Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Akan saya catat itu

Pemerintah semakin memperhatikan bidang perindustrian. sektor ini banyak meraih devisa. terutama rotan dan kayu olahan. produsen mengeluh, sulit mencari bahan baku. perhutani mengekspor sendiri.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKTOR industri semakin menarik perhatian Pemerintah, tampaknya. Tahun ini, hingga awal September, hadir ratusan pabrik baru di berbagai cabang industri. Ya tekstil, logam, mesin, elektronik, sampai industri kimia. Pekan lalu, jumlahnya naik dengan resminya operasi 105 industri kayu olahan, dan 53 pabrik barang rotan iadi. Total, ke 158 pabrik menelan investasi Rp 592,4 milyar. Lumayan. Kendati tak semua industri itu berupa pabrik baru. Kayu olahan, misalnya, sebanyak 68 berupa pabrik baru. Sisanya, 37 perusahaan, adalah perluasan kapasitas. Namun, investasi di sektor ini tetap terbesar, menelan Rp 451,8 milyar. Sementara itu, 53 pabrik rotan jadi meliputi investasi Rp 140,6 milyar. Rotan dan kayu olahanlah yang merupakan komoditi yang dianggap gampang meraih dolar. Bak kata Menteri Perindustrian Hartarto, pada acara peresmian di Kawasan Industri dan Pergudangan Terboyo Megah-Semarang, "Peluang untuk mendirikan industri hilir perkayuan masih sangat luas." Begitu pula dengan rotan jadi. Pada 1985, misalnya, ekspor rotan jadi baru mencapai US$ 11,2 juta. Tapi pada 1988, angka itu melejit 972%, menjadi US$ 120,1 juta. Kenaikan mencolok juga terjadi pada kayu olahan, dari US$ 29,9 juta selama 1985 menjadi US$ 175,2 juta tahun lalu. Alias naik sekitar 485%. Alhasil, tegaknya 158 pabrik baru membuat akan menggaet devisa yang tak sebentar dari sektor ini. Menteri Hartarto memperkirakan, pabrik-pabrik baru yang tersebar di 19 provinsi akan menghasilkan devisa rata-rata US$ 344,57 juta per tahun. Boleh jadi demikian. Itu kalau dilihat dari arus permintaan para importir. Misalnya, yang dialami PT Intrafindo Persada (IP), perusahaan rotan jadi yang berproduksi sejak Agustus lalu. Menurut Erwadi Gunawan, Preskom IP, perusahaannya, yang berkapasitas 1.152 ton setahun, tak lagi mampu melayani pesanan yang datang dari Jepang dan AS. "Kami sudah mengantungi order pesanan untuk pengapalan Desember depan," katanya. Itulah sebabnya, agar tak terlalu sering menolak pesanan, IP merekrut tiga pabrik rotan kecil sebagai subkontraktor. "Tadinya, kami enggan melemparkan order ke perusahaan lain, takut kualitasnya tak terjaga," kata Erwadi. Kabarnya, mebel rotan buatan IP termasuk berkualitas, dengan menggunakan kombinasi bahan baku kayu dan marmer. Tak heran kalau IP berani menargetkan ekspor rata-ratarya US$ 3 juta per tahun, atau sekitar Rp 5,3 milyar. Padahal, untuk pabriknya yang berlokasi di Tangerang itu, IP hanya menanamkan Rp 4 milyar. Pengalaman serupa diungkapkan Donie Ardono Ardanto, GM Sandi Furni. PT patungan Bob Hasan bersama Budi Santoso dari Suara Merdeka, Semarang, sudah ekspor ke AS, Jepang, dan Inggris sejak delapan bulan lalu. "Sasaran ekspor kami US$ 360 ribu sebulan," kata Donie. Dari situ jelas, di sektor rotan tampaknya tak ada masalah. Mulai dari soal bahan baku -- yang disediakan oleh terminalterminal rotan -- hingga pemasaran. Tapi lain lagi yang dialami oleh sektor kayu olahan, yang memproduksi aneka mebel dan bahan bangunan, seperti kusen, boks TV, dan daun jendela. Ketika temu wicara dengan Presiden Soeharto, banyak produsen mengeluh sulitnya mendapat bahan baku. Masalahnya, ternyata, Perhutani (yang menguasai hutan jati milik negara) lebih banyak mengekspor sendiri, ketimbang menjual di dalam negeri. Maka, untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan bahan baku, para produsen kayu olahan mengusulkan, agar Pemerintah membentuk terminal kayu jati, seperti halnya terminal rotan. Adakah usul baik ini akan disambut oleh Pemerintah? Siapa tahu. Tapi Presiden mengatakan, "Akan saya catat itu." Budi Kusumah, Bandelan Amarudin, Heddy Lugito, Priyono B. Sumbogo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus