Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anak berkebutuhan khusus sering dianggap berbeda dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Bahkan, individu yang terdekat dengan mereka alias orang tua kadang-kadang memperlakukan anak-anak tersebut dengan cara yang berbeda.
Baca: Cara Mengajarkan Matematika kepada Anak Berkebutuhan Khusus
Psikolog Ratih Ibrahim mengatakan, anak berkebutuhan khusus ingin dianggap sebagai anak yang normal. Namun, masyarakat umumnya memberi label anak berkebutuhan khusus dengan sebutan anak istimewa.
“Sebenarnya tujuan diberi nama istimewa karena ingin menghapus stigma anak berkebutuhan khusus. Sayangnya, mereka tidak suka dengan hal itu,” kata Ratih dalam diskusi buku yang berjudul Wonder karya R. J. Palacio yang dilangsungkan oleh Personal Growth dan toko buku Kinokuniya di Plaza Senayan, sabtu, 16 Februari 2019.
Ratih menambahkan, sebutan itu justru semakin menonjolkan sikap yang haus akan rasa dikasihani. “Julukan anak istimewa ini justru membuat mereka merasa helpless. Maka dari itu, mereka lebih ingin untuk dianggap anak biasa saja. Menurut mereka, ini sudah cukup sebagai bentuk dukungan,” katanya.
Dalam buku Wonder juga disebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus tidak menyukai sikap orang tua yang terlalu protektif terhadap mereka. Itu membuat anak berkebutuhan khusus justru merasa lebih terkekang dan tidak bebas.
“Karena dianggap berbeda, mereka dijaga terus. Padahal mereka juga ingin memiliki kebebasan,” kata Ratih.
Baca: 5 Cara Mencegah Bullying Kepada Anak Berkebutuhan Khusus
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini