tingkat NPL yang mereda ditandai dengan penurunan permintaan restrukturisasi kredit, khususnya segmen korporasi. “Permintaan restrukturisasi cenderung sudah flat. Artinya tidak ada permintaan baru, tapi terdapat kecenderungan masih wait and see,” ucap dia kepada Tempo, kemarin.
Menurut Aviliani, debitor kini berada dalam tahap adaptasi proses bisnis terhadap pandemi yang berkepanjangan. Hal ini, kata dia, menentukan kemampuan debitor untuk mampu bertahan dan membalikkan kinerjanya setelah diberi keringanan berupa restrukturisasi. “Tidak semua perusahaan bisa membaca pasar. Ada kemungkinan perusahaan tidak bisa bertahan bukan karena pandemi, melainkan ketidakmampuan membaca pasar,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi lain, persetujuan pemberian restrukturisasi kredit tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Kepala ekonom TanamDuit, Ferry Latuhihin, menuturkan tidak sedikit debitor bank, khususnya segmen korporasi, yang gagal memulihkan kinerja meski telah memperoleh keringanan pembayaran. Debitor-debitor tersebut berpotensi masuk kategori kelompok risiko tinggi yang bisa terjerembap menjadi NPL.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
“Dalam menangani debitor bermasalah dibutuhkan penanganan yang spesifik, tidak ada penanganan yang seragam,” ujarnya.
Menurut Ferry, bank perlu menganalisis dampak serta risiko jika suatu korporasi gagal bayar. “Karena ada banyak rentetan pihak yang terlibat, misalnya vendor dan pemasok. Ini harus dipahami oleh bank,” kata dia. Perbankan juga harus mencari solusi yang inovatif untuk mengoptimalkan tingkat pengembalian.
Sementara itu, tingkat penyaluran kredit segmen korporasi diproyeksikan mulai membaik pada kuartal II tahun ini. Kepala ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan perbaikan tersebut didukung oleh momentum Lebaran dan pengoptimalan insentif fiskal pemerintah. “Potensi peningkatan kredit masih sangat kuat seiring dengan kenaikan indeks PMI manufaktur yang mengindikasikan bahwa kapasitas produksi lebih baik,” ucap dia. Perbaikan data perekonomian di sisi konsumsi dan investasi juga tampak pada periode April dan Mei.
Anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Permata di Jakarta. Dok Tempo/Aditia Noviansyah
Dengan kondisi tersebut, Josua memproyeksikan kredit korporasi pada akhir kuartal II 2021 bakal tumbuh positif di angka 1-3 persen secara tahunan. Adapun berdasarkan data Bank Indonesia, kredit korporasi perbankan per 31 Maret 2021 tercatat Rp 2.670,4 triliun atau turun 7 persen.
Optimisme juga ditunjukkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang yakin bahwa kinerja kredit korporasi bakal meningkat pada tahun ini. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rudi As Atturidha, mengatakan, hingga akhir Maret lalu, portofolio kredit wholesale Bank Mandiri mencapai Rp 513,9 triliun, atau tumbuh 0,18 persen secara tahunan dan tumbuh 2,6 persen secara kuartalan.
“Untuk segmen korporasi, pertumbuhannya sudah mencapai 3,89 persen sejak awal tahun ini, yaitu Rp 321,7 triliun,” kata Rudi. Dia mengimbuhkan, sektor yang menjadi fokus penyaluran kredit korporasi tahun ini adalah sektor yang memiliki prospek positif, antara lain fast-moving consumer good, perkebunan sawit dan CPO, energi, serta konstruksi.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo