Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPANJANG pekan, Patrick S. Walujo membagi kegiatan rutinnya di dua tempat. Tiga hari di Indonesia, tiga hari berikutnya di Singapura. Urusan pekerjaan tak jarang membuat pemilik Northstar Pacific, perusahaan pengelola dana investasi di Indonesia, ini juga mesti bolak-balik terbang ke Hong Kong atau Amerika Serikat.
Jadwal keseharian menantu Theodore Permadi Rachmat, mantan Presiden Direktur PT Astra International, ini pun superpadat. Dalam sehari, lima sampai tujuh rapat terkadang harus dilakoninya. Rapat adakalanya baru berakhir dini hari. Meski begitu, suami Ayu Rachmat ini tetap sumringah. ”Saya senang dengan dunia saya saat ini,” ujarnya enteng.
Kesibukan memang seperti tak pernah ada habisnya bagi salah satu eksekutif papan atas Indonesia ini. Maklum, Patrick adalah pemimpin Northstar Pacific, mitra lokal perusahaan pengelola dana investasi swasta (private equity funds) terbesar di dunia asal Amerika Serikat, Texas Pacific Group.
Northstar didirikannya pada 2003 untuk menangani proyek-proyek investasi Texas Pacific di Tanah Air. Adapun tugas utama pria berusia 32 tahun ini adalah mengelola dana investasi awal sebesar US$ 100 juta (sekitar Rp 900 miliar) yang dikucurkan TPG untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Tugasnya tak mudah. Ia harus mencari perusahaan-perusahaan ber-cash flow baik yang siap dibeli, namun perlu perbaikan kinerja. ”Di sinilah tantangannya,” kata lulusan SMA Kanisius Jakarta ini sambil tersenyum.
Perkenalan Patrick dengan dunia investasi bermula dari masa-masa kuliah pada 1995, ketika ia mengikuti program magang di sebuah perusahaan investasi di Hong Kong. ”Lama-lama saya jatuh cinta pada dunia keuangan,” ujar anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Ia pun kepincut sektor finansial. Putra pengusaha keramik nasional ini lalu memutuskan bergabung dengan salah satu perusahaan jasa keuangan terbesar dunia, Goldman Sachs, sembari kuliah. Setelah lulus pada 2003, Patrick kembali ke Indonesia dan diminta membantu kegiatan Farallon Capital Management (Amerika Serikat) di Singapura.
Di tahun yang sama, ia pun membuka perusahaan konsultan investasi di Jakarta. Patrick lantas mengadu peruntungan dengan membeli tambang minyak Sembakung dan Pilona di Kalimantan, yang saat itu tak banyak dilirik. Karena kinerjanya meningkat, kedua tambang minyak itu pun belakangan diburu investor.
Berbekal pengalaman itulah, pada 2005 Northstar bersama Saratoga Investama Sedaya membeli PT Adaro Indonesia, perusahaan tambang batu bara terbesar kedua di Indonesia yang terletak di Kalimantan Selatan. Namun, kini transaksi pembelian saham perusahaan itu dipersoalkan oleh Raja Garuda Mas Group milik Sukanto Tanoto selaku pemilik lama saham tersebut. Sidang kasus ini hingga kini masih berlangsung di pengadilan Singapura.
Patrick hanyalah salah satu dari sejumlah profesional muda pengelola dana investasi raksasa yang kini tumbuh di negeri ini. Sosok lainnya adalah Sandiaga Salahudin Uno, yang kerap dipercaya para pemodal asing untuk mengelola dana investasinya.
Debutan awalnya dimulai pada 1998, ketika Sandi—begitu ia biasa disapa—mendirikan PT Saratoga Investama Sedaya bersama Edwin Soeryadjaya, pengusaha yang masuk daftar 40 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes Asia dengan kekayaan US$ 230 juta. Sandi, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia sejak 2005, ini pun menjadi pemilik PT Recapital Advisor, perusahaan pengelola dana investasi dan keuangan jangka pendek.
Bersama teman sebangkunya di SMA Pangudi Luhur, Rosan P. Roeslani, yang didapuk sebagai Direktur Utama PT Recapital Advisor, lelaki kelahiran Rumbai, Sumatera Selatan, 38 tahun silam ini berburu perusahaan sakit yang berprospek cerah untuk dibeli. Perusahaan itu disehatkan untuk kemudian dijual kembali. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional dan PT Dipasena Citra Darmaja hanya beberapa contoh perusahaan yang dibeli bapak dua anak ini—meski yang belakangan, Dipasena, akhirnya jadi proyek gagal.
Lewat kelihaian mengukur risiko itulah, peraih gelar master of business administration dari The George Washington University, Amerika Serikat, ini mampu meyakinkan investor asing berkocek tebal untuk berinvestasi. ”Kami katakan, ini bisnis berisiko tinggi dengan untung yang tinggi,” kata putra pasangan Razif Halik Uno dan pakar etiket Rachmini Rachman alias Mien Uno ini. Sukses pun digenggamnya. Saratoga Investama Sedaya masuk 10 besar perusahaan investasi dan keuangan terbaik di Indonesia.
Anak muda lain yang tengah bersinar adalah Tom Lembong. Peraih gelar master ekonomi dari Harvard University, Amerika Serikat, ini adalah pendiri perusahaan konsultan investasi Principia Management Group yang bersinergi dengan perusahaan investasi Quvat Management Pte. Ltd. yang berbasis di Singapura. Quvat kini dijalankan oleh sejumlah bekas pegawai Farallon Capital Management, tempat Tom pernah bekerja.
Prestasi gemilang yang dicetak pria 36 tahun ini adalah mengelola dana investor kakap asal Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, dan Asia di industri sinepleks Tanah Air. Akhir Oktober lalu, bapak dua anak ini sukses menghadirkan Blitz Cinema di Bandung, dan selanjutnya bulan lalu di Grand Indonesia, Jakarta.
Kelahiran Blitz sesungguhnya berawal dari ide Ananda Siregar, putra mantan Gubernur Bank Indonesia Arifin Siregar. Kebetulan Ananda pernah menjadi eksekutif di FarIndo Investment Ltd., pengendali Bank Central Asia yang 90 persen sahamnya dimiliki Farallon.
Sebelum di FarIndo, keduanya juga sama-sama pernah bekerja di Badan Penyehatan Perbankan Nasional—Tom menjabat Kepala Divisi Asset Management Investment saat itu. Berkat terobosan kedua sahabat inilah, era monopoli bioskop 21 pun akhirnya bisa disudahi.
D.A. Candraningrum
Para Jawara Investasi
Saratoga Capital Berdiri: 1998 Pemilik: Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya Sumber dana: Citigroup, Goldman Sachs, The Government of Singapore Investment Corporation Pte. Ltd. (GIC) Investasi:
- PT Mitra Global Telekomunikasi Indonesia (MGTI).
- Agrobisnis, mengembangkan 100 ribu hektare lahan kebun sawit di Indonesia. Ekspansi itu menempatkan Saratoga di jajaran 10 besar perusahaan pengelola kebun sawit nasional.
- Perusahaan di sektor pertambangan, seperti ladang minyak di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.
PT Adaro Indonesia. Kepemilikan 45 persen saham di PT Lintas Marga Sedaya, yang menggarap ruas jalan tol Cikampek-Palimanan bekerja sama dengan Plus Expressway Bhd., anak usaha Khazanah Nasional Bhd. (Malaysia). Pendapatan: Hingga akhir September 2006 sebesar Rp 2,5 triliun. Diperkirakan sampai akhir tahun mencapai Rp 3,2 triliun.
Recapital Advisors Berdiri: 1998 Pemilik: Sandiaga S. Uno dan Rosan P. Roeslani Investasi:
- PT Dipasena Citra Darmaja, tambak udang terbesar di dunia.
- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional.
- Mengambil alih kepemilikan Pizza Hut Indonesia.
- Aquatico Pte. Ltd., sebuah perusahaan berbasis di Singapura yang berminat menjadi investor baru menggantikan posisi Thames Water di Thames PAM Jaya.
Quvat Management Berdiri: 2003 Pendiri: Tom Lembong dan Prada Perdana Investasi: Blitz Cinema, PT Adaro Indonesia
Northstar Pacific Berdiri: 2003 Pemilik: Patrick S. Walujo Sumber Dana: Government of Singapore Investment Corp. Pte. Ltd, Duke University Endowment, Kerry Group (Robert Kuok), Texas Pacific Group (15%), Citigroup dan CIMB (untuk beberapa investasi).
Investasi: Alfa Retailindo, Alfa Mart, LPG di Sumatera Selatan, Ladang minyak di Sumatra Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo