Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perencana keuangan Finansia Consulting, Eko Indarto, mengatakan ada beragam pandangan soal generasi milenial terhadap kepemilikan rumah, salah satunya dengan mengambil kredit kepemilikan rumah (KPR). Ada yang memang mementingkan pengalaman sehingga menghabiskan uangnya untuk melakukan perjalanan (travelling), ada pula yang merasa harus memiliki rumah.
"Anggapan orang terhadap properti itu berkembang. Milenial, misalnya, memilih rumah dengan spesifik rumah yang seperti apa, tapi ada juga yang mikir enggak usah punya rumah," ujarnya kepada Tempo, Sabtu, 23 Desember 2017.
Baca: 3 Alasan Utama Generasi Milenial Enggan Membeli Rumah
Kendati begitu, Eko berpendapat rumah merupakan aset pertama yang sebaiknya dimiliki milenial. Dia beralasan rumah merupakan aset produktif yang nilainya terus naik, berwujud, dan dapat dijaga di bawah agunan. "Sebagai awal, asetnya harusnya itu rumah," tuturnya.
Eko pun memiliki sejumlah saran bagi milenial yang ingin memiliki rumah pertama, terutama bagi yang membeli dengan skema cicilan. Pertama, menentukan rumah seperti apa yang diinginkan, lokasi, dan harga. Eko mengatakan hal-hal ini akan berpengaruh terhadap perhitungan mengenai kemampuan membayar, baik uang muka atau down payment (DP) maupun angsuran.
Kedua, mengumpulkan uang muka yang diperlukan. Secara teoritis, 40 persen dari penghasilan harus dikumpulkan untuk keperluan uang muka. "DP mungkin bisa 30 persen plus 10 persen jatah investasi. Jadi 40 persen penghasilan harus dikumpulkan untuk dapat ngejar DP-nya," ucapnya.
Skema ini merupakan perhitungan bagi yang ingin membayar DP sepenuhnya secara langsung. Eko mengatakan skema membayar DP dengan cicilan juga dapat dipilih. "Sebagian besar DP dicicil tanpa bunga. Jadi mau dicicil atau cash enggak masalah," ujar Eko.
Ketiga, memilih bank penyedia kredit kepemilikan rumah. Ada dua opsi yang tersedia, yakni kredit konvensional atau syariah. Menurut Eko, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung mana yang dirasa cocok dengan pembeli.
Eko berujar, hal krusial yang perlu dipertimbangkan dalam memilih perbankan adalah suku bunga. Suku bunga perbankan konvensional relatif bergerak mengikuti kondisi perekonomian, sedangkan perbankan syariah memiliki suku bunga tetap.
Kalau bank konvensional, kata Eko, ketika kondisi ekonomi turun, bunga bisa turun. "(Bank) Syariah enggak bisa turun lagi. Kedua, syariah lebih gampang mengatur keuangan yang dibutuhkan setiap bulan (angsuran), sedangkan yang konvensional akan lebih susah karena jaga-jaga kalau bunga tiba-tiba naik," ucapnya.
Selanjutnya menentukan besaran angsuran dan tenor. Kedua hal itu tentu tak terlepas dari pemilihan DP. Makin besar DP, makin kecil angsuran. Begitu pula jika tenor yang dipilih makin lama.
Namun Eko menyarankan generasi milenial, sebagai pembeli rumah pertama, memilih tenor terlama yang ditawarkan. Hal tersebut demi meringankan besar angsuran yang dibayarkan setiap bulan. "Kalau rumah pertama, ambil yang paling bagus, paling lama tenornya. Yang penting kemampuan mengangsurnya, jangan pikirkan bunganya," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini