Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Utang Merpati Terbang Tinggi

Utang Merpati kepada Pertamina makin menumpuk. Akumulasi bunga dan denda sudah melebihi pokok pinjaman. Pemerintah terus menyuntik modal.

24 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada perdebatan panjang. Rapat umum pemegang saham PT Merpati Nusantara Airlines, Selasa pekan lalu, menyetujui rencana perseroan meminjam dana talangan Rp 561 miliar dari PT Perusahaan Pengelola Aset. Merpati akan memakai pinjaman itu sebagai modal sementara sambil menunggu proses pencairan penyertaan modal negara dalam jumlah yang sama. "Sudah beres," kata Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Achiran Pandu Djajanto kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Dengan adanya surat persetujuan RUPS, dokter penyehatan perusahaan negara itu-pengganti Badan Penyehatan Perbankan Nasional-sekarang bisa segera mengucurkan uang segar kepada Merpati. Duit itu buat memperbaiki arus kas Merpati yang sedang berdarah-darah. "Kami siap mencairkan kapan saja," kata Direktur Utama PPA Boyke Mukijat.

Persetujuan Kementerian BUMN diberikan setelah terjadi insiden embargo pasokan avtur oleh PT Pertamina. Perusahaan minyak dan gas negara itu menghentikan pasokan bahan bakar buat pesawat-pesawat Merpati, Sabtu dinihari dua pekan lalu. Tepat tengah malam Waktu Indonesia Timur, layanan bahan bakar buat Merpati di pos pengisian Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar, mandek. Akibatnya, pesawat Boeing 737-300 dari Jakarta menuju Manado, Timika, dan Merauke "terperangkap" di Makassar.

Pesawat Merpati tak bisa melanjutkan perjalanan karena stok bahan bakar terbatas. Puluhan penumpang diungsikan ke hotel di Makassar. Pasokan avtur buat Merpati di dua pos layanan terbesar lain, di Bandara Juanda, Surabaya, dan Soekarno-Hatta, Jakarta, juga kosong. Sabtu siang dua pekan lalu, manajemen Merpati langsung menggelar jumpa pers. Aksi Pertamina menghentikan pasokan avtur menjadi headline media massa nasional.

Menurut Direktur Utama Merpati Sardjono Jhony Tjitrokusumo, embargo avtur itu buntut dari Merpati menunggak pembayaran utang kepada Pertamina. Selama 27 Agustus-13 Oktober 2011, Merpati menunggak utang senilai Rp 2,7 miliar dan US$ 93 ribu. "Kurang-lebih satu setengah bulan enggak bayar." Pada periode itu, kata dia, Merpati cuma membayar Rp 1,5 miliar karena tidak memiliki banyak uang tunai. Uang hasil penjualan tiket masih berada di daerah, belum terkumpul

Seorang sumber Tempo mengatakan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan sewot. Ia menuduh Merpati mempolitisasi penyetopan suplai avtur. Ketegangan di antara dua perusahaan milik pemerintah itu mereda di Kantor Kementerian BUMN, Sabtu sore dua pekan lalu. Karen dan Sardjono Jhony bersalaman. "Perselisihan biasa, cuma miss communication," ujar Pandu. Sardjono mengklarifikasi. Konferensi pers, katanya, sekadar mengumumkan kepada masyarakat bahwa pelayanan Merpati sedang terganggu. "Tidak ada niat mempolitisasi. Ini murni masalah kebutuhan bahan bakar."

Pertamina sebenarnya telah beberapa kali melayangkan peringatan agar Merpati segera melunasi utang. Bila Merpati tidak membayar, suplai avtur akan dihentikan. Terakhir, Pertamina mengirimkan surat pada 14 Oktober lalu. Pertamina juga mengacu pada minutes of meeting 18 Agustus 2011. Dalam pertemuan di kantor PPA, Jakarta, Pertamina menyatakan khawatir terhadap penumpukan utang berjalan Merpati. Pada hari itu, utang Merpati sudah mencapai Rp 40 miliar, dan akan membengkak jadi Rp 67 miliar pada 5 September. Itu belum termasuk utang masa lalu.

Dalam pertemuan itu, manajemen Merpati membeberkan buruknya kondisi keuangan perseroan. Penyebabnya, pesawat yang beroperasi cuma empat unit jet dan 14 pesawat propeler. Semuanya dalam posisi rugi. Tapi Merpati berkomitmen mengutamakan pembayaran kepada Pertamina. Merpati berjanji akan konsisten menyetor Rp 3 miliar saban hari. Merpati optimistis lantaran akan ada tambahan empat pesawat. Dua di antaranya pesawat bekas Garuda Indonesia Airlines.

Merpati dan PPA mengusulkan penjadwalan pembayaran utang dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, sisa tunggakan utang masa lalu dari pemakaian avtur periode 2006-2007 sebesar Rp 212 miliar akan dicicil selama tujuh tahun. Kedua, utang berjalan atas pemakaian bahan bakar hingga 26 Agustus 2011 senilai Rp 46 miliar akan dibayar dalam jangka waktu dua tahun, dengan cicilan pertama sebesar 10 persen. Ketiga, utang atas penggunaan avtur periode 27 Agustus-4 September akan dibayar tunai pada 5 September. Selanjutnya, pembelian avtur setelah 5 September akan dilakukan secara tunai.

Namun, Sardjono mengingatkan, janji akan dilaksanakan bila PPA dan Merpati meneken perjanjian pinjaman selambat-lambatnya 26 Agustus 2011. Pinjaman itu sebagai dana talangan selama Merpati menunggu pencairan dana penyertaan modal negara sebesar Rp 561 miliar. Nyatanya, hampir dua bulan berlalu, perjanjian belum juga dilakukan.

Insiden penyetopan pasokan avtur pun terjadi. Pertamina mengacu pada minutes of meeting 18 Agustus bahwa pengambilan avtur per 5 September 2011 langsung dibayar tunai. Sebaliknya, Merpati ngotot, ketentuan pembelian tunai belum berlaku karena penandatanganan perjanjian pinjaman dengan PPA molor.

l l l

LIMA tahun lalu, pemerintah memutuskan mempertahankan Merpati. Alasannya, menurut mantan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, peran Merpati sebagai alat transportasi komuter daerah-daerah remote, terutama di Indonesia timur, masih diperlukan. Pemerintah, kata dia, berniat menyehatkan Merpati dan menggabungkannya dengan Garuda Citilink. Pertimbangannya, kedua maskapai punya peran sama sebagai pengumpan (feeder).

Muncullah ide mengkonsolidasi dan merestrukturisasi dua perusahaan yang neracanya merah itu. "Dua kerugian dibundel jadi satu," ujar Jusman. Utang dikonversi menjadi penyertaan modal pemerintah. Lantas dikasih dana segar buat kebutuhan operasional.

Skenario sekarang agak berbeda. Merpati dipertahankan dengan mengoperasikan pesawat baling-baling. Pesawat jenis ini lebih ekonomis menjangkau bandara kecil dengan landasan pendek. Biaya operasinya juga lebih murah karena hemat bahan bakar.

Babak-babak restrukturisasi pun dimulai. Penyertaan modal negara yang pertama, Rp 75 miliar, dikucurkan pada 2006. Tahun berikutnya, cair lagi Rp 450 miliar. Pada 2008, Merpati mendapatkan suntikan dana revitalisasi dari PPA sebesar Rp 610 miliar. Pencairannya dua tahap. Tahap awal Rp 300 miliar. Sisanya, Rp 310 miliar, mestinya mengucur Juli 2010.

Direksi Merpati sempat meminta Kementerian Keuangan meningkatkan suntikan dana agar masalah arus kas beres. Dalam pembahasan di Komite Restrukturisasi, terjadi tarik-ulur menentukan jumlah kebutuhan dana segar antara Merpati dan PPA. Angka suntikan Rp 610 miliar masuk Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi DPR hanya menyetujui dana restrukturisasi dan revitalisasi Merpati di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011 sebesar Rp 561 miliar.

Sardjono mengatakan Merpati akan menggunakan dana itu untuk pengadaan alat-alat produksi, terutama penambahan armada. Sialnya, uang tak kunjung cair lantaran pembahasan peraturan pemerintah sebagai dasar hukum penyertaan modal negara molor. "Baru final pekan lalu di Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Mudah-mudahan dua pekan lagi dana cair," katanya.

Masalah baru muncul. Gara-gara pencairan molor hampir tujuh bulan, kondisi Merpati semakin parah. "Alat produksi turun. Kondisi kas minimum dan tergerus terus," ujar Sardjono. Kesenjangan, kata dia, jadi terlalu lebar. "Saat diajukan, Rp 561 miliar cukup. Sekarang tidak." Walhasil, Merpati sekarang mengajukan lagi tambahan Rp 250 miliar dalam Rancangan APBN 2012.

Merpati membuat target baru. Untuk mencapai skala ekonomis, jumlah pesawat jet harus ditambah dari sembilan menjadi 17. Pesawat baling-baling sudah ada 14. Namun Jusman mengatakan umur Boeing 737-300 milik Merpati rata-rata sudah di atas 15 tahun. Akibatnya, efisiensi bahan bakar tidak optimum alias sangat boros.

Mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil, yang pernah terlibat dalam pengambilan keputusan restrukturisasi, mengatakan dulu diputuskan Merpati berfokus pada pesawat baling-baling. Penggunaan jet akan kalah bersaing dengan penerbangan biaya murah atawa low cost carrier. "Efisiensi pesawat jet juga masih jadi pertanyaan," ujarnya.

Di luar urusan pesawat, Jusman menilai penyakit Merpati sudah akut. Beban bunga dan denda jauh lebih besar ketimbang utang pokok, bahkan aset. Bila pemerintah masih ingin mempertahankan Merpati, utang harus dipotong. Pilihannya, utang itu dikonversi menjadi ekuitas. Kata Jusman, kalau sekadar menyuntikkan modal tanpa mengotak-atik utang, itu sama saja dengan menaburkan garam di laut. Merpati tidak akan bisa terbang tinggi.

Retno Sulistyowati


persentase Laba Operasional dan Laba Bersih

 20062007200820092010
Laba Operasional (Rugi) -16%-11%-9%0%-1%
Pendapatan Bersih (Rugi) -22%-8%-27%1%-6%

Utang Merpati kepada Pertamina

Periode 2006-2007
Utang dalam rupiah dijadwal ulang selama 7 tahun

  • Pokok: Rp 270 miliar
  • Bunga: Rp 207 miliar
  • Denda: Rp 236 miliar
  • Sudah dibayar: Rp 57 miliar
  • Utang dalam dolar: US$ 456 ribu

    Periode sampai 26 Agustus 2011

  • Utang rupiah: Rp 46 miliar dijadwal ulang selama dua tahun
  • Utang dolar: US$ 93 ribu
  • Utang berjalan (per 16 Oktober 2011)
  • Utang rupiah: Rp 8,2 miliar
  • Utang dolar: US$ 121 ribu
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus