Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Prevalensi stunting Indonesia sebesar 21,6 persen, masih melewati batas yang ditetapkan WHO, di bawah 20 persen.
Pemeriksaan di masa kehamilan via USG diharapkan bisa menjadi pendeteksi dini ancaman stunting.
Kementerian Kesehatan akan melengkapi semua puskesmas dengan mesin USG.
Stunting alias kekurangan gizi kronis terus mengancam anak-anak Indonesia. Permasalahan ini tak kunjung tuntas meski terus dibahas dari tingkat pejabat tinggi pemerintah, ketua partai politik, sampai kepolisian sektor. Tingginya angka stunting kerap dianggap sebagai salah satu indikator rendahnya kualitas sumber daya manusia di suatu tempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dwiana Ocvianty, Ketua Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (Pakias) di Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), mengatakan hal yang dikhawatirkan dari stunting, selain fisik anak yang pendek, adalah otaknya tidak berkembang optimal. Menurut dia, anak akan dianggap berkembang optimal ketika inovatif. “Target kita adalah otaknya inovatif. Untuk bisa inovatif, butuh kognitif yang baik,” katanya di kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Kamis, 23 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stunting merupakan kondisi kegagalan tumbuh kembang sehingga anak memiliki tinggi di bawah rata-rata. Kondisi ini juga berpotensi memperlambat perkembangan otak dan berdampak jangka panjang pada rendahnya kemampuan belajar. Pada tahapan selanjutnya, stunting dapat menyebabkan keterbelakangan mental hingga meningkatkan risiko serangan penyakit, seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Indonesia menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024. Data terkini prevalensi stunting Indonesia adalah 21,6 persen, lebih tinggi dibanding standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen.
Terkonsentrasi di Timur
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi tingginya angka stunting. Berdasarkan data sensus terkini, usia rata-rata ibu hamil di Indonesia adalah 21 tahun, 10 persennya menikah di bawah usia 18 tahun. Padahal kehamilan remaja merupakan salah satu penyebab bayi lahir prematur—kurang dari usia kehamilan 37 pekan. “Sebanyak 30-40 persen dari persalinan pada remaja berakhir prematur. Prematur menyumbang dua setengah kali lipat kejadian stunting,” kata Dwiana.
Permasalahan lain adalah kurangnya edukasi soal pemeriksaan pra-kehamilan. “Perlu pengecekan rutin bahkan sebelum memutuskan memiliki anak,” ujar perempuan yang juga Sekretaris Pakias tersebut.
Selama masa kehamilan, perlu pemeriksaan kandungan secara komprehensif lewat pemindaian ultrasonografi (USG). Dengan deteksi dini, dokter bisa mengambil tindakan untuk meningkatkan gizi janin. “Tak hanya sarana, pemerintah juga perlu memberikan akses gratis agar bisa dijangkau oleh mereka yang miskin sekalipun,” kata Dwiana.
Kementerian Kesehatan menargetkan 10.321 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) memiliki mesin USG pada akhir 2023. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan sebanyak 58 persen dari target itu telah terdistribusi per akhir 2022.
Penggunaan mesin USG di puskesmas disokong oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tarif Dasar Pelayanan Kesehatan. "Sudah ada aturannya bisa dua kali USG gratis di puskesmas," kata Siti Nadia. Pemeriksaan tanpa biaya itu dapat dilakukan di trimester pertama dan trimester ketiga.
Mesin USG tersebut disebar mulai tahun lalu. "Kami terima pada 20 Desember 2022," kata Andrew Nugroho, Kepala Puskesmas Wonoboyo, Temanggung, Jawa Tengah.
Namun sejawatnya di Kabupaten Tegal belum kebagian. "Sudah dengar kabarnya akan dibagikan untuk semua puskesmas, tapi kami belum," ujar Ridwan Nursyah, Kepala Puskesmas Talang, Kabupaten Tegal. "Tahun ini, kata dinas kesehatan, ada bantuan lagi."
Kader Posyandu mengukur bobot dan tinggi seorang balita di Posyandu Kujang, Kelurahan Merdeka, Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menempatkan dokter umum sebagai pemeriksa kehamilan via USG. Hud Suhargono dari Komite Stunting PB IDI mengatakan, selain pemberian alat USG di tiap puskesmas, perlu peningkatan kapasitas dokter umum sebagai pemeriksa.
Menurut Hud, saat ini kompetensi dokter umum untuk USG dasar masih terbatas. Untuk melakukan pelayanan USG dasar, mereka tetap perlu sertifikasi ulang. “Mereka harus tahu keadaan ibu dan bayi, normal atau tidak. Ketika tidak normal, mereka bisa ambil keputusan, termasuk untuk merujuk,” ujarnya.
Peraturan baru ini tak hanya memberikan hak bagi ibu hamil untuk mendapat dua kali pemeriksaan USG gratis di puskesmas, tapi juga kewajiban guna menekan angka kematian ibu sekaligus melindungi anak-anak dari bahaya stunting.
ILONA ESTERINA PIRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo