Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengupayakan skema kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki hunian. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo mengatakan ada opsi masyarakat dapat memanfaatkan saldo jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan sebagai uang muka rumah untuk mendorong realisasi program 3 juta rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebenarnya kan isunya bagaimana memanfaatkan saldo JHT masyarakat sebagai uang muka,” kata lelaki yang akrab disapa Tiko ini, di sela diskusi Percepatan Penyaluran Program 3 Juta Rumah di Jakarta Pusat, Jumat, 29 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiko mengatakan, pihaknya akan mendorong kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk merealisasikan rencana tersebut. Sehingga, kata dia, masyarakat yang aktif menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak perlu mengeluarkan uang muka saat hendak membeli rumah.
Untuk teknisnya, kata dia, akan ada virtual account yang bisa digunakan Bank Tabungan Negara (BTN) atau bank lainnya untuk menggunakan saldo JHT sebagai uang muka. Saat ini, yang sedang disiapkan adalah memudahkan penempatan dana dari BPJS ke bank. “Kalau diberikan virtual account maka BTN atau bank apa pun bisa menggunakan saldo JHT sebagai uang muka,” kata dia.
Tiko mengatakan, Kementerian BUMN sedang menyiapkan beragam skema untuk mendorong realisasi program 3 juta rumah pemerintahan Prabowo Subianto. Selain opsi memudahkan uang muka dengan saldo JHT, ia juga menyampaikan soal upaya penghimpunan dana bagi BTN sebagai bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi terbesar.
Salah satu upayanya adalah penerbitan obligasi atau surat utang 15 tahun. “Ini kita coba apakah BTN bisa menerbitkan obligasi 15 tahun dan sebagainya sehingga BTN punya pendanaan Rp150 per tahun itu. Enggak mudah tapi kita cari skemanya,” kata Tiko.
Menurutnya, Kementerian BUMN juga mengusulkan agar obligasi itu mendapat jaminan dari pemerintah. Pihaknya akan segera mendiskusikan dan mengkaji skema pembiayaan yang bisa dieksekusi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Pilihan editor: Asosiasi Tekstil Tolak Kenaikan Tarif PPN 12 Persen