Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Data IDAI yang dihimpun pada periode 1 Januari-27 September 2023 menyebut kasus kekerasan seksual paling banyak dilaporkan korban berusia remaja atau 13-17 tahun, diikuti kelompok usia 25-44 tahun, dan 6-12 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagikan tujuh saran bagi orang tua demi mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak di lingkungan sekitar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Peran orang tua sangat besar, jadilah pendengar yang baik, usahakan jadi sahabat anak. Cari waktu berkualitas. Sekarang banyak orang tua yang sibuk padahal penting untuk mencari waktu berkualitas. Kadang, waktu banyak namun kurang berkualitas jadi kurang bisa mendukung edukasi yang diberikan pada anak,” kata anggota Satgas Perlindungan Anak PP IDAI Prof. Dr. dr. Meita Dhamayanti, Sp.A(K), dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bentuk kekerasan seksual anak bermacam-macam. Korban dapat mengalami tiga jenis kekerasan berbeda, yakni melalui kekerasan fisik, secara ucapan (verbal) dan nonverbal. Sementara untuk lokasi kejadian ada di rumah, transportasi umum maupun fasilitas publik lain. Pelaku juga datang dari siapa saja, seperti orang tua, tokoh adat, teman sebaya, sampai orang tidak dikenal.
Menurut Meita, kejadian tersebut harus dijadikan kewaspadaan seluruh pihak karena kekerasan seksual merupakan kejahatan yang menyebabkan anak mengalami luka dan trauma yang mendalam sehingga sulit disembuhkan. Butuh keterlibatan lintas sektor dalam penanganannya.
7 langkah cegah kekerasan seksual
Meita pun mengajak orang tua memutus rantai kejadian tersebut dengan melakukan tujuh langkah mencegah kekerasan seksual di mana langkah pertama dapat dimulai dari menciptakan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih. Pada tahap ini orang tua perlu menyediakan lingkungan yang aman dan penuh kasih bagi anak-anak. Tujuannya agar anak merasa dicintai, dihargai, merasa dilindungi, serta membangun harga diri dan kepercayaan diri anak untuk menolak pelecehan.
Langkah kedua, orang tua harus menjalin komunikasi yang terbuka dan jujur dengan anak. Hal ini dapat mendorong anak untuk membicarakan segala kekhawatiran atau masalah yang, termasuk pelecehan seksual. Ketiga, orang tua dapat memberikan pendidikan seks yang sesuai usia anak. Pemberian edukasi harus ditujukan sebagai bentuk berbagi pengetahuan dan membangun keterampilan untuk melindungi diri anak sesuai keperluannya.
“Ajarkan cara mengidentifikasi situasi yang berbahaya, menolak pendekatan pelaku, dan mencari bantuan ketika diperlukan,” sarannya.
Keempat, orang tua perlu menetapkan batasan seksual yang sehat dan penting untuk mendapatkan persetujuan dari anak terlebih dulu. Orang tua juga harus menekankan tidak ada yang berhak menyentuh atau membuat mereka merasa tidak nyaman tanpa izin mereka.
Selanjutnya, orang tua dapat melakukan pemantauan dan mengawasi anak-anak dengan cermat. Terutama di hadapan orang dewasa yang tidak dikenal atau di tempat umum sehingga dapat mencegah situasi di mana pelaku pelecehan dapat memanfaatkan anak-anak.
“Hal penting selanjutnya yang harus kita lakukan sebagai orang tua yaitu mendukung program pelecehan seksual di sekolah dan organisasi berbasis masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan mencegah pelecehan seksual,” ucap Meita.
Ketujuh, mendorong anak untuk selalu sadar akan situasi di area sekitar. Anak harus bisa mempercayai insting dan mencari bantuan ketika diperlukan, dalam hal ini akan melibatkan dan mengajarkan anak cara mengidentifikasi atau menghindari situasi yang tidak aman.