Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah dua jam Anabel, 19 tahun, berkutat di depan komputer. Matanya lekat menatap monitor dan kedua tangannya sibuk bermain di atas tombol-tombol keyboard. Mimik wajahnya serius, tapi kadang tersenyum, dan sesekali menegang. Anabel berkonsentrasi penuh bukan karena mengerjakan tugas kuliah, melainkan bermain video game. Dalam figur game komputer DayZ yang sedang dimainkannya itu, ia harus menyelamatkan diri dari kejaran zombie. Dia mesti terus berlari agar tak dimakan makhluk bertampang seram itu, sambil mencari dan menemukan semua benda untuk bertahan hidup: makanan, minuman, amunisi, baju, obat, dan lainnya.
"Di situlah asyiknya game," kata Chris Torchia, 33 tahun, koordinator tim kreatif game DayZ, ketika ditemui di sela konferensi game internasional DevGAMM (Developer Game), Kamis dan Jumat dua pekan lalu, di Hotel Elysée, Hamburg, Jerman. Menurut dia, banyak orang tergila-gila pada video game, "Karena pemain terlibat secara emosional: takut, lelah, atau girang jika berhasil menemukan solusi dan menang." Tak aneh bila DayZ sebagai salah satu game terpopuler di dunia mampu menjual 1 juta kopi dalam sebulan.
Dari nilai penjualannya yang luar biasa dan terus meroket, video game jelas bukan bisnis main-main. Setelah telepon pintar muncul tiga tahun lalu, dan tablet memasyarakat, keberadaan game semakin merajalela. Dengan dua perangkat itu, orang bisa bermain game di mana saja dan kapan saja. Walhasil, gaming mobile dengan mulus menyalip kesuksesan gaming console.
Majalah Fortune belum lama ini menampilkan fenomena itu dari hasil riset lembaga statistik Newzoo. Tahun ini pendapatan dari penjualan mobile game diperkirakan mencapai US$ 30,3 miliar. Sedangkan console "cuma" US$ 26,4 miliar. Newzoo bahkan memprediksi mobile game akan terjual hingga US$ 40,9 miliar pada 2017. "Industri game di dunia terus meningkat, bahkan lebih besar daripada industri film Hollywood," kata Chris Torchia, lulusan biokimia Universitas Buffalo, New York, yang kini menetap di Praha, Republik Cek.
Hasil riset Newzoo dengan jelas menunjukkan hal itu. Nilai pasar game dunia (global gaming market) pada 2015 mencapai US$ 91,95 miliar atau naik 9,4 persen dari tahun lalu (US$ 83,6 miliar).
Kemeriahan game dengan cerita seperti Assassin's Creed, The Room, Steam World Dig, dan Speed Runners bertahun-tahun belakangan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari jutaan anak di dunia. Keterikatan itu bahkan berpengaruh pada minat mereka ketika kemudian harus meneruskan studi ke jenjang lebih tinggi. Banyak yang tak lagi melirik jurusan yang selama ini menjadi favorit. Mereka lebih tertarik pada bidang yang lebih atraktif, inovatif, dan menuntut ide-ide kreatif. "Generasi sekarang tumbuh bersama game," kata Profesor Thomas Bremer, salah satu pendiri Jurusan Desain Game di Universitas Teknik dan Ekonomi (HTW) Berlin.
Di Jerman, ada dua perguruan tinggi yang membuka jurusan itu, yakni HTW-Berlin dan Games Lab Universitas Seni dan Ilmu Pengetahuan (TH) di Köln. Kedua universitas itu harus menyeleksi 500-an calon mahasiswa untuk mengisi 40 kursi yang tersedia setiap tahun di jurusan game. Sebagian dari mereka yang tak lolos seleksi di universitas negeri yang gratis bahkan rela merogoh kocek dalam-dalam untuk masuk ke bidang ini di akademi swasta. Design Academy Frankfurt, misalnya, mematok uang kuliah 20.195 euro (lebih dari Rp 300 juta) untuk masa tiga tahun belajar. Di akademi swasta yang sama di Hamburg, iurannya 500 euro sebulan.
"Tidak gampang menembus ujian masuk," kata Anabel, yang tahun lalu gagal masuk HTW-Berlin. "Di jurusan lain cuma dilihat nilai rapornya, langsung masuk kalau ada tempat. Tapi di jurusan ini enggak bisa karena pelamarnya banyak sekali," ujarnya. Dia masih mau mencoba keberuntungannya dalam ujian tahun ini.
"Punya minat saja tidak cukup. Mereka juga harus berbakat, dan bakat itu harus terus dilatih kalau mau lolos ujian," kata André Czauderna, manajer program yang menjadi salah satu juri ujian masuk TH-Köln.
Ujian masuk itu meliputi tiga tahap. Pertama, menyerahkan portofolio konsep desain game berdasarkan tema yang sudah ditentukan. Tahun lalu HTW-Berlin, misalnya, memberikan tema "natur". Jika calon mahasiswa lulus pada tahap ini, proses selanjutnya ialah wawancara tentang konsep yang mereka buat tersebut. Jika di sini lolos, pada tahap terakhir mereka harus mempresentasikannya di depan tiga juri yang akan memutuskan layak atau tidak mereka masuk ke jurusan game.
Bekerja di dunia gaming menjadi favorit baru bagi banyak anak muda. "Lapangan kerja industri game masih lega dan luas," kata Chris Torchia. Perusahaan game seperti Goodgame Studio, Hamburg, yang kini punya 1.200 pegawai dan telah menjual game online ke 250 negara, pun masih membuka lowongan bagi tenaga kreatif yang terdidik. "Buat perusahaan, gelar bachelor of arts (sarjana) saja sudah cukup. Mereka tidak butuh gelar master," Profesor Bremer menambahkan.
Itu sebabnya, Sophie, 22 tahun, yang pengalamannya masih nol karena baru lulus dari TH-Köln, digaji 1.000 euro sebulan (lebih dari Rp 15 juta) sebagai desainer game junior.
Padahal pasaran sarjana baru di Jerman hanya berkisar 600 euro (kira-kira Rp 9 juta) sebulan.
Dell, perusahaan komputer besar di Amerika Serikat, juga bakal melebarkan ekspansi usahanya dengan membuka pelatihan gaming experiment. Dell melihat prospek bisnis online gaming semakin bagus. Segmen layar komputer sebagai instrumen main game mencapai US$ 33,7 miliar tahun ini, naik 7 persen dari tahun lalu. "Saya sudah dihubungi manajer teknik informasi Dell sejak dua bulan lalu untuk memikirkan dan merancang rencana ini," kata Torchia.
Game menjadi platform media hiburan yang digemari sejak gaming console muncul dan orang bisa bermain game online lewat komputer personal (PC) di rumah pada 1980-an. Tiap tahun penggemarnya bertambah. Riset yang digelar produsen game Belanda, Spilgame, menemukan tak kurang dari 1,2 miliar orang di dunia bermain game saban hari pada 2015 ini.
Para produsen gaming console pun mempercanggih produk mereka agar mampu bersaing dengan game online. Tahun ini Sony Company Entertainment mengeluarkan PlayStation 4 sebagai andalan. Menurut The Statistics Portal, Sony masih berada di posisi teratas dalam catatan penjualan semua jenis console yang ada di pasar. Pada 2012, rekor pendapatan global mereka US$ 7,13 miliar. Produsen lain seperti Microsoft meramaikan pasar dengan memperkenalkan Xbox One, sementara Nintendo dengan Wii U.
Konferensi DevGAMM di Hamburg dua pekan lalu seperti mempertegas bahwa bisnis miliaran dolar ini memang milik anak muda, atau setidaknya berjiwa muda. Pesertanya didominasi mereka yang berusia 20-40 tahun, dengan penampilan sama sekali berbeda dengan para eksekutif ala Wall Street. Bukannya berjas dan berdasi, para produsen game ini tampil dengan gaya khas anak muda: celana jins, T-shirt, sepatu sport, dan topi pet dengan ransel di punggung. Tentu saja lengkap dengan laptop atau komputer tablet di tangan. "Mereka tidak kagok lagi di bisnis ini karena dari kecil sudah akrab dengan game," kata Chris Torchia.
Riset The Statistics Portal terhadap 18 ribu sumber menyimpulkan bisnis "main-main" ini masih akan moncer pada tahun-tahun mendatang. Newzoo juga memperkirakan pasar global game mencapai US$ 107 miliar pada 2017.
Sri Pudyastuti Baumeister (Hamburg)
Pendapatan mobile game US$ 30,3 miliar
Pendapatan gaming console US$ 26,4 miliar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo