Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

2 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berseteru Karena Uang

PERSETERUAN antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah kembali mencuat. Kali mereka mempersoalkan kewenangan mencetak uang.

Polemik bermula dari rapat kerja Ibu Menteri dengan Pansus Rancangan Undang-Undang Mata Uang DPR, dua pekan lalu. Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan agar kewenangan mencetak mata uang dikembalikan kepada pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara. ”Mestinya, uang yang berlaku adalah mata uang Republik Indone-sia dan bukan mata uang Bank Indonesia,” kata dia, ”Jadi, yang melekat di mata uang adalah lambang negara Indonesia, bukan lambang BI.”

Kontan saja pernyataan itu menuai reaksi keras dari pi-hak BI. Burhanuddin jelas-jelas menolak ide tersebut. Menurut dia, hak mencetak dan mengedarkan uang harus berada di tangan BI sebagai pemegang otoritas moneter. ”Pemerintah posisinya tetap, BI juga posisinya tetap,” kata dia. ”Apalagi, fungsi mencetak dan mengedarkan uang juga dilakukan di hampir 90 persen negara di dunia.”

Ini bukan perseteruan pertama. Beberapa kali, pemerintah dan bank sentral pernah bersitegang, misalnya soal ratusan triliun duit bank yang disimpan di Sertifikat Bank Indonesia, atau mengenai uang pemerintah sebesar Rp 60 triliun yang menganggur di Bank Indonesia.

Ribuan Investor Tertipu Lagi

Kasus penipuan investasi kembali berulang. Kali ini korbannya adalah ribuan warga Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka tertipu oleh tawaran produk investasi dari PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI), perusahaan yang berafiliasi dengan Sarana Perdana International Pte. Ltd. di Singapura.

Iming-iming bunga yang ditawarkan memang menggiurkan. Misalnya, untuk investasi minimal Rp 100 juta, bunganya dua persen per bulan untuk masa kontrak sebulan. Jika kontraknya se-tahun, investor mendapatkan bunga sampai 3,5 persen per bulan. Kendati perusahaan itu baru berusia dua tahun, mereka mampu menggaet banyak investor dari berbagai kota dengan total investasi yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

Mulai Maret 2007, pembayaran bunga mulai macet. Presiden Direktur SPI, Leo P. Sinaga, bersama Rifa, istrinya, telah kabur dengan memboyong duit nasabah. Saat nasabah mendatangi kantor itu, isinya kosong-melompong. Mereka ramai-ramai melapor ke polisi. Polisi sudah membekukan kantor dan aset-aset SPI. Kepolisian sejumlah daerah sedang berkoordinasi untuk menangkap bos SPI.

RUU Pajak Molor

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pajak batal dilakukan sesuai dengan target, yakni pada akhir Maret. Penyebabnya, Panitia Kerja RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat belum mencapai kesepakatan dengan pemerintah. ”Nanti dilanjutkan setelah reses Mei,” kata Wakil Ketua Panitia Khusus Panitia Kerja RUU Perpajakan, Vera Febyanthy, pekan lalu.

Yang masih mengganjal adalah Pasal 25 ayat 7. Di pasal ini, pemerintah mengusulkan kewajiban pelunasan sebesar 50 persen atas utang pajak ketika wajib pajak mengajukan keberatan. Fraksi Partai Golongan Karya mendukung usulan ini. Namun, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Amanat Nasional menginginkan pelunasan 25 persen dari kewajiban berdasarkan perhitungan aparat pajak.

Perbedaan sikap ini membuat pembahasan mentok, padahal pemerintah berharap RUU ini cepat selesai sebagai bagian dari upaya mendorong masuknya investasi. Menurut anggota Panitia Kerja, Dradjad Wibowo, molornya proses RUU Perpajakan ini lebih baik ketimbang selesai tapi dipaksakan. ”Sebenarnya masih banyak yang bolong-bolong.”

Jutaan Mobil Honda Ditarik

RAKSASA otomotif Jepang, Honda Motor Co., menarik jutaan unit mobil produksinya dari peredaran di berbagai negara untuk memperbaiki kerusakan pada bagian pompa bahan bakar dan power steering. Di Indonesia, penarikan dilakukan PT Honda Prospect Motor, agen tunggal pemegang merek mulai 27 Maret. Mobil yang akan ditarik sebanyak 16.108 unit, meliputi 15.435 unit Honda Jazz, 523 unit Honda Odyssey, dan 150 unit Honda Accord.

Perbaikan pada Honda Jazz dan Accord akan dilakukan pada sekering atau fuse untuk pompa bahan bakar. Sedangkan Honda Odyssey perlu perbaikan pada power steering. ”Baut power steering berpotensi menimbulkan masalah,” kata General Manager Sales & Marketing PT Honda Prospect, Jonfis Fandy, pekan lalu. ”Pada kecepatan tinggi akan terjadi getaran dan itu bisa patah. Jadi, akan diganti dengan yang lebih kuat.”

Mobil yang ditarik adalah Honda Jazz produksi Maret 2005 sampai September 2006, Honda Accord produksi September 2005 sampai Agustus 2006, dan Honda Odyssey produksi Februari 2005 sampai September 2006. Mekanismenya, konsumen bisa langsung menghubungi dealer masing-masing untuk diberikan pelayanan perbaikan gratis. Sebaliknya, pihak dealer juga akan mengirimkan surat ke konsumen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus