Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

LBH, komersial & berpolitik ?

Lbh dikritik menpen ali moertopo dianggap tidak semurni dulu, arah tujuan lbh sudah banyak berubah. lebih mengutamakan tujuan komersil dan ambisi politik. (hk)

6 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI antara berbagai kritik, dalam perjalanan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) selama 10 tahun ini, kecaman terkeras tiba-tiba datang dari Menteri Penerangan Ali Moertopo: LBH tidak semurni dulu --ketika ia, sebagai salah seorang pimpinan Golkar, menyumbang sepeda motor kepada lembaga tersebut. Arah tujuan LBH, katanya, sudah banyak berubah: kini lebih mengutamakan tujuan komersial dan ambisi politik daripada membela rakyat yang buta hukum. Karena itu, kata Menpen kepada peserta rapat kerja LPPH (Lembaga Pelayanan, dan Penyuluhan Hukum) di aula Deppen akhir bulan lalu, Golkar merasa perlu mendirikan lembaga serupa LBH. Mula-mula -- sekitar dua tahun lalu-Golkar mendirikan YPH (Yayasan Pemerataan Hukum). Yayasan ini kemudian melahirkan LPPH. Semuanya itu, menurut Menpen lagi, tak lain "sebagai reaksi terhadap kenyataan penyalahgunaan lembaga bantuan hukum yang sudah ada." LBH berpolitik? Adnan Buyung Nasution, bekas Direktur LBH yang kini duduk sebagai Ketua Yayasan LBH Indonesia (pusat LBH-LBH Peradin), menjawab: "LBH tidak takut berpolitik-karena hal itu merupakan hak yang sah dan dijamin UUD '45." Berbagai sikap dan tindakan LBH, berkenaan dengan missinya sebagai "lembaga perjuangan", menurut Buyung Nasution, memang tak bisa dilepaskan dari urusan politik. Sebab LBH memang tidak membatasi diri hanya semata-mata pada pelayanan hukum tradisional di muka pengadilan. Melainkan, ujar Buyung, menyadarkan rakyat akan hak-haknya, Bahkan melakukan pembelaan di pengadilan pun, bila sudah berurusan dengan perkara mahasiswa atau rakyat kecil yang tergusur dari rumahnya, sulit bagi LBH mengelak dari tuduhan berpolitik. "Apakah membela rakyat yang dalam keterbelakangan, keterasingan dan kebisuan akibat sistem yang tidak ramah, sudah merupakan pengkhianatan ... ?" tanya Buyung. Buyung meyakinkan, "sampai saat ini LBH masih tetap setia dan tidak beranjak 1 cm pun dari cita-cita dan konsep dasar semula." Juga, katanya, LBH tetap tidak memungut sepeser pun dari klien yang memerlukan bantuan. Perongkosan kantor dan gaji para pembela umum, katanya, sebagian diperoleh dari bantuan Pemda DKI. Selebihnya ditutup para donatur. Belakangan LBH memang ada memungut semacam sumbangan sukarela dari kliennya. Besarnya berkisar Rp 500 s/d 1000. Tapi, yang datang hanya dengan Rp 100, atau tak membawa uang sama sekali belum ada yang ditolak, Yayasan LBH Indonesia, menurut Buyung, mengkhawatirkan pernyataan dan tuduhan Menpen Ali Murtopo hanya berdasarkan laporan yang keliru atau dari yang sengaja hendak menghancurkan reputasi LBH. Sebab menurut Ketua LPPH sendiri, Albert Hasibuan, lembaga tersebut didirikan bukan untuk menjawab apa yang disebut "penyalahgunaan LBH" seperti dikatakan Ali Murtopo. Albert yang turut mendirikan LBH, berpendapat LPPH yang dipimpinnya bertujuan sama dengan LBH, antara lain untuk "membantu rakyat di bidang hukum. " Apa yang dikatakan Menpen, menurut Albert, tentu ada dasarnya. Apa? Albert tidak tahu. Yang diketahuinya, "LBH jelas sudah berkarya dan berakar di masyarakat" -- itu saja katanya. Sedangkan LPPH-Golkar, katanya, beranggotakan para anggota DPR dan MPR dari Golkar. Dan dibentuk untuk menampung para pencari keadilan yang belakangan berdatangan ke gedung DPR. Salah seorang sekretaris LPPH, R.0. Tambunan, juga membenarkan Albert - LPPH bukan untuk menandingi LBH. Bahkan Ketua Pusbadhi (juga organisasi yang melayani bantuan hukum secara prodeo) ini, menilai apa yang dilakukan LBH benar adanya. Sebab, kata Tambunan lagi, "masalah kehidupan hukum di sini memang tidak terlepas dari politik." Namun, lanjut Tambunan, "seorang pembela jangan dianggap selalu mempunyai pandangan politik yang sama dengan yang dibelanya," Itu himbauan Tambunan, anggota MPR-RI dari Golkar. Tambunan juga tak pernah menilai Buyung atau lainnya mengkomersialkari LBH. Bahwa lembaga bantuan hukum seperti LBH, Pusbadhi atau lainnya harus mencari dana, kata Tambunan, itu wajar saja. Malah Tambunan yakin, kan tung pribadi Buyung pasti ikut terkuras untuk membiayai LBH, seperti halnya yang dilakukannya terhadap Pusbadhi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus