Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Danyang pabrik marah?

Seorang buruh pabrik rokok jitu, surakarta. tiba-tiba muntah, berak dan meninggal, kemudian disusul beberapa buruh lain. kesimpulan penyakit itu tipus, tapi buruh yakin ulah roh halus yang marah. (ksh)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM Jumat, mereka tidur terlambat karena membuat sesaji. Keesokan paginya, sesaji yang berupa bungkusan kembang mereka letakkan di pojok pabrik rokok Jitu, Surakarta. Mereka sering melakukannya untuk menolak bala sesudah enam bulan lalu 10 buruh pabrik itu meninggal dan 30 lainnya terserang penyakit. Asal mulanya buruh borongan Sumiyatini dari kampung Manahan tibaiha muntah dan berak-berak. Ia meninggal, dan penyakitnya rupanya menular di antara rekan sekerja. Ada yang panas meriang. Ada pula yang berbisul kulitnya, selain muntah dan terus ke belakang. Buruh umumnya menjadi panik. Pimpinan pabrik ikut pula geger. Sumantri, dokter di pabrik, melaksanakan penyuntikan. Para dokter puskesmas juga kemudian turut memberi suntikan pencegahan. Tim kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Solo akhirnya memeriksa sumber penyakit. Pernah dicuriai hahwa warung nasi di depan pabrik itu sebagai sumber penyakit. Sebagian besar dari buruh Jitu yang 1150 itu pergi makan ke warung itu. Ternyata warung itu cukup bersih. Meskipun begitu, kemudian pimpinan pabrik menyediakan kantin sendiri, yang menyediakan makanan murah. Kepa]a DKK Solo, dr F. Rahadi memdikin kesimpulan bahwa penyakit menular itu adalah tipus. Kesehatan .Ihgkungan dinasehatkannya supaya lebih dipelihara. Perhatian lurah malah diminta pula dalam hal ini. Namun kaum buruh di situ tetap berkeyakinan bahwa malapetaka itu disebabkan oleh kemarahan danyang. Roh halus itu marah, demikian pendapat dukun, karena pabrik tadi membuat bangunan baru tanpa selamatan. Wakil Direktur Piet Onggosaputro dari pabrik itu mengatakan bahwa selamatan sudah dilakcanakarl "Tapi tak komph," ujar Sirap, seorang buruh pckan lalu. Itulah makanya mereka lek-lekan malam Jumat dan membawa sajen keesokan paginya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus