Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Awas herpes jangan gelisah

Dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar pada fkui, prof.dr. suria djuanda, ahli penyakit kulit dan kelamin, mengemukakan angka-angka herpes di beberapa kota di indonesia.(ksh)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HERPES, penyakit yang dianggap sebagai hasil sampingan dari kebebasan seks yang melanda Amerika, ternyata juga ditemukan di Indonesia. Dari 1.796 penderita penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Semarang antara tahun 1979-1980, sebanyak 79 di antaranya (4,4%) menderita herpes genitalis. Yaitu penyakit dengan gejala bentolan-bentolan berisi cairan yang muncul di alat kelamin. Di Surabaya persentase penyakit itu malahan mencapai 7% (381 dari 5.548). Kota Ujungpandang tercatat paling rendah, yaitu 1% (11 dari 1.078). Angka-angka itu dikemukakan ahli penyakit kulit dan kelamin Prof. Dr. Suria Djuanda dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran UI, 11 Desember yang lalu. Menurut dia penyakit ini relatif masih baru. Muncul di Eropa dan Amerika lebih kurang 14 tahun yang lalu. Katanya hampir semua orang, tidak peduli ras dan tempat kelahirannya, menyimpan virus penyakit itu di dalam tubuh mereka. Cuma katanya, virus penyakit itu "tertidur" saja di dalam tubuh. Tetapi begitu dia terdesak karena seseorang menderita tekanan mental, terlalu lelah, terserang penyakit karena infeksi atau gesekan, misalnya ketika bersenggama, maka penyakit demam dengan bentolan berisi cairan ini pun akan tampil. Penyakit ini baru menyerang belasan tahun belakangan ini, menurut Suria Djuanda, "mungkin karena orang zaman sekarang jauh lebih gelisah daripada orang zaman dulu." Dia tidak beranggapan penyakit ini sebagai "barang kiriman" dari Eropa atau Amerika dan masuk ke- Indonesia melalui pergaulan seks yang bebas. "Banyak penderita mendapatkan penyakit ini bukan karena penularan, tetapi karena tekanan mental," ucapnya. Di samping yang menyerang alat kelamin, ada pula jenis herpes tipe lain yang muncul di mulut, hidung ataupun telinga. Sebagai seorang spesialis penyakit kulit dan kelamin yang beken, Suria Djuanda, 60 tahun, pernah menemukan penderita, seorang gadis berusia 18 tahun. "Disangka ketularan sifilis. Ternyata dia masih gadis. Masa bisa kena sifilis," ceritanya. Dia tak menyebutkan gadis itu kena herpes karena tekanan mental. Cuma dikatakannya, banyak di antara pasien herpes yang diobati, memperoleh pengobatan tambahan pula dari seorang psikiater. Orang awam bisa terkecoh dengan bentolan berisi air yang muncul di alat kelamin. Meskipun katanya, herpes sebenarnya bukan penyakit kelamin -tapi penyakit kulit. Saking takutnya mungkin mereka akan menghantamnya dengan penisilin. Tentu saja tak berguna. Karena herpes tak bisa diusir dengan obat ini. "Kalau penisilin tidak menyembuhkan luka herpes itu, tebakan kedua, biasanya kanker," ulas Suria Djuanda. Hasil penelitian yang dilakukannya pada tahun 1976, menunjukkan penyakit ini tidak sepenuhnya tak bisa diatasi. Dengan menggunakan obat Lupidon G, penyakit ini kelihatannya bisa disembuhkan, sekalipun tidak 100%. Sebanyak 16 penderita (35%) dari 46 kasus herpes genitalis (kemaluan) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, sembuh dengan baik. Artinya penyakit yang sering kambuh kembali ini, masa serangannya tambah jauh jaraknya. Dua puluh empat orang (52%) lumayan hasilnya. Maksudnya kalau pun kambuh tidak separah atau selama serangan terdahulu. Hanya 6 kasus (13%) yang tidak menunjukkan manfaat. "Sebagian besar dari pasien yang tidak bisa disembuhkan itu tergolong orang yang sering cemas." Herpes sendiri merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Sekitar 10% dari wanita yang terserang, akan menderita kanker mulut rahim, kalau tidak segera diatasi sedini mungkin. Dan mereka dihantui kecemasan terhadap kandungan mereka. Kalau seorang penderita herpes mau memperoleh keturunan harus melakukan pemeriksaan rahim secara rutin. Di Amerika Serikat, begitu diketahui seorang ibu sedang mengandung dan tercemar virus herpes, tak ada jalan lain, jabang bayinya harus diselamatkan dengan operasi Caesar. Supaya si orok tidak kejangkitan herpes. Sekalipun begitu di negara itu saban tahun diperkirakan 1.000 anak lahir tercemar herpes. Virus penyakit herpes ini begitu cepat dan buasnya, hingga separuh dari bayi yang lahir, mati karenanya. Sedangkan yang bisa hidup jadi merana seumur hidup, karena otaknya rusak, digenjot virus penyakit itu. Buat Indonesia, menurut Suria Djuanda, hambatan utama menanggulangi penyakit ini adalah sikap masyarakat yang mau berobat ke ahli penyakit kulit dan kelamin. Dan lebih membikin sungkan lagi, karena semua pihak yang berhubungan kelamin dengan penderita herpes, harus menjalani pengobatan yang bisa berlangsung selama 3 bulan. "Semuanya harus diobati, suami ataupun istri, ? katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus