KEMISKINAN bukanlah perkara yang bisa ditangani secara sambilan. Dalam GBHN 1993, masalah ini jauh lebih diperhatikan daripada yang sudah-sudah. Presiden Soeharto pun sejak April lalu membahas masalah tersebut dengan 14 orang menterinya. ''Kemiskinan masih harus mendapatkan perhatian yang serius. Masalah ini belum diselesaikan dengan baik dalam PJPT I dan Pelita V,'' demikian penegasan Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita ketika meresmikan sejumlah pos dan jabatan baru di Bappenas, Selasa pekan silam. Salah satu pos baru di Bappenas itu adalah Asisten Menteri Penanggulangan Kemiskinan, yang dipercayakan kepada Prof. Dr. Mubyarto, 55 tahun, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ginandjar mengatakan, Mubyarto tidak dipilih secara mendadak, tapi sudah lama disiapkan. ''Prof. Mubyarto selama ini sudah menulis banyak karangan tentang kemiskinan. Dan sudah saya baca. Jadi, kita tinggal menunggu bagaimana beliau mengamalkan ilmunya,'' kata Ginanjar pula. Seperti diketahui, Mubyarto adalah anggota Bapan Pekerja MPR dalam Sidang Umum 1993 lalu. Sehingga, dalam urusan dengan GBHN, dialah ahlinya. Ketika dihubungi TEMPO pekan lalu, Mubyarto mengungkapkan bahwa ia belum selesai merumuskan masalah yang akan ditanganinya. Ia hanya mengatakan telah memperoleh pesan khusus untuk melihat program-program Pemerintah dalam hal pemerataan dan penanggulangan kemiskinan yang sudah digarap selama ini. Mubyarto diharapkan bisa melahirkan terobosan baru dalam penanggulangan kemiskinan yang, menurut data Biro Pusat Statistik, mewarnai kehidupan 27 juta jiwa warga Republik Indonesia itu. Mubyarto sendiri berkeyakinan, ''Memecahkan persoalan kemiskinan bukan perkara gampang. Lebih banyak susahnya dibandingkan dengan senangnya.'' Dalam hal ini, dia sudah menghimpun banyak pengalaman, antara lain sebagai Ketua Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan UGM. Ia menilai bahwa Pemerintah sebenarnya sudah berupaya mengurangi kemiskinan, misalnya melalui proyek inpres atau pembagian saham konglomerat kepada koperasi. Namun, upaya tersebut hasilnya belum memadai. Penyebabnya, menurut Mubyarto, adalah banyaknya program yang ternyata belum sampai ke sasarannya, yakni rakyat kecil. Dan itulah harga yang memang harus ditebus apabila pembangunan lebih terarah pada pertumbuhan, bukan pada pemerataan. Koperasi, menurut Mubyarto, bisa diandalkan untuk membantu mengentas kemiskinan. Jauh sebelum ditunjuk sebagai asisten menteri di Bappenas, Mubyarto sudah aktif mempromosikan koperasi. Lebih dari itu, Mubyarto dikenal sebagai pembawa panji-panji konsep ekonomi Pancasila salah satu bukunya adalah mengenai ekonomi pertanian dan ekonomi Pancasila. KUD (koperasi unit desa) sepenuhnya ia dukung, sementara masalah pertanian dan pedesaan ditekuninya terus-menerus. Mubyarto, yang menghabiskan masa kanak-kanaknya di kawasan pertanian Desa Demakijo, Sleman, Yogya, menyelesaikan program doktornya di Iowa State University, AS. Disertasinya mengambil topik ''Elastisitas Surplus Beras yang Dapat Dipasarkan di Jawa-Madura, 1965''. Sebagai ekonom, ia sering bersuara tajam mengkritik pelbagai kebijaksanaan Pemerintah yang dianggapnya melenceng. Analisa berdasarkan hasil penelitian semacam itu tetap akan disuarakannya meskipun kini ia sudah masuk dalam jajaran birokrasi. Bersikap objektif dan terbuka dijanjikannya pula kepada pers. Tinggal ditunggu, adakah kelak Mubyarto akan setia, minimal untuk memenuhi janji-janjinya. MC, Iwan Qodar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini