Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK sedikit pun Titi Dwi Jayati canggung dengan penampilan barunya. Melihat aksi panggungnya, penyanyi pop berusia 36 tahun itu tampaknya tak terganggu oleh kawat yang dua bulan ini memagari gigi atasnya. Suaranya tetap oke. Di atas panggung pun, dengan penuh percaya diri, ia tak ragu-ragu memamerkan kilatan kawat dengan manik berwarna-warni tiap kali senyumnya mengembang.
Alih-alih menimbulkan malu pemakainya, gigi berjaket kawat seperti itu tampaknya sekarang justru sedang ngetren. Aktor ganteng Tom Cruise, misalnya, sejak Februari lalu juga mengenakan behel alias braces. Selebriti lokal pun tak ketinggalan. Sebutlah, misalnya, penyanyi kakak-beradik Yuni Shara dan Krisdayanti, bintang sinetron Venna Melinda, Nola yang penyanyi grup AB Three, dan penyanyi rock Nicky Astria.
Mode itu rupanya tidak hanya melanda kalangan selebriti. Asosiasi Ortodontis Amerika, misalnya, mencatat bahwa pasien ortodonti (perawatan dan perataan gigi) yang harus mengenakan kawat gigi bertambah 20 persen setiap tahun.
Indonesia pun setali tiga uang. Simaklah penuturan Andre Jaya Gunawan, dokter spesialis ortodonti yang juga Kepala Bagian Gigi dan Mulut Rumah Sakit Graha Medika, Jakarta. ”Dulu saya berbusa-busa menjelaskan manfaat kawat gigi,” katanya. Kini, tanpa ngomong berbusa, antrean pasien sudah cukup panjang. Sayang, Andre mengaku tidak punya catatan rapi yang membukukan kenaikan jumlah pasien itu.
Secara nasional, rincian statistik juga tak tersedia. Namun, data PT 3M Unitek, salah satu perusahaan pemasok peralatan gigi di Jakarta, bisa sedikit memberi gambaran. Empat tahun lalu, Unitek hanya memasok 5.000 unit kawat gigi untuk klinik di kota-kota besar di Indonesia. Angka ini terus merambat sehingga tahun lalu Unitek memasok lebih dari 10 ribu unit.
Rupanya, harga tak jadi hambatan buat orang-orang yang kepingin giginya rata. Tarif paling murah, Rp 4 juta-5 juta, memang bisa didapatkan di kampus kedokteran gigi. Tapi jangan harap bisa mendapatkan behel dengan duit sebesar itu di rumah sakit swasta. Di klinik-klinik swasta, tarif untuk satu serial terapi kawat mulai Rp 7 juta hingga Rp 20 juta. Ongkos ini bisa lebih menjulang lagi bila pasien kepingin kawat giginya beraksesori, misalnya butiran berlian yang bernilai puluhan juta rupiah.
Nah, dengan ongkos semahal itu, adakah kawat gigi cuma tren gaya hidup yang tanpa pertimbangan alasan kesehatan?
Nia Ismaniati Noerhadi, dokter gigi ahli ortodonti yang berpraktek di Klinik Smile Dental, Jakarta, membenarkan bahwa sebagian pasien, terutama dari kelompok anak baru gede (ABG), memang sekadar ingin keren dengan braces mencolok—ada yang diberi karet bertuliskan ”I Love U”. Padahal kondisi gigi mereka relatif bagus dan tak butuh dikawat. ”Biasanya saya tolak pasien yang seperti ini,” tuturnya.
Menurut Nia, meski kelihatannya sedang jadi tren, kawat gigi sebenarnya lebih banyak digunakan pasien yang memang membutuhkannya. Mayoritas pasien memang punya gigi yang membutuhkan pagar kawat (lihat: Geligi yang Butuh Jaket). Mereka datang dengan kesadaran bahwa gigi dan mulut adalah gerbang kesehatan dan gigi yang berantakan bakal merontokkan kualitas tubuh. Sisa makanan menumpuk di sela geligi dan kuman tumbuh subur sehingga menyulut infeksi. Jika kuman cukup ganas, infeksi bahkan bisa berisiko membuat organ penting—jantung, paru, dan hati—gagal berfungsi.
Selain infeksi, dampak buruk gigi berantakan juga cukup panjang: makanan tak tercerna dengan baik, peradangan gusi, jaringan saraf gigi terganggu, dan si penderita mengalami kelainan sendi rahang. Tandanya, antara lain, gigi sering berbunyi gemericik (repitasi), rasa sakit terutama di seputar telinga, dan pusing di seluruh bagian kepala. Untuk menangkal dampak buruk inilah terapi kawat dibutuhkan.
Nia menambahkan lagi catatan penting. Kalau sekadar ingin gaya, jaket kawat bukan pilihan yang nyaman. Sebab, terapi ini menuntut konsekuensi tak sedikit. Pasien harus rajin dan patuh berobat mendatangi dokter yang akan memantau pergerakan gigi. Tanpa kepatuhan, semahal apa pun, jangan harap jaket kawat berfungsi efektif mengatur gigi menuju bentuk yang diidamkan.
Jadi, dengan segala susah payah ini, kawat gigi mestinya diniatkan untuk meraih gigi sehat. ”Bila nanti Anda tampil lebih cantik, anggap itu sebagai bonus,” kata Nia.
Mardiyah Chamim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo