TAK lama setelah seminar AIDS, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengadakan simposium penyakit kelamin. Adakah kaitannya? Ternyata tidak. Para ahli yang tampil dalam simposium Sabtu pekan silam bukan mencemaskan wabah AIDS, yang menyebar lewat kegiatan seks, tapi bicara tentang peningkatan jumlah penderita sifilis. Sekitar lima tahun lalu, pasien penyakit raja singa di RSCM Jakarta hanya 25 - 35 orang setahun. Nah, tiga tahun belakangan jumlahnya melonjak dua kali lipat. Tahun 1982, misalnya, yang berobat ke poliklinik penyakit kelamin RSCM hanya 25 pasien sifilis, sementara penderita gonore (GO) mencapai 347 orang. Dua tahun berikutnya, 1983 dan 1984, penderita sifilis bertambah jadi 35 dan 38. Sebaliknya, penderita GO menurun menjadi 335 dan 333 orang. Selisih angka itu masih tipis, tapi dalam tiga tahun terakhir - 1985-1987 "penderita sifilis menjadi 64, 68, dan 66 orang," kata dr. Sjaiful Fahmi Daili, Kepala Sub-Bagian Penyakit Akibat Hubungan Seks RSGM/FKUI, kepada TEMPO. Sedangkan jmlah penderita GO terus merosot jadi 238, 288, dan 243. Untuk ukuran Indonesia, angka itu tidak bicara banyak, mengingat selama ini yang datang berobat masih sangat terbatas. Umumnya penderita mengobati diri sendiri secara sembrono. Yang pasti, di RSCM jumlah penderita sifilis meningkat, penderita GO berkurang. Mengapa? Sebabnya bisa macam-macam. Siaiful, yang ikut bicara dalam simposium dengan 350-an peserta itu, yakin bahwa ini disebabkan meningkatnya prostitusi, kurangnya penggunaan penisilin secara mencukupi, dan kurang lancarnya program penyuntikan pada WTS. "Mungkin sekali, sekarang banyak dokter dan perawat yang takut menggunakan penisilin, karena khawatir pasiennya alergi, tidak kuat," ujar Sjaiful. Selain itu, program penyuntikan RMT (Regular Mass Treatment) kepada para kupu-kupu malam kurang lancar. "RMT agak terbengkalai, mungkin karena dana yang kurang dan karena WTS-nya bosan disuntik penisilin setiap minggu," kata Sjaiful lagi. Untuk menanggulangi kebosanan ini, sebenarnya ada jalan keluar. Sjaiful dan dua koleganya, masing-masing dr. Sutirto Basuki dan dr. Jubianto Judanarso, telah mengujicobakan penisilin yang disuntikkan sebulan sekali pada para WTS di Jakarta Utara. Kata Sutirto, penyuntikan sebulan sekali dengan Penisilin Benatin 2,4 juta unit lebih efektif ketimbang Penisilin Aluminium Monostearat, yang disuntikkan sepekan sekali. "Hasil yang lebih baik ini diperoleh karena jarak antara dua suntikan lebih lama, sehingga para WTS lebih rajin," ujar Sutirto. Keberhasilan ini sungguh penting dalam rangka menurunkan angka penularan raja singa. Sebab, melalui merekalah biasanya orang terkena sifilis. Sayangnya, meski pada wanita sifilis menimbulkan efek yang lebih besar ketimbang pada lelaki, sering para WTS tetap menghindar disuntik. Ketika petugas datang, misalnya, sang WTS belum menunjukkan gejala sifilis - dan menganggap dirinya sehat - berhubung adanya fase "tidur" alias mengendap dalam perjalanan penyakit berbahaya ini. Perjalanan sifilis dalam tubuh memang panjang dan kronis. Pada 2-4 pekan setelah kontak seksual, kuman Treponema pallidum, penyebab sifilis, akan merajalela di seputar alat kelamin. Biasanya, saat itu timbul sebuah ulkus durum di kelamin penderita. Kelainan di kulit ini berbentuk bulat atau lonjong, dengan tepi rata dan batas yang tegas. Warnanya sering kemerahan seperti daging, dengan permukaan yang bersih. Benjolan kecil ini biasanya tidak sakit, meskipun ditekan. Tapi dalam beberapa tahun belakangan ulkus durum sering disertai rasa sakit, dan jumlahnya tidak lagi hanya satu, sehingga membingungkan dokter. Inilah bentuk sifilis atipikal, yang tidak lagi klasik seperti diajarkan pada mahasiswa kedokteran selama ini. Bukan mustahil, sifilis aneh ini turut pula jadi penyebab meningkatnya angka penderita dalam 3 tahun terakhir. Jenis aneh bahkan muncul pula pada stadium berikutnya, ketika di kulit timbul bercak-bercak kemerahan (rash) yang kemudian berubah-ubah bentuk. Kelainan ini selalu didahului nyeri otot, sakit menelan, lemas, dan panas badan, tapi tak pernah disertai rasa gatal. Yang merepotkan adalah belakangan ini bercak-bercak itu terasa gatal. Menurut Sjaiful, gejala baru ini lagi-lagi mengaburkan diagnosa sifilis. Lalu setelah tahapan itu, bila tak diobati, Treponema semakin gencar, menyerang hampir semua organ tubuh lain, seperti tulang, mata, hati, ginjal, dan jantung. Pada masa "jaya" sifilis - sekitar Perang Dunia II -- sering dijumpai neuro-sifilis, yang merusakkan jaringan otak dan saraf penderita, bertahun-tahun setelah kontak seksual. Pemunculan sifilis jenis baru, menurut Dr. Suharno Josodiwondo, secara teoretis bisa saja terjadi, karena mutasi genetis yang terjadi pada Treponema. Tapi itu pun masih dugaan belaka. "Sejauh ini belum ada publikasi yang menjelaskannya secara ilmiah," ujar Suharno. Sjaiful juga tak menolak kemungkinan mutasi itu, mengingat sulitnya menyelidiki Treponema lewat persemaian. Kemungkinan lain, kata Sjaiful, karena perubahan daya tahan (imunitas) sang penderita dan terjadinya infeksi tambahan (superinfeksi) oleh kuman lain seperti piokokus. Jika benar mutasi itu terjadi, tentu saja kuman yang panjangnya hanya 6-15 mikron ini semakin tahan banting. Setidaknya, ada dua hal yang menyebabkan Treponema bertahan. Pertama, karena ia memiliki kapsul (selubung) mukopolisakharida yang menyebabkannya tahan terhadap serangan antibodi dan sel-sel pertahanan tubuh. Kedua, ia menghasilkan enzim yang mampu menghancurkan bahan dasar sel untuk menghasilkan zat gula. "Gula itu dipakainya untuk pembuatan kapsul pelindung diri," ujar Suharno. Dengan dua senjata itulah Treponema jadi sangat ganas, dan masuk ke tubuh penderita lewat kontak seksual, ciuman, plasenta (ari-ari) ibu kepada janinnya, serta lewat transfusi darah. Untuk menghindari penularan lewat transfusi darah ini, Dr. Masri Rustam dari PMI menyarankan agar tidak memberi darah segar atau plasma darah segar kepada orang lain. "Dengan penyimpanan darah pada suhu 2 sampai 6 derajat Celsius selama 96 jam, atau membekukannya, kuman Treponema akan mati," kata Masri. Syafiq Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini