Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia disebut-sebut berupaya mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap minuman yang mengandung pemanis. Caranya dengan menerapkan cukai terhadap minuman tersebut. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan penerapan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Cukai atau pajak tak langsung itu rencananya mulai berlaku pada semester II tahun 2025.
Fokus pada Konsumsi dan Daya Beli Masyarakat
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC, Akbar Harfianto, menjelaskan bahwa kebijakan cukai minuman manis tidak hanya mempertimbangkan penerimaan negara, tetapi juga dampaknya pada daya beli masyarakat. Pasalnya, Akbar menilai perkembangan ekonomi sangat cepat berubahnya. “Pertumbuhan ekonomi kita seperti apa, kondisi inflasi kita seperti apa jadi pertimbangan,” ujar dia di Jakarta Timur, pada Jumat, 10 Januari 2025.
Pemerintah menargetkan penerimaan cukai MBDK dalam APBN 2025 sebesar Rp 3,8 triliun, yang sedikit lebih rendah dibandingkan target tahun sebelumnya sebesar Rp 4,3 triliun. Penurunan target ini dilakukan karena pemerintah ingin fokus pada pengendalian konsumsi gula secara bertahap tanpa mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat.
Belajar dari Pengalaman Negara Lain
Indonesia tidak sendirian dalam menerapkan cukai minuman berpemanis. Banyak negara telah lebih dulu memberlakukan kebijakan serupa untuk mengendalikan konsumsi gula. Dengan pendekatan amati, tiru, dan modifikasi (ATM), Indonesia dapat mempelajari pengalaman negara-negara lain untuk mengembangkan kebijakan yang efektif. Berikut adalah beberapa contoh implementasi kebijakan serupa di dunia:
1. Filipina
Dilansir dari National Library of Medicine, Filipina telah berhasil menerapkan cukai minuman berpemanis sejak Januari 2018, dengan tarif sebesar 6 peso per liter. Hasilnya, konsumsi minuman berpemanis turun secara signifikan. Selain itu, kebijakan ini juga berdampak pada peningkatan pendapatan negara, yang mencapai 41 miliar peso per tahun. Dalam jangka panjang, kebijakan ini diproyeksikan dapat mencegah lebih dari 23.000 kematian akibat penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan stroke.
2. Australia (kampanye edukasi)
Meskipun tingkat obesitas di Australia cukup tinggi, negara ini belum menerapkan cukai khusus untuk minuman manis. Sebagai alternatif, Australia fokus pada survei konsumsi dan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya gula. Survei menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis lebih tinggi pada kelompok pria, usia muda, dan masyarakat dengan pendidikan rendah.
3. Kanada (pembatasan iklan)
Dikutip dari laman Government of Canada, negara pohon maple itu mengambil langkah strategis dengan membatasi iklan makanan dan minuman tidak sehat yang ditargetkan untuk anak-anak. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi makan sehat nasional yang telah diluncurkan sejak 2016. Selain itu, Kanada juga menerapkan pelabelan wajib pada makanan yang mengandung kadar gula, natrium, atau lemak jenuh yang tinggi untuk membantu konsumen membuat pilihan makanan yang lebih sehat.
4. Singapura (melarang peredaran)
Dikutip dari CNN, Singapura mengadopsi pendekatan yang lebih ketat dengan melarang semua iklan minuman berpemanis yang mengandung kadar gula tinggi. Langkah ini merupakan bagian dari kampanye “War on Diabetes” yang dicanangkan pemerintah. Dengan tingkat diabetes yang tinggi, Singapura berupaya untuk mengurangi konsumsi gula dan mempromosikan gaya hidup sehat melalui regulasi yang ketat.
5. Inggris (paksa produsen minuman kurangi gula)
Inggris menerapkan cukai gula pada tahun 2018, yang dikenal sebagai Soft Drinks Industry Levy. Kebijakan ini memaksa produsen untuk mengurangi kadar gula dalam produk mereka atau menghadapi tarif cukai yang lebih tinggi. Hasilnya, banyak produsen minuman yang memilih untuk mengubah formulasi produk mereka guna menghindari tarif tersebut.
Ervana Trikarinaputri turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Coretax Bermasalah, Direktorat Jenderal Pajak Minta Maaf
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini