PEKAN-pekan terakhir ini, Kompleks Perwira Angkatan Darat di Kebon Nanas, Jakarta, diserbu "satuan" nyamuk Aedes aegypti. Korban pun jatuh tak terhindarkan. Dua bersaudara yang tak bersedia disebut namanya diserang demam berdarah, sehari setelah tetangga mereka masuk rumah sakit karena penyakit yang sama. Keduanya lalu dirawat di RSPAD Gatot Subroto. Sang adik, yang sampai memuntahkan darah hitam, awal pekan ml baru saJa melampaui masa kritis, setelah mendapat transfusi sebanyak 6 botol. Bahwa sang kakak - 23 tahun - juga dihajar penyakit ganas itu, sungguh tak kurang mengejutkan. Seperti diketahui, demam berdarah biasanya menyerang anak-anak. Musibah serupa juga terjadi di Bandung. Rina, siswi SMAN 17 berusia 16 tahun Januari lalu diserang demam berdarah. Ia menjadi kasus istimewa di RS Rajawali karena sudah sampai koma. Selama 11 hari dalam perawatan, 7 hari ia ditempatkan di ruang gawat darurat. Rina selamat. Tapi dua minggu kemudian, adiknya Dodi berumur 15 tahun kena giliran. Untung, tak sampai kritis. Tentulah keluarga dua anak itu sudah berpengalaman menghadapi gejala demam berdarah. Berbagai kasus yang sangat mendebarkan itu hanyalah sebagian kecil dari musibah demam berdarah yang kini menghantui beberapa daerah. Angka kenaikan, menurut pejabat kesehatan di sana, terlihat sejak akhir tahun lalu. Mulai bulan Januari silam, kenaikan jumlah penderita tampak luar biasa. Pejabat Dinas Kesehatan Daerah Khusus Ibu Kota dr. Zainal Sayat, S.K.M., mengatakan, penderita demam berdarah di DKI tahun lalu mencapai 3.575, dengan 51 penderita meninggal. "Sejak awal tahun ini, kenaikan luar biasa terlihat jelas," demikian Zainal. Selama bulan Januari saja, jumlah penderita di 5 wilayah ibu kota mencapai 999 orang (17 meninggal). Bulan Februari 1.083 (22 meninggal), bulan Maret 1.246 orang. Tapi berkat gerak cepat aparat kesehatan, hanya 10 penderita meninggal. Menurut Zainal, penderita terbanyak - berdasarkan catatan Maret lalu -- ditemukan di Kecamatan Grogol Petamburan, Kecamatan Jatinegara, dan Kecamatan Tambora - ketiganya terletak di wilayah yang berbeda. Korban adalah yang berusia 5-14 tahun (62%) dan 16 tahun ke atas (16%). Naiknya pasien usia remaja dianggap kejanggalan yang perlu mendapat perhatian. Sementara itu, Antara memberitakan, Gubernur Sulawesi Tenggara dan pejabat kesehatan setempat, Jumat pekan lalu, menilai adanya kenaikan serius angka demam berdarah di Kelurahan Sodoha, Kendari. Angka rinci penambahan tak disebutkan, tapi jumlah penderita yang dirawat 39 orang, 8 di antaranya sudah meninggal. Gejala kenaikan yang sama terlihat di Yogyakarta. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan DIY, dr. Soetrisno, menerangkan, akhir tahun lalu sebagai awal kenaikan yang agak luar biasa. Tahun 1987 jumlah penderita 1.687 (57 meninggal), sedangkan tahun 1986 hanya 913 (18 meninggal). Tapi Januari tahun ini, jumlah penderita sudah mencapai 189 (5 meninggal) dan bulan Februari menjadi 221 (10 penderita meninggal). Korban bulan Maret masih ditunggu penghitungannya. Menurut Soetrisno, daerah yang terutama diserang adalah kawasan Kota Madya Yogyakarta. Dari penelitian setempat diketahui, penyebab berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti adalah bak air untuk mandi. Di Jawa Barat, lingkungan yang terutama diserang juga perkotaan. Menurut Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Jawa Barat, penderita demam berdarah di Kota Madya Bandung tahun 1987/1988 ini lebih dari separuh (1.539) angka penderita seluruh Jawa Barat (2.815). Para pejabat Departemen Kesehatan di Jakarta membenarkan bahwa terjadi kenaikan luar biasa pada insidensi demam berdarah, khususnya di Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jambi, dan Riau. "Tapi masih jauh dari kategori epidemi," ujar dr. Thomas Suroso, M.P.H., seorang pejabat Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Permukiman. Menurut Suroso, berdasarkan penilaian statistik, angka demam berdarah biasanya memang naik tinggi lima tahun sekali. Tahun 1983, jumlah penderita demam berdarah juga tergolong besar. Gejala yang dinilai menarik perhatian adalah bergesernya usia penderita dari anak-anak ke usia remaja dan dewasa. Ini gejala baru yang diteliti Departemen Kesehatan. "Sejak tahun 1975 virus penyebab demam berdarah dan nyamuk yang menularkan virus itu diteliti dengan intensif," ujar dr. Suharyono, seorang peneliti Departemen Kesehaun. Penelitian yang tersebar di berbagai daerah itu, menurut Suharyono, sudah membuahkan beberapa teori. "Tapi masih perlu pembuktian," katanya. Dari Surabaya datang kesimpulan menarik. "Di tahun 1968 hanya nyamuk Aedes aegypti yang dikenal men jadi penyebar demaam berdarah, tapi dua tahun terakhir ini kami menemukan nyamuk Albopyts juga menularkan demam berdarah," ujar dr. Eddy Soewandoyo dari seksi penyakit tropis RSU Dr. Soetomo. Cara kedua jenis nyamuk ini menyerang berbeda. Aedes aegypti gentayangan di dalam rumah dan kebanyakan menelan korban di kota-kota, sedangkan Albopytus beroperasi di lahan-lahan pertanian di pedalaman. "Inilah sebabnya mengapa di Jawa Timur angka demam berdarah naik di daerah pedesaan," kata Eddy lagi. Mengapa bisa terjadi perubahan semacam itu? "Nah, ini memang keanehan yang sedang kita cari," jawab Eddy. "Seperti juga pertanyaan mengapa demam berdarah tiba-tiba menyerang orang dewasa." Tak syak lagi, demam berdarah, yang awalnya ditemukan di Filipina tahun 1958 itu, memang masih menyimpan sejumlah misteri. Diah Purnomowati (Jakarta), Heddy Lugito (Yogyakarta), Jenny Suminar (Bandung), Herry Mohamad, Wahyu Muryadi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini