SETELAH capek berlebaran sehari di Tangerang, Sumudi tertidur
dengan nyenyak di samping istri dan anaknya Rudy Ismanto (3
bulan), di rumah mereka di Krukut, Jakarta Barat. Malam itu
Sumudi bermimpi, bersama istrinya makan daging ayam rebus.
Tetapi ketika bangun keesokan harinya, ternyata Rudy Ismanto,
sudah tewas di dekat kedua orang tuanya. Beberapa bagian badan
anak itu, seperti mata, zakar hilang. "Sejenak saya termenung
memperhatikan tubuh anak saya yang telah meninggal, kemudian
saya menangis bergolek-golek sampai pingsan," tutur Sumudi di
tahanan Kodak Metro Jaya.
Sumudi, sehari-harinya pekerja bangunan, diduga telah memakan
bayinya sendiri. Mayat korban penuh bekas gigitan, dan semua
luka terdapat di sebelah kiri bagian tubuhnya. "Sungguh mati
saya melakukannya dalam keadaan tidak sadar, dalam mimpi," kata
Sumudi, dengan wajah kusut, kepada TEMPO di tahanan.
Berulang-ulang ia menekankan perasaan tidak bersalahnya, "karena
setahu saya, saya makan daging ayam yang sudah direbus --
sungguh mati," katanya.
Ia tidak tahu bagian mana saja dari anaknya yang luka akibat
gigitan, bahkan tidak ingat apakah mulutnya berdarah atau tidak
ketika bangun pagi harinya. Di balik wajahnya yang cekung dan
kurus, Sumudi menahan sedu sedan dan keluhannya, "saya sedih
sekali," ujarnya. Ia mengaku menyesal, terutama karena
peristiwa itu diduga karena sebelumnya ia pernah menuntut "ilmu"
pada seorang dukun, mBah Pardi, di kampungnya Purwodadi
(Ja-Teng) pada Lebaran tahun lalu.
Niatnya meminta "ilmu" itu, menurut Sumudi, agar disenangi oleh
mandor tempat ia bekerja. Mbah Pardi memberi Sumudi sebuah jimat
berupa ikat pinggang yang terbuat dari kain putih. Di dalam ikat
pinggang itu ada kertas putih yang bertuliskan huruf Arab dengan
tinta merah. Jimat itu dipakainya ke mana-mana, kecuali waktu
tidur, buang air kecil atau besar.
Tidak ada syarat-syarat lain untuk jimat itu, kecuali Sumudi
membayar Rp 500 seperti ditetapkan mBah Pardi yang
hari-harinya petani. Menurut Sumudi, sepengetahuannya si
pemberi jimat tidak mempunyai simpanan mahluk halus. "Setahu
saya ia hanya memelihara ayam dan kerbau," ujar Sumudi.
Sumudi membantah menuntut ilmu agar cepat kaya. "Semata-mata
agar disenangi mandor saya, " katanya. Hasilnya? "Ya, ada juga
sedikit," jawab laki-laki itu sedikit ragu. Karena itu saat ini
ia ingin menemui mBah Pardi untuk melepaskan rasa sesalnya.
"Karena, gara-gara jimat itu saya sekarang kena musibah,"
sesalnya. Ia mengaku semula tidak tahu ada risikonya menuntut
"ilmu" serupa itu. "Kalau tahu akibatnya begini, saya tidak akan
mau," katanya.
Mbah Pardi sendiri saat ini tengah dalam perjalanan ke Jakarta
atas panggilan Dan Satreserse Kodak Metro Jaya, Letkol Drs.
Hindarto. Dukun itu akan dimintai keterangan sehubungan dengan
pengakuan Sumudi yang menyebut-nyebut namanya.
Drs. Hindarto tidak bisa menerima pengakuan "mimpi" dari Sumudi
seperti yang diceritakan tersangka. Menurut Komandan Reserse
ini, Ny. Tati, istri Sumudi, yang kini juga ditahan, tidak
merasa memakan daging ayam malam itu dan juga tidak bermimpi.
Ny. Tati yang ikut tidur mengapit anaknya dengan suaminya,
baru terbangun pagi hannya tanpa sebelumnya mendengar jeritan
atau tangis si anak.
Untuk menguatkan pembuktian terjadinya pembunuhan oleh Sumudi,
saat ini dr. Arief Budijanto darl Lembaga Kriminologi UI,
sedang memeriksa kulit dan daging bekas gigitan di tubuh korban.
Para dokter di Mabak juga tengah memeriksa cetakan gigi Sumudi,
untuk dicocokkan dengan bekas gigitan yang ada. Hasil
penyelidikan, "belum selesai," ujar dr. Arief Budijanto.
Penelitian yang dilakukannya, menurut dr. Arief, perlu untuk
pembuktian di pengadilan, walau Sumudi sudah mengakui
perbuatannya. "Sumudi hanya mengaku makan daging ayam, sehingga
ia tak mungkin mengubah pengakuan dipengadilan kelak, kalau
gigitan pada tubuh anaknya ternyata berasal dari giginya,"
ungkap dr. Arief.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini