Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bagi sebagian besar orang tua, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan guru kepada anak adalah hal yang biasa. Terlebih saat anak tidak punya banyak waktu luang atau merasa kesulitan untuk mengisi lembaran soal. Namun, hal ini tidak dibenarkan oleh pengamat pendidikan anak Weilin Han.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mengerjakan PR anak itu termasuk dalam pola pengasuhan yang salah,” katanya dalam acara “Nurturing the Spirit of Entrepreneurship for the 4.0 Generation” di Jakarta pada 26 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Weilin menjelaskan bahwa PR yang diberikan bukan ditujukan untuk penilaian benar atau salah namun soal kreativitas dan daya berpikir anak dalam memecahkan suatu masalah. “Bukan harus benar semua atau gambarnya harus bagus semua. Tapi guru mau melihat bagaimana cara kerja dari akal anak,” jelasnya.
Membuat anak jadi malas dan kurang bertanggung jawab menjadi salah satu dampak dari orang tua yang mengerjakan PR anak. Menurut Weilin, anak mengerti bahwa PR bisa dikerjakan orang tua sehingga ia menjadi tidak peduli akan tanggung jawabnya.
“Padahal ini akan mempengaruhi anak di masa depan. Dia jadi memiliki daya juang yang tinggi dan maunya hanya instan alias tidak mau kerja keras,” tuturnya.
Oleh karena itu, Weilin pun mengingatkan agar orang tua tidak lagi ikut campur dalam PR anak. “Membantu tidak apa-apa karena tujuannya mengarahkan, tapi bukan mengambil alih dan mengerjakan semua,” katanya.