PERCAYALAH: tanah kritis Daerah Aliran Sungai (DAS) Rokan di
Kabupaten Kampar, Riau, terbentang seluas 50.000 hektar. Angka
ini diperoleh dari Dinas Kehutanan di provinsi yang kaya minyak
itu. Berangkat dari keadaan yang rawan seperti itu, Pemda
mencantumkan rencana penghijauan, reboisasi, dalam anggaran
1979-1980. Hasilnya Belum jelas. Tapi akhir Mei lalu, Gubernur
Riau Imam Munandar menerima laporan Dinas Kehutanan: daerah yang
semestinya telah hijau itu terbakar.
Laporan itu disampaikan sangat terlambat. Kebakaran itu, menurut
keterangan tertulis dari W.A, Harrison dari Kontraktor
Geophysical Service Inc., pertama kali terjadi 17 April
berselang. Dan sesudah itu masih terjadi dua kebakaran lagi
berturut-turut pada 19 dan 27 April.
Gubernur segera membentuk sebuah tim khusus diketuai Siswoyo
dari Direktorat Sosial Politik dibantu Dinas Kehutanan, Polri
dan Pertamina. Sudah dua hari tim terjun ke lapangan mencari
sebab-musabab kebakaran, Tapi Drs. Rusydi S. Abrus, Humas Kantor
Gubernur, tidak bersedia memberi keterangan apa pun. "Tim masih
bekerja kok," ujarnya mengelak.
Sementara keterangan resmi belum kunjung diumumkan, pelbagai
kabar burung bersimpang-siur di luaran, Drs. Bintang Siahaan,
Kepala Bidang Pembinaan Kehutanan Dinas Kehutanan Riau
menyatakan, api diduga berasal dari puntung rokok atau dapur
milik para buruh kontraktor minyak Conoco, yang kebetulan sedang
melakukan pencarian minyak di sekitar hutan reboisasi tersebut.
Tapi Agus Diapari, Humas Pertamina di Dumai, meragukan
keterangan Bintang. Alasannya sederhana: lokasi pencarian minyak
Conoco berada sekitar 1 km dari areal reboisasi. Sedangkan
laporan Harrison ada menyebut-nyebut tentang gumpalan asap yang
di saat-saat cuaca cerah terlihat di beberapa tempat. Gumpalan
asap itu ditandainya berasal dari tanah yag sedang digarap
penduduk setempat. Dia juga tak lupa menyebut-nyebut tentang
penduduk yang kurang hati-hati -- membuang puntung di sembarang
tempat, misalnya.
Soal puntung tidak berakhir di situ. Sebuah sumber yang
kebetulan ikut dalam tim tegas-tegas membantah. "Puntung rokok
tak mungkin bisa membakar lalang yang masih basah oleh embun.
Bukankah kawasan itu terbakar ketika hari masih pagi?" tuturnya
setengah bertanya.
Dalam pada itu di kalangan tertentu di Pakanbaru ramai
diperbincangkan kemungkinan bahwa hutan reboisasi telah dibakar
dengan sengaja. Mengapa Untuk menutupi kegagalan proyek
penghijauan yang sejak lama mengalami kemacetan. Memang, proyek
itu tersendat-sendat selama hampir dua tahun, karena beberapa
sebab. Disebutkan antara lain Knop-15, juga upah tanam Rp 500
per HOK, yang dikatakan terlalu rendah hingga tidak ada orang
yang mau mengerjakannya.
Di samping itu, dana yang terpakai baru Rp 30 juta, sedangkan
dana untuk bibit dinyatakan habis. Adalah Dinas Kehutanan
sendiri yang bertanggungjawab penuh atas usaha penghijauan
tersebut --karena jawatan ini juga yang merangkap sebagai
pimpinan proyek.
Ketika tim turun ke lapangan, yang terletak dalam jarak 300 km
dari Pakanbaru, bekas-bekas kebakaran sudah tertutup batang
ilalang yang dalam waktu singkat tumbuh kembali dan meninggi.
Ada dugaan bahwa 500.000 batang pohon terdiri dari akasia,
mahoni dan pinus punah dijilat api dan kerugian seluruhnya
ditaksir Rp 50 juta. Tapi begitupun masih ada satu pertanyaan:
apakah benar pohon-pohon itu pernah tumbuh di areal kebakaran
itu?
Berdasarkan laporan yang masuk ke Kantor Gubernur, sampai
September 1980, ternyata belum ada sebatang pohon pun yang
ditanam. Sedangkan di tahun sebelumnya pada bulan yang sama baru
selama 3 bulan ilalang sempat digarap. Tapi Dinas Kehutanan
melaporkan, di kawasan hutan yang terbakar sudah tumbuh
pepohonan berumur 812 bulan. Laporan siapa yang benar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini