Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Deteksi Dini Bibir Sumbing

Jumlah kasus baru bibir sumbing di Indonesia mencapai 7.500 per tahun. Ibu hamil perlu memeriksakan kandungan sejak dini.

30 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jumlah kasus baru bibir sumbing di Indonesia mencapai 7.500 per tahun. Ibu hamil perlu memeriksakan kandungan sejak dini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan sempurna. Tapi ada anak yang terlahir dalam keadaan tidak sempurna, salah satunya adalah ketidaksempurnaan bibir dan lelangit sumbing. Sebenarnya hal ini bisa dideteksi lebih awal, pada usia kandungan 6 sampai 7 bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Dwiana Ocviyanti, mengatakan kelainan janin bisa diketahui sejak dini menggunakan metode USG, bahkan bisa lebih detail dengan USG tiga dimensi. "Dokter bisa mengetahui dengan jelas kondisi bayi di dalam kandungan, termasuk bibir sumbing. Itu sebabnya, ibu hamil disarankan memeriksakan kandungan secara rutin dan menanyakan kondisi janinnya," kata Dwiana saat ditemui di RSCM, Jakarta, belum lama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan, dengan deteksi dini terhadap anak yang bibirnya sumbing, secara psikologis tumbuh-kembang anak bisa lebih baik.

Setelah anak lahir dan berusia beberapa minggu, menurut Dwiana, dokter ortodontis dengan subspesialis craniofacial akan memasangkan alat nasoalvaeolar molding pada bibir sumbing anak itu. Adapun tindakan operasi bisa dilakukan pada usia 3-6 bulan. "Agar anak bisa berbicara dengan baik. Selain itu, anak bisa mengkonsumsi makanan serta minuman secara baik pula."

Dengan adanya deteksi dini, dokter spesialis anak bisa memberi pengertian kepada orang tua bahwa anaknya mengalami kelainan, sehingga orang tua tidak mengalami depresi menghadapi kelainan pada anaknya. "Terkadang orang tua yang mengetahui anaknya mengalami kelainan ada yang stres. Nanti anaknya didiamkan sehingga kurang gizi," ujarnya. "Kita juga sudah persiapkan mental ibunya." Sehingga tidak berdampak buruk bagi bayinya.

Ia juga menganjurkan agar ibu hamil mengkonsumsi makanan sehat serta menghindari alkohol, obat-obatan penenang dan narkotik, serta tidak merokok. "Kita menghindari sekali pemberian obat pada saat hamil. Terkadang ibu hamil biasanya mual dan ada obat yang bisa membuat rileks, itu gradasi terendah dari obat penenang," ujarnya.

Prasetyanugraheni Kreshanti, staf konsultan bedah plastik craniofacial pada Cleft and Craniofacial Center RSCM-FKUI, menjelaskan bibir dan lelangit sumbing merupakan sebuah kondisi yang menyebabkan ketidaksempurnaan pada struktur bibir atau lelangit mulut. Bibir sumbing terjadi akibat gagalnya proses penyatuan bibir dan lelangit pada masa perkembangan janin. "Sehingga terdapat celah di antara rongga mulut dan rongga hidung," kata Prasetyanugraheni. 

Hingga saat ini, ujar Prasetyanugraheni, belum diketahui secara pasti penyebab kelainan bibir dan lelangit sumbing. Namun penyebabnya diduga bersifat multifaktorial, di antaranya faktor genetik dan lingkungan, selain faktor nutrisi dan paparan obat-obatan atau penyakit tertentu selama kehamilan ibu. Ia menyarankan agar penderita bibir sumbing tidak takut untuk berobat. "Datang saja ke CCC di RSCM dan nanti akan dibantu dicarikan dananya."

Cleft and Craniofacial Center adalah pusat pelayanan multidisiplin untuk penatalaksanaan bibir dan lelangit sumbing serta kelainan craniofacial lainnya. Unit ini, menurut Heni, berada di bawah Divisi Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Departemen Medis Ilmu Bedah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Untuk memperingati Bulan Kepedulian Bibir dan Lelangit Sumbing pada Juli, CCC menggelar program Cleft and Craniofacial Awareness and Prevention Month. Lembaga ini pun terus melakukan sosialisasi bahwa di Jakarta ada pusat penanganan bibir sumbing agar anak-anak yang mengalami kelainan ini bisa tertangani dengan baik. "Kami juga dibantu dari CSR perusahaan-perusahaan serta dari yayasan yang men-support kegiatan kami," katanya.

Jumlah penderita bibir dan lelangit sumbing di Indonesia, kata Heni, masih tergolong tinggi dan menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani. Jumlah kasus baru bibir dan lelangit sumbing di Indonesia mencapai 7.500 per tahun. "Faktanya, satu dari 1.000 kelahiran hidup anak mengalami kelainan celah bibir," ia menambahkan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi kecacatan pada anak usia 24-59 mencapai 0,53 persen dengan 0,08 persen di antaranya adalah anak yang menderita bibir dan lelangit sumbing.

Adapun Alfian Hermawan mengetahui anaknya, Ar Shaka Ransi Alden, 2 tahun, mengalami bibir sumbing setelah istrinya melahirkan. Dokter di rumah sakit tempat istrinya melahirkan merujuk sang anak ke CCC di RSCM. "Langsung ditangani dan langsung dikasih jadwal operasi. Saat ini kondisinya berangsur membaik," ujarnya. Saat ini, Alfian melanjutkan, anaknya menunggu operasi langit-langit depan, gusi, dan penanaman tulang. MUHAMMAD KURNIANTO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus