Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Laris Manis di Pasar Jauh

Kerajinan mendong lebih laku di pasar ekspor. Tetap mencari pasar lokal.

2 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA puluh pasang mata menatap layar putih lebar di gedung Badan Pengembangan Ekspor Nasional pekan lalu. Ada grafik, angka, gambar, dan baris-baris kalimat muncul silih berganti. Semua menjelaskan situasi pasar Amerika Serikat dan Eropa mutakhir, terutama Atlanta, Los Angeles, Washington, Budapest, dan Bukarest. ”Itu pertemuan program misi dagang,” kata Asep Barnas, salah seorang hadirin.

Berbekal informasi dari forum itu, Asep hendak melawat ke kota-kota tadi. Bukan untuk melancong, melainkan menjajakan barang dagangannya: kerajinan anyaman. Ada rupa-rupa model, mulai dari perlengkapan dapur hingga alat kantor, juga pelbagai pajangan. Pekan ini dia sudah siap mengekspor satu kontainer ke Amerika.

Anyaman Asep bukan dari bahan yang umum, seperti rotan atau daun pandan, melainkan dari mendong. Inilah sejenis rumput dengan tinggi rata-rata satu meter, hidup di rawa-rawa, terutama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Barang-barang dari mendong bisa tahan hingga tiga tahun jika tidak terkena air.

Mengapa mendong? Menurut laki-laki asal Rajapolah, Tasikmalaya, itu kerajinan layaknya model pakaian. Satu semester ke belakang, kerajinan anyaman berbahan mendong sedang digemari. ”Dua tahun lalu anyaman enceng gondok yang jadi primadona,” kata Asep, 56 tahun.

Perkara ekspor-mengekspor, Asep sendiri bukan orang baru. Pemilik CV Mendong Craft ini mulai mengekspor hasil kerajinan mendong satu kontainer ke Amerika pada 2000. Permintaan lain datang dari Italia, Jerman, Inggris, dan Jepang.

Yang justru belum dia taklukkan adalah pasar domestik. Dalam beberapa kali pameran, barang dagangannya tak terlalu laku. Asep menduga, mungkin harganya dianggap masih terlalu mahal. ”Kalaupun dijual ke pasar, sifatnya konsinyasi, perputaran uangnya lama, padahal modal kita cekak,” kata Asep.

Pergulatan Asep dengan mendong bermula setelah dia berhenti sebagai tenaga pemasaran sebuah perusahaan swasta pada 1999. Belajarlah dia membuat anyaman dari berbagai bahan, seperti pandan, enceng gondok, pelepah pohon pisang, lidi, dan mendong di Siliwangi Handicraft, Tasikmalaya. Sayang, hanya dalam enam bulan, Siliwangi Handicraft tutup. Asep pun memutuskan berusaha sendiri.

Dengan kapital Rp 15 juta dan lima karyawan, Asep mendirikan CV Mendong Craft. Karena pasar lokal tak tembus, Asep berusaha menghubungi klien Siliwangi Handicraft di luar negeri. Eh, lumayan, satu kontainer berlayar ke Amerika, disusul ke negara-negara lainnya. Jumlah karyawannya meningkat 26 orang, plus 120 buruh lepas jika sedang banyak pesanan.

Setiap bulan omzet CV Mendong mencapai Rp 200 juta. Sempat usahanya surut tahun silam akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, tapi segera bangkit kembali. Kini Asep berpikir tentang cara memasarkan produknya di dalam negeri. Entah mengapa, kerajin-an sulit menembus pasar lokal.

Kelompok Usaha Bersama Flambo-yan dari Pontianak, Kalimantan Barat, yang memproduksi anyaman akar keladi air, misalnya, bernasib serupa. Dari 5.000 produk kerajinan, hanya 1.000 yang diserap pasar Pontianak. Sebagian besar dibawa ke Malaysia. Untuk itulah, Asep dan Rachmindar dari Kelompok Usaha, mengikuti pameran gerabah dan anyaman di Departemen Perindustrian, dua pekan lalu. Pasar yang dibidik adalah hotel, perkantoran, dan restoran.

Muchamad Nafi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus