DUSUN yang tenang itu menjadi agak guncang akhir Februari yang
lalu. Beberapa penduduknya terserang penyakit yang di daerah
itu disebut "sakit sampi", beberapa hari setelah dua ekor sapi
milik seorang penduduk dipotong karena mengidap penyakit yang
tidak diketahui.
Dalam waktu seminggu, dari Dusun Batu slawang, Desa Pengodang
Lombok Tengah, penyakit yang dianggap aneh oleh penduduk tadi
menjalar begitu cepat ke kampung-kmpung di sekitar seperti
Semalun, Buntut Berang dan Repuk Mayoq. Para penderita di empar
dusun tersebut menyebutkan badan mereka bertemperatur tinggi,
perut sakit, napas sesak, muntah dan kejangkejang. Di kulit
mereka muncul bungkul merah pucat dan mengeluarkan nanah
bercampur darah.
Telapak tangan seorang anak perempuan terlihat mengelupas dan
semacam borok bernanah menempel di sana. Amaq Marzen, penduduk
Dusun Semalun, berselimutkan seprei dan berikat kepala sarung
bantal, memperlihatkan lengannya yang korengan berwarna
kekuning-kuningan. Dari lukanya meluap nanah yang enak saja
dilapnya dengan pelepah pisang yang dipungutnya dari tanah
berdebu. "Sudah dua kali saya disuntik dan membayar Rp 3.000 di
Puskesmas. Tapi tak sembuh juga," tutur Marzen seraya meminta
disuntik lagi kepada wartawan yang disangkanya petugas
kesehatan.
Menurut kabar yang beredar di tengah penduduk, tiga penderita
meninggal dunia setelah beberapa hari memakan daging sapi milik
Amaq Sapi'i, penduduk Dusun Batu Blawang. Korban pertama Inaq
Rabi'ah yang halaman rumahnya dipergunakan sebagai tempat jal.
Disusul seorang penduduk dari Repuk Mayoq dan seorang lagi dari
Bunut serang.
Korban yang jatuh tidak hanya mereka yang mencicipi daging sapi
yang sakit tadi, juga mereka yang tidak kebagian daging. Sebuah
sumber menduga penyakit yang menyerang itu adalah anthrax,
penyakit sapi yang gampang menular lewat angin dan air.
G.N.K. Parpisa, dokter Puskesmas Pengadang merupakan orang yang
pertama-tama curiga kalau penyakit yang menyerang penduduk itu
adalah anthrax. Awal Maret dia mendapat pasien yang penyakitnya
hampir sama dengan yang pernah ia temukan ketika bertugas di
Sumbawa. Parpisa langsung memberikan laporan. Berdasarkan
laporan ini tim gabungan Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan
turun ke tempat-tempat kejadian. Mengobati dan memblokir daerah
sekitar wabah.
Belum Sampai
Parpisa sendiri tidak bisa memberikan ketegasan tentang wabah
penyakit iru. "Tunggu saja hasil pemeriksaan laboratorium di
sogor," katanya hatihati. Dia bilang spesium ternak dan manusia
yang terkena penyakit sudah dikirim ke Institut Pertanian Bogor.
Tetapi bahan penelitian itu ternyata belum sampai di Bogor.
"Sampai saat ini laboratorium pathologi IPB belum menerima
spesium ternak maupun manusia dari Lombok," kata Dr. Willy
Rumawas M.Sc, dari sagian Pathologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB, di kampus Gunung Gede, Bogor.
Tapi menurut Willy kuman anthrax memang sangat berbahaya, hingga
untuk mencegah penyebarannya binatang yang sakit harus dikubur
sedalam minimal 2 meter. Pada dasar lubang harus ditaburi kapur
setebal setengah meter. Sesudah itu kapur setebal setengah meter
ditebarkan lagi di atas bangkai. Baru kemudian ditimbun dengan
tanah. "Begitulah caranya supaya kuman-kumannya mati dan tidak
menjalar ke mana-mana Sebab sekalipun ditanam selama 30 tahun,
kumannya ternyata tidak mati. Kalau tidak ditanam dengan benar
bisa menjalar ke mana-mana," ulasnya.
Kata Willy pula, kalau menyerang orang, kuman anthrax akan
menyerang kulit. Menimbulkan infeksi dan bisa membunuh
penderita.
Tentang tiga korban yang telah jatuh di Lombok Tengah itu, dr.
Karyono Wiryokosomo, kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah, tak
berani memastikan apakah benar-benar karena serangan anthrax.
Dia malahan menyebutkan, mereka meninggal mungkin karena
panyakit lain. "Kasus ini belum dapat dikatakan wabah dan
penyakitnya belum dipastikan anthrax. Tak satu pun penderita
yang meninggal. Yang dikirim ke R.SU Praya pun cuma seorang dan
sudah dipulangkan," kata Karyono.
Dari sumber lain diperoleh keterangan, daerah Lombok Tengah
memang rawan penyakit hewan, terutama sapi. Tahun 1979 anthrax
pernah menyerang ternak di Kecamatan Praya Barat--10 km dari
Batu Blawang. Untung waktu itu wabah bisa cepat diblokir hingga
tak sempat menyerang manusia.
Para pejabat di Lombok Tengah tampaknya cemas benar kalau-kalau
daerah itu terserang anhtrax lagi. Mereka juga cemas kalau-kalau
berita tentang orang yang jadi korban setelah makan sapi
penyakitan tersebar ke luar daerah. Hingga nama baik sapi potong
asal Nusa Tenggara Barat jadi busuk. Kecemasan itu beralasan,
sebab dalam keadaan sehat-sehat saja, di pasaran, sapi potong
dari daerah itu sudah dapat saingan keras dari sapi Lampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini