Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dukun Di Seminar

Obat tradisional Indonesia di seminarkan di Australia. Kerjasama dokter dan dukun sudah saatnya dikembangkan. Di seminar tersebut tampil dr. David Mitchell, Linda Connor, Muninjaya sebagai pembicara.

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SISTEM medis tradisonal di desa-desa Indonesia dan bagian Asia lainnya adalah suatu sistem yang sungguh-sungguh berjalan. Dapat menolong orang terhindar dari penyakit." Ini bukan propaganda kaum dukun. Yang mengatakan ini adalah Dr. David Mitchell, seorang ahli dari Australia yang bekerja pada Bagian Kesehatan Mental Departemen Kesehatan Victoria. Obat tradisional mulai mendapat perhatian yang luas di kalangan para sarjana Australia, terutama setelah berlangsungnya International Conference on Traditional Asian Medicine tahun 1979 di Canberra. Antara 22 Juli sampai 5 Agustus yang baru lalu berlangsung pula seminar obat tradisional yang disponsori Asosiasi Australia-lndonesia bekerjasama dengan Pusat Studi Asia Tenggara di Universitas Monash, Melbourne. David Mitchell dalam seminar itu membicarakan topik "Tradisi Pengobatan Indonesia --Paduan Antara Lama dan Baru". Mitchell adalah anggota Program Pasca Sarjana Sukarela Australia yang pernah bekerja tiga kali di desa-desa Indonesia. Dua kali di Sumba Barat dan sekali di Bali dalam tahun 1975. Dia bekerja di tengah masyarakat desa sambil mengamati teknik pengobatan tradisional dengan ditemani istrinya, Tuti Gunawan, ahli antropologi kelahiran Indonesia. Menurut pengamatannya, dengan obat tradisional rakyat Indonesia tentu saja ada yang tetap sakit atau meninggal. Sama dengan yang terjadi di Barat. Sehingga sistem dukun sebenarnya tidak beda dengan sistem ilmu kedokteran modern. Ketika bekerja di Indonesia Mitchell sangat terkesan dengan kemahiran orang Sumba dalam menyembuhkan penyakit puru (luka bernanah). Obatnya adalah tepung yang dibuat dari arang sabut kelapa. Dalam menangani berbagai penyakit dia dan dukun setempat saling berkonsultasi. "Kami saling menghormati. Kadang-kadang saya yang menang dalam menangani sebuah kasus penyakit. Tapi terkadang dukunnya yang berhasil," katanya. "Saya yakin bahwa satu sistem yang profesional dalam merujuk pasien dari dokter ke dukun, dan sebaliknya, sudah pada tempatnya dikembangkan. Masing-masing pihak dapat mempelajari keistimewaan pihak lain. Dan dua jalur pertukaran pasien bisa berfaedah," ulasnya. Hal ini dia tarik dari pengalamannya sendiri dalam bekerjasama dengan dukun Indonesia. Menurut sarjana Australia itu kalau orang desa Indonesia patah tulang, mereka minta dia untuk menyembuhkan luka luar. Tetapi untuk menyembuhkan patah tulangnya sendiri mereka minta tolong pada dukun. Selain Mitchell, dalam seminar itu juga berbicara Muninjaya, seorang sarjana Indonesia yang sedang memperdalam pengetahuannya di Universitas Sidney. Dokter asal Bali itu memberikan tinjauan ilmu kedokteran modern dalam pelayanan kesehatan. Linda Connor, seorang ahli antropologi dari Universitas Sidney mengetengahkan pengamatannya mengenai "perantara roh" yang terdiri dari wanita Bali. Sedangkan Tuti Gunawan membicarakan bagaimana orang desa Indonesia melancarkan aksi massal dalam menghadapi wabah penyakit. "Tujuan dan seminar ini adalah untuk membuat perdebatan yang konstruktif mengenai obat tradisional berlangsung terus," kata Noana Connor kepada koresponden TEMPO di Australia, Robin Osborn.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus