Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tuai Polemik, Begini Kesamaan Pagar Laut di Bekasi dan di Tangerang

Pagar laut di Tangerang dan Bekasi menuai polemik. Berikut kesamaannya.

16 Januari 2025 | 17.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pagar laut di Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 15 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Keberadaan sejumlah pagar laut tanpa izin menjadi polemik hari-hari ini. Pagar laut tersebut yakni di perairan Bekasi, Jawa Barat, dan di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

Selain sama-sama ilegal, kedua pembatas segara itu juga berdampak buruk bagi masyarakat, terutama nelayan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di perairan Bekasi, pagar laut sepanjang dua kilometer dengan lebar area 70 meter itu membentang di perairan di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pagar laut dari ribuan bambu itu membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan hamparan perairan di tengahnya yang mirip sungai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun pagar laut tersebut didirikan hasil kerja sama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN). Fungsinya untuk penataan alur pelabuhan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya yang sedang dibangun.

Sedangkan di perairan Tangerang, pagar laut berupa jajaran bambu ditancapkan di lepas pantai sepanjang 30,16 kilometer dan melintasi 16 desa di enam kecamatan. Terbentang di tiga desa di Kecamatan Kronjo dan Kecamatan Kemiri serta di Kecamatan Pakuhaji, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

Belakangan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim merekalah yang membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan itu. Koordinator JRP Sandi Martapraja mengaku masyarakat sekitar ikut membangun. Sandi menyebutkan pagar laut itu berguna untuk mencegah abrasi.

“Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat,” kata Sandi di Tangerang, Banten pada Sabtu, 11 Januari 2025 seperti diberitakan Antara.

Tempo merangkum kesamaan pagar laut Bekasi dan pagar laut Tangerang, berikut ulasannya:

1. Menyusahkan nelayan setempat

Salah seorang nelayan Tarumajaya, Mitun, 28 tahun mengatakan, aktivitas masyarakat Tarumajaya sangat terganggu dengan adanya pagar laut Bekasi. Terutama bagi mereka yang berprofesi sebagai nelayan. Sebab, sejak pagar bambu itu berdiri, ia dan ratusan nelayan lainnya jadi kesusahan dalam mencari ikan.

“Terganggu banget, tadinya jalannya ke sana lurus, sekarang jalannya muter jauh banget. Ya kan ketutup sama pagar itu,” kata Mitun kepada wartawan di lokasi, Selasa, 14 Januari 2025..

Selain jarak untuk ke tengah laut tempat nelayan mencari ikan menjadi lebih jauh. Para nelayan juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya bahan bakar perahu mereka. Hal ini membuat Mitun akhirnya memutuskan beralih profesi sebagai pengantar wisatawan yang ingin berwisata ke Sungai Jengkem.

“Ya mau gimana lagi cari ikannya kan susah, ketutup sama patok-patok itu. Ya sudah lah, kita berhenti aja dah. Mending kita nyari pengunjung aja ke Sungai Jengkem, wisata gitu,” ujarnya.

Di sisi lain, menurut Mitun, ternyata pemerintah setempat tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap pembangunan pagar bambu tersebut. Mitun mengatakan, ia dan sejumlah masyarakat sekitar hanyalah rakyat kecil yang tidak mampu berbuat banyak dengan adanya pembangunan pagar bambu tersebut.

“Enggak ada (sosialisasi), pagar itu tiba-tiba langsung ada patok begitu. Makanya kita bingung ini asal usulnya dari siapa gitu,” katanya.

Nasib serupa juga dialami masyarakat pesisir Kabupaten Tangerang buntut pagar laut. Mereka mengaku selama ini mengalami kesulitan dalam mencari ikan, setelah adanya pagar bambu yang terbentang seluas 30,16 kilometer di laut daerahnya tersebut. Pagar bambu tersebut disebut telah menutup akses lalu lintas para nelayan.

“Saat ini kami melaut malam, kami takut kalau kena pagar itu, nanti kami diminta ganti. Makanya kami selalu hati-hati banget kalau lewat,” kata salah satu nelayan di Desa Karang Serang, yang namanya enggan disebutkan, Jumat, 10 Januari 2025, dikutip Antara.

Menurut dia, keberadaan pemasangan pagar ini membuat nelayan setempat harus memutari pagar hingga puluhan kilometer sebelum melarung mencari ikan lain. Hal ini berdampak pada biaya pengeluaran bahan bakar yang melonjak. Akibatnya pemasukan mereka menurun jauh seiring membengkaknya pengeluaran.

“Kalau isi solar sekarang harus lebih, misalnya kalau biasanya mau pergi cari ikan itu diisi 5 liter, sekarang harus dilebihi 2 liter, jadi 7 liter sekali berangkat. Pemasukan turunlah, turun jauh,” katanya.

Hal itu sejalan dengan temuan Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang telah merugikan nelayan sekitar. Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan lembaganya memperkirakan keberadaan pagar laut itu menimbulkan kerugian hingga belasan miliar rupiah.

“Total itu Rp 16 miliar lah, selama ada kasus itu. Potensi kerugiannya segitu,” kata dia melalui sambungan telepon pada Ahad, 12 Januari 2025.

2. Tak berizin

Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP menyatakan pagar laut di perairan Bekasi tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto mengatakan pihaknya belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk kegiatan pemagaran laut tersebut.

“KKP belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud,” kata Doni saat dihubungi di Jakarta pada Selasa, 14 Januari 2025, dikutip dari Antara.

Dia menyebutkan, pada 19 Desember 2024, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSSKP) KKP telah mengirim surat resmi meminta penghentian kegiatan tersebut karena dinilai belum memiliki izin yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Tim PSDKP KKP sudah pulbaket ke lapangan, bahkan pada 19 Desember (2024) lalu sudah kirim surat meminta penghentian kegiatan tak berizin itu,” ujarnya.

Sama seperti pagar laut Bekasi, pagar laut Tangerang juga ilegal. Menurut Direktur Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup, Ardiyanto Nugroho, pihaknya tidak menemukan dokumen yang menyatakan jika pemagaran laut itu sudah berizin.

“Kami tidak menemukan atau belum menemukan dokumen lingkungan baik berupa amdal atau UKL-UPL, yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup atau Dinas Lingkungan Hidup di Provinsi maupun kabupaten/kota,” katanya di Tangerang, Rabu, 15 Januari 2025.

3. Disegel

Adapun PSDKP KKP telah melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin yang terbuat dari bambu di perairan Bekasi pada Rabu, 15 Januari 2025. Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan bahwa penyegelan dilakukan karena pagar laut tersebut tidak mengantongi izin PKKPRL.

“Dulu kami sudah turun ke sini. Tanggal 19 Desember (2024) sudah kami peringatkan berhenti, urus dulu PKKPRL-nya. Karena itu menjadi konsen kami. Ternyata kemarin siang anggota kami ke sini itu eskavator masih kerja. Makanya saya putuskan saya segel,” kata Pung Nugroho di sela meninjau pagar laut itu.

PSDKP KKP juga telah menyegel pagar laut Tangerang. Pung Nugroho Saksono menjelaskan KKP melakukan langkah penyegelan karena pemagaran laut itu diduga tidak memiliki izin dasar KKPRL. Dari hasil wawancara dengan sejumlah nelayan, diketahui penyegelan laut telah mengganggu mereka.

“Pagar tersebut kami cek di KKP tidak ada PKKPRL-nya, jadi perizinannya tidak ada. Pemerintah dalam hal ini KKP hadir di laut ini untuk melakukan penyegelan pemagaran laut tersebut,” kata Pung Nugroho.

Penyegelan pagar laut itu, kata dia, sebagai sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat dan menegakkan aturan yang berlaku terkait dengan tata ruang laut. Lebih jauh, Pung menyatakan penyegelan pemagaran laut itu juga menjalankan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

“Pak Presiden sudah menginstruksikan. Saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri langsung untuk melakukan penyegelan,” ujar Pung. “Negara tidak boleh kalah. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral,” kata dia.

Adi Warsono, Sultan Abdurrahman, Sapto Yunus, Irsyan Hasyim, Yudono Yanuar dan Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus