OBAT sebenarnya juga bisa dianggap racun. Anggapan ini mungkin saja berlebihan. Namun, obat tak hanya bisa mengikis penyakit, tapi juga dapat memunculkan dampak samping yang merugikan. Itu sebabnya dosis obat tak bisa ditentukan sembarangan. Bila memang dosis kecil cukup menghantam penyakit, obat tak perlu dikonsumsi dalam dosis tinggi. Ini berlaku pula untuk aspirin, obat pereda sakit yang sudah dipakai lebih dari 100 tahun.
Aspirin yang berbahan aktif salisilat itu selama ini banyak dipergunakan untuk pereda sakit kepala. Belakangan, zat aktif yang diambil dari pohon willow bark yang semula secara tradisional dipergunakan orang Yunani untuk meredakan sakit itu juga diresepkan dokter untuk mencegah stroke, serangan jantung, dan kanker usus besar. Ternyata, dosis aspirin untuk mencegah stroke tak perlu setinggi sekarang, 500 hingga 1.000 miligram setiap hari. Efek yang sama bisa diperoleh cukup hanya dengan 80-325 miligram sehari. Karena itu, dosis pemakaian aspirin untuk mencegah sebaiknya diturunkan. Selain keefektifannya tak berkurang, dosis rendah menjanjikan keamanan mengingat ada banyak orang yang lambungnya tak tahan menerima aspirin.
Itulah rekomendasi American College of Chest Physicians yang diliris Healthscout, Selasa pekan lalu. Rekomendasi itu disimpulkan dari banyak studi yang luas tentang aspirin. Sebagian studi memperlihatkan, dosis rendah, medium, ataupun tinggi mampu mengurangi stroke rata-rata 13-15 persen. Aspirin efektif mencegah stroke karena obat yang di AS dikonsumsi sebanyak 80 miliar per tahun ini mampu mengurangi gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran darah ke otak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini