BANYAK perusahaan mengeluh kalau harus terus-terusan membayari
biaya pengobatan para pegawainya. Apalagi bila anak isteri ikut
jadi tanggungan. Semua itu baru mulai terasa sebagai pos yang
menelan banyak duit, setelah apotik-apotik di Indonesia memasang
tarif baru. Kenop-15 lah yang oleh para pemilik apotik dianggap
sebagai biang keladinya. Tapi dengan alasan itu pula harga obat
naik tak kepalang tanggung. Dan tidak seragam.
Kenaikan harga itu berkisar antara 33,3% sampai 50%. Seorang ibu
yang ingin mengambil sebotol obat batuk di apotik MF jadi
tercengang melihat harganya yang dulu Rp 2.550 kini sudh
menjadi Rp 3.350, naik dengan 35%. Tapi di apotik W yang cuma
beberapa ratus langkah dari apotik pertama obat batuk itu lebih
murah Rp 150. Belum juga puas, ibu itu pergi ke apotik lain yang
tanpa AC. Dan selisihnya lumayan: Rp 350.
Perbedaan harga karena persaingan servis tentu masih bisa
dibenarkan. Sekalipun dalam hal apotik para pembeli itu tidak
dihadapkan dengan banyak pilihan. Setidaknya, membeli obat itu
tak sama dengan misalnya membeli sepatu di Pasar Baru. Umumnya
orang toh akan membayar harga yang disodorkan kasir. Tapi kalau
perbedaan harga untuk sebotol obat batuk saja sudah sampai
ratusan, jadi bisa ribuan rupiah selisihnya bila obat yang
diambil itu banyak macamnya, daftar HET yang dikeluarkan
Departemen Perdagangan hanya berlaku sebagai sekedar pegangan.
Akan halnya tingginya harga obat itu tak satupun orang apotik
bersedia untuk menerangkannya. Kalaupun ada, mereka menuding
pabrik obatlah yang menjadi sumbernya "Harga dari pabriknya
sudah mahal," kata seorang pegawai apotik di Jalan Kramat Raya,
Jakarta. Bisa jadi begitu. Apalagi mengingat ramuan bahan mentah
obat dan alat kemasannya yang warna-warni dan menarik itu,
semuanya masih impor. Tapi seorang manajer pemasaran pabrik obat
di Jakarta mengaku pihaknya "cuma bisa menghimbau agar para
apotik tak menjual obatnya terlalu tinggi."
TV Berwarna
Sebagai sesama tukang obat, manajer itu tak ingin menuding
apotik. Sekalipun begitu, dia bisa memberi contoh beda harga
yang rata-rata sampai 50% lebih tinggi di apotik-tertentu di
Kebayoran Baru dibanding dengan yang didekat bioskop Roxy, Jalan
Kiai Tapa, Jakarta. "Selain servisnya cepat, peredaran
obatobatan di apotik Kebayoran itu pesat," katanya. "Jadi saya
selalu mendapat obat yang fresh. "
Persaingan di antara apotik, terutama di Jakarta, tampak kian
seru. Bahkan untuk lebih menarik pembeli, ada yang suka memberi
korting, disertai 'hadiah' gelas, sabun atau Kupon. Ada juga
yang memberi minuman cuma-cuma. Akhir-akhir ini bahkan
disediakan atraksi yang bisa membuat pembeli tak mendengar bila
dipanggil nama atau nomornya: TV berwarna. Maka kalau obatnya
pun jauh lebih mahal dari apotik yang kecilan, mafhumlah orang
kenyamanan itu ada harganya. Dan yang harus mehanggung konsumen
juga.
Kalau benar demikian, apa yang bisa dilakukan pemerintah agar
warganya yang sakit tidak terlalu disakiti kantongnya?
"Mengaktifkan kembali pabrik-pabrik obat pemerintah," kata
Menteri Kesehatan Suwardjono Surjaningrat kepada TEMPO. Dengan
kata lain, "pemerintah ingin membuktikan harga obat itu tak
perlu demikian mahal." (lihat box Wawancara).
Tapi sembari menunggu segarnya kembali pabrik-pabrik obat
pemerintah yang umumnya agak terlantar, baiklah didengar suara
seorang dokter pemerintah di Kudus, yang menulis surat pembaca
di Sinar larapan akhir bulan lalu. Harga obat Antalgin buatan
PN Kimia Farma, menurut dokter di Kudus itu, terbukti lebih
mahal dari buatan pabrik lokal lainnya.
Di kalangan yang mengetahui harga obat, keluaran KF umumnya
dianggap lebih mahal. Untuk jenis tetrasiklin yaitu
bekatetracyn, yang HET-nya Rp 32,90 per kapsul, keluaran KF itu
diketahui 50% lebih tinggi dari keluaran beberapa pabrik
lainnya. Apakah yang buatan pabrik obat milik negara itu lebih
mujarab dari lainnya, mudah-mudahan begitu. Tapi kalau kelak
rencana mengaktifkan kembali pabrik-pabrik obat pemerintah itu
jadi dilaksanakan, semoga saja bisa berfungsi sebagai "pemimpin
harga", seperti diidamkan Menteri dr. Suwardjono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini