Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Voucher di Bisnis Setrum

PLN menyediakan layanan listrik bayar di muka. Peminat sepi karena tarifnya masih mahal.

2 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukan cuma telepon, listrik pun kini bisa dibayar di muka. Layanan gres dari Perusahaan Listrik Negara itu yang membuat I Ketut Wijaya, 37 tahun, sekarang punya kebiasaan baru. Pengusaha furnitur di Jalan Kembang Matahari, Denpasar, Bali, itu rajin mengintip angka-angka meteran listrik yang menempel di dinding depan rumah usahanya.

Angka-angka itu merupakan penunjuk kelangsungan aliran setrum. Bila angka mengecil ke arah nol, apalagi sampai terdengar bunyi tit...tit...tit, berarti daya nyaris ludes. Ketut mesti membeli kartu daya di gerai milik PLN untuk menambah kembali angka-angka tadi sesuai dengan keinginan dan kemampuan isi kantongnya. Di Bali, ia merupakan salah satu pelanggan listrik sistem baru ini yang jumlahnya ditaksir hampir 900 orang.

Layanan ini sebenarnya telah diluncurkan pada April 2005, tapi Ketut baru mencoba sebulan lalu. Kebetulan, Pulau Dewata menjadi daerah uji coba. Daerah lain baru bisa menikmati kemungkinan ini pada pertengahan April atau awal Mei 2007.

Cara menggunakan sistem listrik itu sederhana. Pelanggan tinggal menggesekkan kartu daya, semacam voucher isi ulang pada telepon seluler, di alat meter digital. Secara otomatis daya listrik akan bertambah. Harga kartu daya itu bervariasi dari Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta.

Mulai bulan ini, PLN akan menggunakan sistem token (semacam pulsa elektronik). Pembelian daya tidak lagi menggunakan kartu, tetapi diberi 20 digit nomor identifikasi. Penambahan daya dilakukan dengan memencet tombol angka di meteran sesuai dengan nomor tersebut. Secara otomatis daya akan bertambah.

Alat meter dilengkapi layar display yang menunjukkan kWh yang telah terpakai beserta sisanya. Dipasang pula lampu peringatan. Bila lampu byar-pet secara cepat, artinya kWh yang tersisa sudah menipis.

Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN, Sunggu Aritonang, menjelaskan bahwa layanan baru ini bertujuan memacu masyarakat agar proaktif mengelola sendiri kebutuhan listriknya. PLN juga jadi untung karena jumlah petugas pencatat meter bisa dikurangi. Potensi tunggakan pembayaran dan pencurian listrik pun diharapkan turun.

Perusahaan setrum milik negara itu tiap tahun digerogoti tunggakan yang mencapai Rp 600–700 miliar. Belum lagi pencurian listrik yang angkanya hingga 11,27 persen. Padahal, untuk setiap 1 persen daya yang dicuri, kerugian yang diderita PLN sekitar Rp 600 mi-liar. Kini, dengan konsep pembayaran di muka, PLN justru diharapkan memperoleh Rp 5 triliun atau 7 persen dari pendapatan.

Namun, kendati hampir dua tahun berjalan, peminat sistem voucher masih terbilang sepi. Asisten Deputi Direkto-rat Bidang Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero), Benny Marbun, menyebutkan bahwa konsumen yang tersedot baru sekitar 0,8 persen dari total pelanggan listrik di Bali yang mencapai 700 ribu. Jumlah itu jauh di bawah angka yang semula ditargetkan, yaitu sekitar 500 pelanggan per bulan. Mengapa?

”Tarifnya mahal,” ujar Benny. Untuk program baru ini, PLN mematok harga Rp 900 per kilowatt jam. Bandingkan dengan tarif reguler pemerintah yang maksimal hanya Rp 495 per kilowatt jam (lihat tabel). Itu sebabnya, ke depan Sunggu mengiming-imingi penurunan tarif agar sama dengan tarif reguler. ”Kalau nggak, nggak akan laku,” katanya.

Kendati memudahkan pelanggan, pengamat kelistrikan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, meminta penerapan layanan baru diiringi proses edukasi soal teknis penggunaan dan risiko yang mungkin timbul. Pemasaran daya isi ulang juga harus terbuka dan mudah dijangkau. ”Intinya, kemudahan akses bagi konsumen,” ujarnya.

PLN memang harus menyiapkan infrastruktur secara cermat dan terperinci. Jangan sampai konsumen yang telah bermigrasi ke layanan baru tiba-tiba kesulitan mengisi ulang daya.

Retno Sulistyowati/Rofiqi Hasan (Bali)

Tarif Dasar Listrik (per kWh)

Rumah Tangga Blok I (0-20 kWh): Rp 169-390 Blok II (20-60 kWh): Rp 360-445 Blok III (di atas 60 kWh): Rp 495

Bisnis/Industri Blok I: Rp 254-520 Blok II: Rp 420-545

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus