Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kandas di ambon

Setelah sembilan tahun berhasil melarikan diri, eddy, tersangka pembunuh roy bharya, ditangkap. ingat peristiwa nur usman?

8 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELARIAN Freddy Sitania kandas di Ambon, pekan lalu. Sebagai tersangka, ia sembilan tahun lolos dari kejaran hukum. Selama itu pula ia merahasiakan identitasnya, sebagai buron atas pembunuhan Irawan atau Roy Bharya, mahasiswa Universitas California, Los Angeles, AS. Kini pemuda berusia 31 tahun itu ditahan di Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Eddy, begitu Freddy biasa dipanggil, satu-satunya tersangka yang kabur. Lima tertuduh lain: Jhony Ayal, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, divonis 17 tahun penjara pada 11 Mei 1985 Doosye Mailuhu, Raimon Picauli, dan Adrianus Cornelis, masing-masing dihukum penjara 16 tahun. Umar Suhendi dihukum 6 tahun 6 bulan. Ia sopir yang ikut dalam penculikan dan pembunuhan Roy, anak pasangan dokter ahli jiwa Mikail Bharya dan Athiah atau Thea Kirana. Pasangan Mikail-Thea cerai pada tahun 1975, dan Thea menikah lagi dengan Nur Usman, yang waktu itu pejabat di Pertamina. Roy melihat ibunya bertengkar dengan Nur Usman di depan sebuah bank, dan setelah itu sering mendapat ancaman melalui telepon. Peristiwa itu sempat membuat heboh. Nur Usman divonis 5 tahun penjara dengan tuduhan menganiaya anak tirinya itu hingga tewas, setelah diculik Jhony Ayal (TEMPO, 30 Agustus 1988). Bagaimana Eddy berhasil lolos? ''Saya juga waswas waktu itu,'' kata pemuda bertubuh kekar dan bermata tajam itu kepada TEMPO pekan lalu. Kemudian, ia mengisahkan perasaannya ketika disuruh melarikan diri oleh Jhony Ayal. Sambil menyerahkan duit Rp 100.000, menurut Eddy, waktu itu Jhony mengingatkan bahwa ia boleh lari ke mana saja asal tidak ke Ambon. ''Jika ke Ambon, kamu bakal gampang dibekuk polisi,'' kata Eddy mengutip Jhony. Dalam keadaan linglung, anak purnawirawan polisi itu lantas naik bus ke Surabaya, terus ke Pelabuhan Tanjungperak. Sampai di sini ia cuma bisa termangu-mangu. Tak tahu mesti pergi ke mana. Pada waktu itu sedang ada kapal Tampomas I siap berlayar ke Ujungpandang. Ia langsung meloncat. Sampai di tujuan, ia lagi- lagi bingung, seharian cuma duduk-duduk di pelabuhan. Sampai kemudian ia melihat ada kapal Sangihe yang akan berangkat ke Sorong, Irian Jaya. Tanpa berpikir lagi, ia buru-buru masuk. Di Sorong ia bernasib baik. Seseorang yang pernah bekerja di Ambon menawarkan pekerjaan kepadanya begitu ia mengenal Eddy. Sebulan ia bekerja sebagai buruh di perusahaan pengeboran minyak, dengan gaji Rp 185.000 sebulan. Setelah itu, tiga bulan ia bekerja di perusahaan kayu, dan setahun menjadi kernet angkutan umum. Bosan di Sorong, Eddy balik ke Ujungpandang. Di sini ia bekerja di perusahaan minyak sampai pertengahan 1987. Setelah itu ia kembali lagi ke Sorong, dan bekerja serabutan sampai tahun 1989. Meski begitu, anak keempat dari delapan bersaudara itu masih bisa mengirim uang untuk adik-adiknya di Ambon. Hingga Maret 1993, pemuda tamatan STM ini diberi tugas oleh sebuah perusahaan minyak sebagai pengawas buruh di Kecamatan Bulak, Ambon. ''Di situlah saya apes,'' katanya dengan suara datar. Baru sepuluh hari ia menikmati kerinduannya pada kampung halaman, polisi mendatangi tempat kerjanya. ''Selama pelarian saya tidak pernah mengontak keluarga saya. Jadi, ketika polisi datang, saya sama sekali tidak waswas,'' ujarnya lagi. Ia mengira orang sudah melupakan peristiwa pembunuhan itu. Toh Eddy tidak menyangkal ketika petugas Polsek Bulak mengonfirmasi keterlibatannya dalam peristiwa itu. ''Ya, saya akui, sayalah buron itu,'' ujarnya. Sejak hari itu ia diawasi polisi. Eddy memang tidak ditahan, tapi tiap malam ia diharuskan tidur di dalam sel yang tidak dikunci. Ia juga tidak boleh bekerja lagi. Menurut Kepala Satuan Serse Polres Jakarta Pusat Mayor Charles Marpaung, Eddy memang cerdik. Dalam pelariannya ia memilih bekerja di pengeboran minyak yang letaknya menjorok ke pelosok. ''Kami kehilangan jejaknya,'' katanya. Kepada polisi, menurut Charles, Eddy membantah menusuk Roy. Yang ia lakukan cuma memukul dan memasukkan korban ke dalam mobil. Keterangan itu, menurut Charles, akan dikonfrontasikan dengan keterangan pelaku lain yang sudah dihukum. ''Sebab, menurut pelaku lain, Eddy yang menusuk Roy,'' kata Charles. Kini Eddy diperiksa intensif. ''Setelah menjalani hukuman, saya akan berkeluarga dan bekerja dengan tenang,'' kata bujangan ini. Sri Pudyastuti R. dan Taufik T. Alwie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus