SUDAH bisa diduga keterangan Dr Iwan Budiarso tentang vetsin
atau Monosodium Glutamate (MSG) di TVRI awal April berakibat
panjang. Pertengahan Mei kalangan produsen bumbu masak mengeluh
produksinya jatuh sampai 20% gara-gara kata-kata Iwan bahwa
Vetsin bisa merusak saraf. Seberapa benarnya keluhan begitu
masih harus mereka buktikan. Tapi nampaknya Departemen Kesehatan
yang bertanggungjawab terhadap pengawasan penyedap masakan itu
tak terpengaruh.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR-RI tanggal 25 Mei,
Menteri Kesehatan dr. Suwardjono Suryaningrat menyatakan vetsin
tetap "termasuk bahan makanan yang diizinkan untuk digunakan
dalam makanan dengan batas penggunaan 120 mg per kg berat badan.
Kecuali untuk makanan bayi di bawah umur 12 minggu." Ini katanya
"sesuai dengan rekomendasi badan kesehatan dunia (WH0) dan badan
pangan dunia (FAO).
Iwan Budiarso, 48 tahun, Doktor dalam bidang toksikologi dan
patologi kelahiran Klaten itu tidak memperdebatkan Nilai Ambang
Keamanan (Safety Level) yang sudah dipatok oleh WH0/FAO. Tapi
dia cemas betul melihat kecenderungan pemakaian vetsin yang
berlebihan sekarang ini. "Terutama untuk bayi," kata dosen dan
peneliti di Bagian Patologi, FK Universitas Tarumanegara,
Jakarta itu.
Terangsang
Menurut ceritanya sejak 1973 dia mulai terangsang untuk
melakukan penelitian. Sasarannya terutama sekolah-sekolah. Ia
ingin mengetahui berapa banyak penjaja bakso biasanya memberikan
vetsin. Tiap kali pedagang bakso hendak menuangkan bumbu masak
katanya, langsung dia tahan. Dan jumlah vetsin itu dia bungkus.
"Dari penelitian itu saya tahu bahwa pemberian vetsin bervariasi
antara 400 mg sampai 600 mg sekali makan," katanya. Lantas dia
mengambil takaran terendah 400 mg sebagai Nilai Ambang Batas
(Safety Margin ).
Dia perhitungkan dengan rekomendasi WHO/FAO yang 120 mg untuk
setiap kg berat badan buat orang dewasa dengan berat rata-rata
50 kg, maka ambang batasnya masih cukup longgar yaitu 5 kali.
Tapi buat bayi umur 1 tahun dengan berat badan 10 kg makaambang
batasnya hanya 1. "Itu berarti jika kita membubuhi lebih dari
400 mg sekali makan, maka bayi tersebut bisa dikatakan telah
memperoleh dosis berlebih dan bisa keracunan," katanya.
Menurut sebuah penelitian, ulas Iwan, vetsin yang berlebihan
bisa mengakibatkan berkurangnya sel-sel otak sebanyak 10 - 20%.
Yaitu sel-sel otak muda yang hendak tumbuh. Seperti diketahui,
katanya, pada bayi 50% otak telah terbentuk, sedangkan sisanya
berkembang kemudian. "Nah pada bagian-bagian yang mau berkembang
itulah vetsin menghambat pertumbuhan," ulasnya. Sejak 1970
Amerika Serikat melarang penggunaan vetsin dalam makanan bayi.
Cendol Vetsin
Ketika berkeliling di Jawa dan Bali, Iwan Budiarso sering
menjumpai pemakaian vetsin dengan takaran yang melonjak.
Dulu takaran yang dipakai adalah sendok kecil sebesar korek
kuping, sekarang yang dipakai terkadang sendok makan yang berisi
7000 mg. Sedang makanan bervetsin menjadi-jadi. "Saya pernah
lihat orang jual dawet (cendol), lho, santannya pakai vetsin.
Pisang goreng, tepungnya dikasih vetsin juga," katanya.
Tak jelas sejak kapan bumbu masak mulai dipakai peradaban
manusia. Sedangkan bahan bakunya berubah terus. Sampai 1920
bahan bakunya ganggang laut. Kemudian setelah 1960 dibuat dari
gandum dan kedelai. Sejak 1965 sampai sekarang yang banyak
dipakai adalah gula tetes atau molasse. Terakhir di Jepang bahan
bakunya diambil dari sisa minyak bumi (Normal Paraffin). Vetsin
berjasa besar dalam Perang Dunia II ketika tentara sekutu
kekurangan bahan makanan, seperti daging dan sayur. Hanya berkat
vetsin tentara waktu itu bisa tetap makan lahap.
Akibat sampingnya baru dilaporkan tahun 1968 oleh Dr. Ho Man
Kwok dengan ditemukannya gejala-gejala penyakit yang kemudian
dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome. Gejala penyakit itu
mulai kira-kira 15 - 30 menit setelah orang makan makanan di
restoran Cina yang memang banyak menggunakan vetsin.
Penderita merasa bibir, leher, punggung dan lengan menjadi
semutan. Lalu disusul dengan perasaan panas pada bagian tubuh
bagian atas. Berkeringat, kepala pusing dan mual-mual. Pada
orang yang peka sekali terkadang gejala penyakit tadi dibarengi
dengan sesak napas dan nyeri di bagian dada. Persis seperti kena
serangan jantung.
Setelah laporan mengenai "gejala penyakit restoran Cina"
tersebut para ahli ramai meneliti efek samping MSG terhadap
binatang dan manusia. Binatang yang jadi percobaan di berbagai
negara meliputi kera, kelinci dan tikus. Sedangkan kerusakan
yang diakibatkannya sebagian besar adalah pada sel-sel saraf. Di
samping itu ada juga yang membuktikan rusaknya tulang punggURg,
mandul dan mengakibatkan kegemukan .
Iwan Budiarso mengembangkan ke penelitian terhadap anak ayam dan
bebek. Dia menemukan perdarahan pada ouk dan hati, pengapuran
pada jantung dan sendi-sendi lutut, malahan ada yang cacad.
Tetapi para produsen vetsin keberatan terhadap penelitiannya
karena dosis yang digunakan dianggap terlalu tinggi.
Apakah efek samping yang dilihat Dr Iwan pada binatang itu akan
terjadi juga pada manusia? Seorang pengusaha vetsin menampiknya
dengan mengatakan makanan apa saja kalau terlalu banyak akan
menimbulkan efek samping. "Memang interpolasinya terhadap
manusia haruslah hati-hati. Kenyataannya memang belum ada
bukti-bukti efek samping dari vetsin. Tapi kalau percobaan
terhadap binatang menunjukkannya, kita sepantasnya harus
waspada," kata Iwan Darmansjah, Kepala bagian Farmakologi FKUI,
yang punya reputasi di konperensi-konperensi internasional
termasuk di WH0 mengenai efek samping obat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini