MENTERI Kesehatan dr. Suwardjono Surjaningrat merasa prihatin
melihat harga obat yang mahal sekarang. Maka untuk menebusnya,
pemerintah rupanya ingin mempercepat rencananya menggiarkan
kembali pabrik-pabrik obatnya. Bagaimana Menteri melihat dunia
obat sekarang, khususnya yang berkaitan dengan harga yang bisa
dijangkau dompet rakyat, dikemukakan secara panjang lebar kepada
Abdul Muthalib dari TEMPO beberapa petikan:
Harga obat di apotik dianggap terlalu mahal oleh konsumen.
Bagaimana sebenarnya kalkulasi harga obat setelah Kenop-15 itu?
Sebanyak 7.200 merek obat yang berbeda sekarang memang harus
diteliti kembali. Untuk itu sudah ada petunjuk dari Departemen
Perdagangan: agar harga obat-obatan itu dikalkulasikan kembali.
Mulai dari berapa harga ahan bakunya, penyusutannya, harga
emasannya sampai - tingkat labanya. Ternyata dari keseluruhan
itu, kenaikn harga obat berkisar antara 7% sampai 30%. Atau
dipukul rata naik 20%.ah, bagi yang sudah mengajukan kalulasi
baru, tapi menunggu hasilnya, ntuk sementara dibolehkan menaikan
harga rata-rata 20% dari harga pabik, bukan dari harga eceran
tertinggi (HET).
Dari merk yang sekian banyak itu, apa akan disederhanakan?
Tidak ada maksud pemerintah untuk menyederhanakan merek, dalam
arti mengurangi usaha pabrik obat. Mereka tetap dibolehkan jalan
seperti sekarang. Jadi kalau misalnya ada orang yang bersedia
membeli Bodrex per 20 tablet seharga Rp 200, itu terserah. Tapi
kalau saja kita membuat obat influenza itu secara wajar, hargaya
pasti akan jauh lebih murah.
Secara wajar bagaimana, pak?
Dulu dengan obat DVG orang yang flu bisa sembuh. Nah, nanti
dengan menggunakan doos biasa dan pembungkus kertas obat itu
bisa dijual murah. Orang kecil kan tak peduli apakah obat itu
dibungkus kertas atau dibungkus dalam aluminium foil yang impor
dan mahal harganya itu.
Apa pabrik obat pemerintah itu nantinya akan membuat obat-obat
yang murah saja?
Obat-obat yang esensiil, yang sangat pokok. Dan kalau pabrik
obat Manggarai aktif kembali (di mulut Jl. Tambak dengan
terowongan Manggarai, Jakarta -- Red), juga direncanakan membuat
multi-vitamin. Rasanya tak semanis lan sehalus yang dibuat
pabrik-pabrik Altinasional itu. Demikian pula rupanya juga tak
menarik. Tapi selain murah, mutunya tak kalah.
Apakah apotik-apotik itu nantinya diharuskan menjual produk yang
murah itu?
Begini. Di setiap apotik nanti disediakan tabel harga obat yang
murah. Kalau apotik itu tujuannya untuk melayani masarakat, maka
kepada para pembeli mereka tentunya akan menyampaikan: Pak,
kalau tak cukup uangnya, beli saja yang ini. Sama baiknya dengan
obat yang ditulis di resep tapi mahal itu."
Jadi dokter juga perlu diberitahu agar menulis resep yang murah.
Dengan sendirinya. Kebijaksanaan obat murah itu antara lain
bertujuan untuk mendidik dokter dan apoteker memperhatikan
kepentingan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Ada kesan operasi Opstib itu membuat pabrik-pabrik obat takut
untuk berproduksi banyak. Bagaimana itu?
Itu tidak betul. Kalau Opstib tak turun tangan, harga-harga obat
akan naik secara tidak wajar setelah Kenop 15 itu.
Ada anggapan pemerintah seakan ingin menciutkan pintu investasi
pabrik obat yang tadinya terbuka lebar. Apa betul?
Sampai sekarang tetap terbuka. Kalau ada yang mau
menginvestasikan modalnya di sini, boleh saja. Asal memenuhi
ketentuan, asal bertujuan menolong jiwa manusia, akan kita
terima dengan senang hati.
Kabarnya merek obat luar negeri yang dibuat di smi berdasarkan
lisensi itu sudah ditutup sejak 1976. Ya, asal mereka mengajukan
kalkulasi harga baru, dan tidak mahal, mereka boleh jalan terus.
Apa benar dalam hal mengajukan kalkulasi harga itu timbul rasa
waswas dari pihak produsen?
Mereka tampaknya ragu-ragu. Memang kita menyadari kalkuasi harga
itu merupakan rahasia pabrik. Karena itu waktu saya melantik Tim
Peneliti Kalkulasi Harga, sudah saya tekankan agar tak
membocorkan ke luar rahasia itu.
Bagaimana kalau bocor?
Kalau terbukti ada yang membocorkan, akan saya tindak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini