Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Antara mahal dan miring

Perusahaan perikanan lebih banyak menggunakan kapal asing dibanding buatan lokal. diduga harganya murah. mereka kesulitan pendanaan. PT PAL terima banyak pesanan, terutama setelah membuat kapal pukat.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA kabar selentingan, kapal penangkap ikan buatan Indonesia terlalu mahal harganya. Selain mahal, proses pembuatannya pun lamban. Tak heran bila kapal-kapal penangkap ikan yang menjelajahi perairan Indonesia lebih banyak buatan luar negeri. Namun, hal ini dibantah oleh Suleman Wiriadidjaja, Direktur Teknik PT PAL. "Tidak benar itu," katanya. Menurut dia, kapal impor bleh jadi harganya miring, tapi belum berarti murah. Maklum yang dibeli adalah kapal-kapal bekas yang sudah berusia 8 tahun. Di samping itu, banyak pemilik kapal ikan berbendera asing yang ingin beroperasi di sini, tapi terbentur peraturan. Sebaliknya, banyak juga perusahaan perikanan dalam negeri yang tak punya kapal karena sulit mendapatkan pendanaan bank. Nah, bak botol ketemu tutup, maka kapal berbendera asing tadi tentu tak sulit untuk membina kerja sama dengan perusahaan yang tak punya kapal. Mereka pun kongkalikong. "Jadi, seolah-olah ada kapal impor yang murah harganya," ujar Suleman mengeluh. Kalau dihitung-hitung, kapal impor pasti lebih mahal. Priyo S. Suryono, Direktur PT Young Marien (YM), mengambil contoh kapal ikan tuna dengan bobot 35 ton dan panjang 75 kaki buatan Taiwan, yang harganya sekitar Rp 1 milyar. Kapal ukuran ini, bila dipesan di galangan kapal YM, harganya cuma sekitar Rp 400 juta. "Ini sudah dilengkapi dengan mesin pendingin, jaring mekanik, dan perlengkapan penangkap ikan modern lainnya," ujar Priyo. Bicara soal lambatnya pembuatan kapal, Suleman menjelaskan bahwa untuk pemesanan baru, memang dibutuhkan waktu. Untuk itu, PT PAL, misalnya, harus menyiapkan desain, rancang bangun, dan pengadaan material. Dikatakannya, pembuatan kedua, ketiga, dan seterusnya bisa lebih cepat dari yang pertama. "Karena sudah ada cetakannya," kata Suleman. Sekalipun lebih murah, toh banyak perusahaan perikanan di Indonesia yang tak mampu membeli kapal buatan dalam negeri. Mereka terhadang pendanaan kredit dari bank. "Bunganya bisa mencapai 20 persen. Padahal, di Singapura atau Jepang, bunganya cuma 5-8 persen," tutur Suleman. Sementara belum ada terobosan untuk masalah pengadaan kapal, kini pemerintah malah mengambil ancang-ancang untuk menghentikan impor kapal. Sampai akhir tahun ini, perusahaan perikanan hanya diizinkan mengimpor separuh jumlah kapalnya. Masalahnya, entah kapan bunga kredit bank akan turun. Tapi jika kelak suku bunga kredit itu turun juga, maka yang bersorak adalah 120 galangan kapal milik Indonesia. Apalagi PT PAL sudah kewalahan melayani pesanan, terutama karena sedang membuat kapal pukat berbobot 150 ton pesanan Dirjen Perikanan. Selain itu, PT PAL juga sibuk menyiapkan desain kapal tuna berbobot 300 ton. Tapi masih ada order lain -- yang dalam proses perundingan -- bahwa PT PAL akan melayani pesanan 90 dari 200 kapal ikan berbobot 60 ton, yang dibutuhkan oleh Dirjen Perikanan. Padahal, PT PAL hanya mampu membuat 50 kapal per tahun. Nah, sisa pesanan yang tak bisa dipenuhi tadi, kata Suleman, tentu bakal jatuh ke galangan kapal lainnya di Indonesia. YM, misalnya. Berdiri sejak 1981, perusahaan ini sudah membuat 181 unit kapal, terdiri dari sejumlah kapal penangkap ikan, kapal pesiar, kapal barang, dan kapal survei. Menurut Priyo, kapal-kapal buatannya menggunakan fiberglas. Dengan begitu, tenaga buruh banyak yang terserap, karena teknologinya sederhana dan tak memerlukan investasi tinggi. "Biaya perawatannya pun jauh lebih murah," katanya. Tapi bagaimana meyakinkan pengusaha ikan di Indonesia, agar tak ragu membeli kapal buatan dalam negeri? "Mereka tampaknya masih belum percaya bahwa kita bisa membuat kapal yang kualitasnya sama dengan kapal Taiwan, AS, Inggris, atau Korea Selatan," ujar Priyo.AKS, SP (Jakarta), dan Zed Abidien (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus