DI kala perusahaan ramai-ramai go public, kelompok Pembangunan Jaya malah bikin bank. Dengan demikian, bertambah lagi peserta yang mempertajam persaingan antarbank. Jumlah bank yang bernaung di bawah kelompok Liem Sioe Liong, misalnya -- BCA dan Lippobank -- kian banyak saja. Tambah lagi bank yang didirikan Sudwikatmono. Di samping itu, masih ada bank dari kelompok Astra, Ometraco, Dharmala, yang akan disusul oleh bank dari kelompok Bimantara serta Bakrie & Brothers. Adakah itu cuma karena latah? Jayabank, yang berkantor pusat di Gedung Jaya Jalan Thamrin -- satu atap dengan Jaya Group -- tentu punya misi sendiri. "Kami ingin melayani dari pintu ke pintu," ujar Ciputra, bos Jaya Group yang menjadi komisaris utama Jayabank. Kalau ada yang hendak membangun perkantoran, Jayabank siap menuang dananya. Nasabah boleh mencicil sampai 10 tahun. Bank dari konglomerat 59 perusahaan di bawah atap Jaya Group ini memang mau menggaet, terutama, industri konstruksi. Hal itu seiring dengan perkembangan Jaya Group, yang setelah 28 tahun bergerak di bidang real estate, kini merambah ke bidang konstruksi dan konsultan. Semuanya kait-mengait. Dan, "Sejak tahun lalu, kami menganggap perlu melengkapi rangkaian jasa bidang konstruksi itu dengan bidang financing," ujar Hiskak Secakusuma, Presdir Jayabank. Bahkan sudah sejak 10 tahun silam, banyak klien Jaya bidang konstruksi yang minta dicarikan bantuan dana bagi proyek yang sedang digarapnya. Apakah dana Jayabank mengalir ke anak perusahaan Jaya Group saja? Ciputra nampaknya tak berniat begitu. Namun, andai kata ada anak perusahaan yang membutuhkan uang, memang bisa dibantu. "Tapi harus sesuai dengan batas plafon seperti dalam Pakto," kata Ciputra. Karena modal disetor dalam Jayabank sebesar Rp 11 milyar, maka grup Jaya secara keseluruhan hanya bisa meminjam sekitar Rp 2,5 miIyar. Ini sesuai dengan Pakto. Ini berarti pula, Jaya Group belum bisa melepaskan diri dari bank-bank lain, seperti BPD DKI Jakarta. Apalagi kebutuhan dana Jaya Group tak kurang dari Rp 100 milyar per tahun, sementara omsetnya sekitar Rp 500 milyar. Jayabank berperan sebagai service center, bukan profit center. Pemda DKI Jakarta pun memiliki saham di Jayabank. "Tapi melalui PT Pembangunan Jaya," ucap Ciputra. Perusahaan itu memang menyetor Rp 3,5 milyar, atau 31,82% dari modal disetor. Ciputra turut ambil bagian 13,64%. Soekrisman dan Hiskak Secakusuma masing-masing 9,09%. Lalu teman-teman Ciputra seperti Ismail Sofyan, Budi Brasali (Metropolitan Group) punya saham juga. Anak-anak perusahaan pun kebagian, kendati kecil. Lalu, siapa yang mengurus Jayabank? Menurut Secakusuma, kini sudah ada 40 karyawan di Jayabank, yang sebagian diambil dari kelompok Jaya, misalnya Antonius Ananto, eks Direktur Jaya Fuji Leasing Pratama. Di samping itu, Jayabank juga merekrut, hingga beberapa tenaga profesional -- setingkat direktur dan staf menengah -- tersedot ke situ. "Kami tak membajak. Mereka yang datang sendiri ke Jayabank," ujar Secakusuma. Selain membiayai real estate, Jayabank juga menekuni sektor bisnis eceran. "Di Proyek Senen dan Slipi Jaya, para pedagang yang inin membeli toko bisa kita layani dengan kredit dari Jayabank," kata Seca. Kendati baru pekan lalu dibuka, Jayabank sudah menangani beberapa proyek yang seluruhnya bernilai sekitar Rp 600 juta. Sedangkan uang nasabah yang parkir di Jayabank -- dalam 3 hari setelah diresmikan -- sudah Rp 600 juta. Sampai akhir tahun ini, Jayabank punya target membangun aset Rp 100 milyar lebih. Namun, seperti kata Secakusuma modal disetor juga ditingkatkan menjadi Rp 20 milyar. Dari sini, Jayabank siap mengatur kredit sindikasi.Suhardjo Hs., Bachtiar Abdullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini