Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

UT dan para pemulung

Penampilan ke-7 jenis saham di BEJ,ternyata tak cukup kuat untuk menaikkan suhu indeks harga saham yang sebelumnya tercatat 448.913 atau turun 5.044 dibanding IHS sebelumnya. saham UT naik daun.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIALANG dari PT Makindo dan Bank Eksim Indonesia, Jumat silam, bak macan lapar di bursa Jakarta. Kedua pialang berkode d dan IV tersebut hari itu menyedot hampir semua saham United Tractors (UT) dari kantung-kantung pialang lain. Dalam hanya satu setengah jam, 200.000 lembar saham UT disedotnya. Tak heran jika harga saham UT berkibar. Ketika pasar modal ditutup pukul 11.30 Jumat itu, kurs UT dikunci pada harga RP 16.700. Senin pekan lalu, harga saham anak perusahaan Astra tersebut masih Rp 15.025 selembar. Blue chips? Bisa jadi. Lihat saja, investor asing -- diwakili Makindo dan Bank Eksim -- tak sabar menunggu sampai harga saham UT turun. Ketika saham Bakrie Brothers (BB) dijual dengan RP 16.000-RP 17.000 (dua kali lipat harga pasar perdana), investor asing konon tak mau turun ke bursa. Mereka baru menadah BB ketika para investor bermodal tanggung -- yang oleh para pialang dijuluki investor pemulung-melepas saham BB untuk membeli saham lain. Akibatnya, saham BB turun antara Rp 13.000 dan Rp 9.000. Lain dengan saham UT. Sekalipun harganya pekan lalu masih dikerek dua kali lipat harga pasar perdana (Rp 7.250), investor asing tetap mau beli. Transaksi saham UT yang pindah tangan sebanyak 873.150 lembar, praktis menguasai pasar pekan silam. Kenaikan tertinggi (200 point) terjadi pada Semen Cibinong, yang sertifikatnya terbilang langka. Harganya Senin pekan lalu naik Rp 5.000 menjadi Rp 110.000. Procter & Gamble Indonesia (PGI) juga naik 90 point. Harga saham produsen Vicks itu awal pekan lalu dibuka dengan Rp 72.500. Ketika pasar ditutup hari Jumat, harganya sudah mencapai Rp 74.750. Saham Unilever juga tergolong yahud. Sebanyak 85.385 lembar terjual pekan lalu. Ketika bursa ditutup Jumat, harga sahamnya mencapai Rp 21.750 alias 60 point di atas indeks Jumat sebelumnya. Tapi kenapa saham Panin Bank? Dua pekan lalu, ketika Menteri Keuangan menegaskan bahwa investor asing tak boleh memegang saham bank, harganya tergelincir dari sekitar Rp 16.000 menjadi Rp 11.100. Waktu itu diduga lebih dari 100.000 lembar saham Panin berada di tangan asing. Pekan silam tercatat 140.000 lembar sahamnya berganti pemilik dengan harga yang terus naik hingga Rp 12.450. Saham PT JIH (Hotel Borobudur) juga kukuh. Pekan silam, lebih dari 172.000 lembar saham JIH berganti pemilik, hingga mendorong harga naik 24 point menjadi Rp 13.500. Begitu pula saham PT Delta Jakarta, produsen bir Anker, naik 16 point. Namun, volume transaksi Delta sangat tipis, cuma 892 lembar. Penampilan ke-7 jenis saham itu ternyata tak cukup kuat untuk menaikkan suhu IHS (indeks harga saham), yang Jumat lalu tercatat 448.913, atau turun 5.044 dibandingkan IHS Jumat sebelumnya. Masalahnya, sepanjang pekan silam ada 14 jenis saham dilemparkan dengan harga menukik oleh para pemilik saham di bursa. Penurunan paling terjal terjadi pada saham-saham Ficorinvest dengan 76 point, Good Year 68, Squibb 61, dan Jaya Pari Steel 60 point. Senin lalu, harga Ficor dibuka dengan Rp 19.000. Hari itu pialang dari PT Dheemte Artha Dharma masih bernafsu memborong sehingga harga sempat didongkrak menjadi Rp 19.600. Tapi ternyata saham Ficor terus meluncur ke bawah, lalu esoknya parkir pada Rp 18.400 per lembar. Hari Kamis, Ficor melambai lagi dengan Rp 19.400. Itu karena pialang Jasereh Utama melakukan transaksi tutup sendiri sebanyak 50.000 lembar -- agaknya untuk investor asing. Tapi hari itu juga, saham Ficor anjlok sampai Rp 17.400, mendekati titik paling rendah. Sebabnya, transaksi yang melibatkan tujuh pialang kali ini diduga juga bertindak sebagai pedagang (membeli untuk disimpan sendiri).Max Wangkar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum