Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tumbangnya Importir Kaki Lima

Importir umum mobil kelas premium bertumbangan akibat kalah bersaing dengan agen tunggal pemegang merek. Terpukul aturan baru bea masuk dan syarat pencantuman tahun pembuatan kendaraan.

4 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSAINGAN agen tunggal pemegang merek (ATPM) dengan importir umum dalam bisnis mobil completely built-up (CBU) kelas premium asal Jepang memasuki babak baru. Setelah berhasil memukul telak importir umum melalui peluru tarif fiskal lima tahun lalu, kali ini senjata baru ATPM adalah aturan yang mewajibkan penjual mobil mencantumkan tahun pembuatan mobil.

ATPM tahu betul kelemahan importir yang kesulitan mengantongi nomor tahun pembuatan mobil CBU dalam Vehicle Identification Number (VIN). VIN berguna untuk mengurus uji tipe di Kementerian Perindustrian. Tanpa uji tipe, penjual atau pemilik bakal sukar mengurus dokumen kendaraan di kepolisian.

Ketua Umum Asosiasi Importir Kendaraan Bermotor Indonesia Tommy R. Dwiandana mengakui sulit mendapatkan tahun pembuatan karena importir membeli mobil dari dealer di Jepang. "Tahun pembuatan hanya dikeluarkan pabrik," katanya kepada Tempo, Jumat pekan lalu. Adapun mobil CBU milik ATPM otomatis mengantongi tahun pembuatan karena mengimpor langsung dari pabrik.

Tommy curiga aturan baru ini merupakan hasil lobi ATPM. Tujuannya mempersempit bisnis importir umum mobil mewah. Ia menilai aturan ini seolah-olah mencurigai importir umum mendatangkan mobil bekas. "Mana laku bisnis kami jika jualan mobil bekas?" ujarnya. Tommy mengakui aturan ini dapat memastikan mobil yang masuk ke Indonesia tergolong baru karena yang diizinkan kendaraan berusia maksimal dua tahun. Namun aturan ini mempersempit ruang gerak importir umum.

Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kementerian Perindustrian Soerjono membantah anggapan bahwa pencantuman tahun pembuatan sebagai aturan yang dibuat-buat. Syarat itu sudah lama diatur, tapi belum pernah diterapkan. Sejak ia dilantik, penerapan aturan itu diperketat. "Karena saya jeli melihat aturan," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Soerjono menampik tudingan bahwa aturan tahun pembuatan didesakkan oleh ATPM untuk mematikan importir umum. Pengetatan aturan, menurut dia, lantaran pemerintah ingin menekan impor untuk memperbaiki defisit perdagangan agar tidak terus melebar. Dia justru merasa heran terhadap importir yang mengeluh. Ketika aturan ini terbit, beberapa importir umum menyanggupi dan tidak melayangkan protes. Ia meminta importir yang terhambat bisnisnya untuk berkonsultasi. "Kalau terhambat di kepolisian bisa dirundingkan," ucapnya.

Widyawati Soedigdo, General Manager Corporate Planning and Public Relations Toyota Astra Motor, salah satu ATPM, juga membantah berada di balik penerbitan aturan baru itu. "Kami hanya mengikuti aturan pemerintah," katanya Jumat pekan lalu. Menurut dia, aturan baru bertujuan melindungi konsumen.

Menanggapi aturan baru itu, anggota Asosiasi Importir, yang berjumlah 15 importir umum, putar otak mencari jalan keluar. Tommy mengatakan, selama sepuluh hari, Asosiasi ngotot melobi PT Sucofindo agar bisa menerbitkan sertifikat untuk mobil CBU milik importir.

Tommy mengklaim perundingan dengan lembaga sertifikasi pelat merah itu berakhir sukses setelah disepakati ongkos sertifikasi sebesar Rp 2 juta per satu unit mobil. Ia menilai jalan keluar ini membutuhkan restu Kementerian Perindustrian dengan membuatkan payung hukum. "Prosesnya sudah 85 persen beres."

Bukan kali ini saja importir umum merasa diganggu oleh ATPM. Menurut Tommy, gangguan dimulai sejak importir umum sukses dengan penjualan mobil multi-purpose vehicle (MPV) premium merek Toyota Alphard. Mobil mewah ini mulai dikenalkan di Jepang pada 2002. Adapun keran impor mobil CBU dibuka sejak 1999.

Gurihnya penjualan mobil CBU premium membuat liur ATPM mobil Jepang menetes. Mereka latah mengimpor barang yang sama. Namun ATPM menepuk jidat karena harga mobil CBU mereka kalah bersaing dengan importir umum. Widyawati mengakui kesulitan bersaing dengan importir kala itu. Menurut dia, ATPM hanya unggul lewat pascajual mobil dan jaminan pelayanan.

Tommy mengatakan serangan pertama adalah larangan mobil CBU importir masuk bengkel ATPM. Namun rintangan itu bisa diatasi setelah beberapa importir bergabung mendirikan bengkel bersama. Bahkan beberapa importir memberikan layanan jasa perawatan jemput bola, yaitu mendatangi rumah konsumen ketika tiba masa perawatan. "Kami ingin membuktikan bahwa kami bisa mengimpor dan melayani konsumen dengan baik," ucapnya.

Angin segar itu tak bertiup lama. Mendung mulai menyergap bisnis importir umum ketika mulai berlaku Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia-Jepang alias Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) pada Juli 2008. Tujuan IJ-EPA adalah meningkatkan daya saing industri manufaktur kedua negara.

Melalui kesepakatan ini, mobil CBU asal Jepang berkapasitas mesin di bawah 2.400 centimeter cubic (cc) dikenai tarif bea masuk sebesar 20 persen. Mobil dengan kapasitas mesin 2.400-3.000 cc dikenai bea masuk 4 persen. Adapun mobil dengan kapasitas mesin di atas 3.000 cc bebas bea masuk. Tarif baru ini berlaku efektif sejak 2011.

Namun tarif khusus ini hanya berlaku untuk ATPM. Importir umum tetap dikenai tarif bea masuk 40 persen. Akibat pemberlakuan tarif khusus itu, importir umum yang banyak mendatangkan mobil premium dengan kapasitas mesin di bawah 2.400 cc kalah bersaing karena mobil CBU ATPM hanya dikenai bea masuk sangat ringan. "Ini persaingan tidak sehat," kata Tommy. Dia menilai IJ-EPA merugikan negara karena membuat negara kehilangan penerimaan.

Widyawati mengatakan bea masuk murah layak diberikan kepada ATPM. Alasannya, ATPM telah banyak berinvestasi di Indonesia. "Kami mempunyai pabrik di sini," ujarnya. Meredupnya bisnis importir umum jelas membawa keuntungan bagi ATPM. Widyawati mengakui, sejak IJ-EPA berlaku, perusahaannya mulai berani menambah varian mobil Alphard baru, yang dibanderol Rp 700 juta. Adapun Soerjono mengatakan aturan ini bertujuan memajukan industri otomotif.

Penerapan IJ-EPA menggulung bisnis importir umum dua tahun belakangan ini. Seorang importir umum mobil CBU mewah di Jakarta Pusat terpaksa mengurangi jumlah impornya. Bisnisnya yang semula bisa menjual 20 unit mobil mewah per bulan mulai lesu. Awalnya ia mencoba bertahan dengan menekan keuntungan dan efisiensi. Namun cara itu tetap tak bisa menolong bisnis. "Kami ini penjual kelas kaki lima, tetap kalah digilas sama modal besar," katanya Kamis pekan lalu.

Tommy mengakui ada beberapa importir anggota Asosiasi Importir yang bertumbangan. Tak sedikit dari mereka banting setir menjadi agen ATPM, termasuk dirinya. Sedangkan beberapa importir memilih meninggalkan bisnis ini dan beralih ke bisnis lain, seperti properti dan besi.

Walhasil, angka penjualan mobil CBU oleh importir umum yang mencapai 6.000 unit tahun lalu, menurut Tommy, sulit dicapai tahun ini. Apalagi pemerintah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) hingga 125-150 persen, yang dipastikan memukul telak penjualan importir. "Penurunan angka penjualan sudah terasa sejak Maret lalu," ucapnya.

Akbar Tri Kurniawan


ILUSTRASI PERBEDAAN PAJAK IMPOR MOBIL DARI ATPM DAN IMPORTIR UMUM

Mobil kapasitas 3.000 cc seharga Rp 1 miliar di negara asal

Jenis pajakTarif (persen)ATPM (Rp juta)Importir umum (Rp juta)
Bea masuk4 untuk ATPM dan 40 untuk importir40400
Harga setelah bea masuk-1.0401.400
PPnBM20208280
PPN10104140
PPh2,52635
Total pajak-378855

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus