Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Batasi Gula dan Garam pada MPASI Anak, KemenPPPA Ingatkan Bahaya Gula

KemenPPPA mengingatkan sebaiknya anak hingga usia 2 tahun tidak diberikan gula dan garam dalam MPASI., apalagi kian banyak kasus anak cuci darah.

27 Agustus 2024 | 20.52 WIB

 Ilustrasi bayi makan MPASI (pixabay.com)
Perbesar
Ilustrasi bayi makan MPASI (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan dan Kesehatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Amurwani Dwi Lestariningsih, mengatakan sebaiknya anak hingga usia 2 tahun tidak diberikan gula dan garam dalam makanan pendamping ASI (MPASI).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tidak dianjurkan ketika balita itu menambahkan makanan-makanan yang tidak seharusnya diberikan kepada anak-anak. Jadi, murni saja dari umur 0 sampai 2 tahun ini jangan dikasih tambahan yang lainnya. Kalau rasa manis dari buah, dari buah, rasa bayam, dari bayam, jangan ditambah gula dan garam dulu," kata Amurwani dalam bincang media "Memerdekakan Anak dari Ancaman Penyakit Kronis", di Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah anak berusia lebih dari 2 tahun boleh dikenalkan dengan sedikit rasa. "Dari rasa-rasa yang ada dari makanan alami seperti buah, sayur, protein hewani itu boleh ditambah sedikit-sedikit rasa," jelasnya.

Menurutnya, mengenalkan rasa makanan alami penting agar anak dapat belajar mengenal rasa. Pihaknya pun meminta agar para ibu tidak takut anaknya enggan makan bila MPASI yang disajikan tanpa tambahan gula dan garam.

"Nanti kalau lapar anak mau makan. Bukan berarti kita membiarkan anak kelaparan. Jadi, anak kalau lapar pasti dia mencari makanan," ujarnya.

Pentingnya edukasi
Ia mengatakan edukasi ini telah dilakukan KemenPPPA kepada masyarakat melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) hingga edukasi daring yang bekerja sama dengan organisasi-organisasi masyarakat. Ia menekankan pentingnya edukasi agar masyarakat memahami bahaya makanan dan minuman dengan gula tinggi bagi kesehatan.

"Bagaimana masyarakat itu bisa memahami kalau makanan dan minuman dengan gula yang sangat tinggi itu akan menjadikan anak tidak sehat dan rentan dan tidak punya harapan hidup yang lebih lama," kata Amurwani.

Pihaknya pun sangat prihatin dengan sejumlah kasus anak yang harus menjalani cuci darah lantaran menderita ginjal bocor. "Kalau sekarang banyak anak SD, SMP harus cuci darah karena ginjal bocor, harus mendapat perawatan karena jantungnya bengkak karena diabetes yang tidak terkontrol. Ini kan mencemaskan untuk 10, 15 tahun kemudian. Tidak sekarang, tetapi kita lihat jangka panjangnya seperti apa," tuturnya.

Menurut dia, penyebab sejumlah penyakit pembunuh senyap ini patut diwaspadai. "Anak-anak yang sekarang gagal ginjal, kena diabetes itu prosesnya bukan setahun, dua tahun. Mungkin dari proses yang sangat lama, 5 tahun, 10 tahun lalu, dia makan (bergula tinggi) terus seperti itu, tiba-tiba jantungnya bengkak, tiba-tiba enggak bisa apa-apa, ternyata gulanya sampai 800 mg/dL," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus