MALAM Jumat, mereka tidur terlambat karena membuat sesaji.
Keesokan paginya, sesaji yang berupa bungkusan kembang mereka
letakkan di pojok pabrik rokok Jitu, Surakarta. Mereka sering
melakukannya untuk menolak bala sesudah enam bulan lalu 10 buruh
pabrik itu meninggal dan 30 lainnya terserang penyakit.
Asal mulanya buruh borongan Sumiyatini dari kampung Manahan
tibaiha muntah dan berak-berak. Ia meninggal, dan penyakitnya
rupanya menular di antara rekan sekerja. Ada yang panas
meriang. Ada pula yang berbisul kulitnya, selain muntah dan
terus ke belakang.
Buruh umumnya menjadi panik. Pimpinan pabrik ikut pula geger.
Sumantri, dokter di pabrik, melaksanakan penyuntikan. Para
dokter puskesmas juga kemudian turut memberi suntikan
pencegahan. Tim kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Solo
akhirnya memeriksa sumber penyakit.
Pernah dicuriai hahwa warung nasi di depan pabrik itu sebagai
sumber penyakit. Sebagian besar dari buruh Jitu yang 1150 itu
pergi makan ke warung itu. Ternyata warung itu cukup bersih.
Meskipun begitu, kemudian pimpinan pabrik menyediakan kantin
sendiri, yang menyediakan makanan murah.
Kepa]a DKK Solo, dr F. Rahadi memdikin kesimpulan bahwa
penyakit menular itu adalah tipus. Kesehatan .Ihgkungan
dinasehatkannya supaya lebih dipelihara. Perhatian lurah malah
diminta pula dalam hal ini.
Namun kaum buruh di situ tetap berkeyakinan bahwa malapetaka itu
disebabkan oleh kemarahan danyang. Roh halus itu marah, demikian
pendapat dukun, karena pabrik tadi membuat bangunan baru tanpa
selamatan.
Wakil Direktur Piet Onggosaputro dari pabrik itu mengatakan
bahwa selamatan sudah dilakcanakarl "Tapi tak komph," ujar
Sirap, seorang buruh pckan lalu. Itulah makanya mereka lek-lekan
malam Jumat dan membawa sajen keesokan paginya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini