Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Fetish Belum Tentu Gangguan Psikologi, Simak Alasan Ahli

Orang dengan fetish memiliki dorongan seksual atau ketertarikan pada bagian-bagian tubuh yang sifatnya non-genital. Apa ini gangguan psikolog?

31 Juli 2020 | 16.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi fetish. freepik.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Orang dengan fetish biasanya memiliki dorongan seksual atau ketertarikan pada bagian-bagian tubuh yang sifatnya non-genital seperti rambut, telapak kaki dan ibu jari kaki atau benda mati. Menurut psikolog Inez Kristanti, orang dengan fetish bisa saja sudah merealisasikan dorongan pada fantasinya.

Sebelumnya, Kasus Gilang Bungkus menjadi trending topic di dunia maya. Perilaku Gilang yang belakangan ramai diperbincangkan karena perilakunya yang meminta orang lain membungkus diri bak pocong menggunakan kain jarik dan jenis lainnya belakangan dilabelkan fetish oleh orang-orang di dunia maya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lalu, apakah fetish merupakan sebuah gangguan psikologi? "Belum tentu. Ketika seseorang yang memiliki dorongan seperti ini merealisasikan fetish-nya dengan pasangan yang memberikan persetujuan atau mau sama mau, fetish bisa saja tidak menjadi sebuah masalah," kata dia pada Jumat 31 Juli 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, kondisinya menjadi berbeda jika kecenderungan ini sampai menimbulkan stres negatif yang signifikan bagi orang yang mengalami fetish, merugikan orang lain atau memaksa orang lain melakukan fetish yang sebenarnya tidak diinginkan. Sebagai contoh, seseorang merealisasikan fetish tanpa persetujuan orang yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas seksual atau sampai menjadi pengganti (substitusi) pasangan manusia atau menjadi syarat mutlak untuk melakukan aktivitas seksual (hingga mungkin mengganggu kehidupan seksualnya dengan manusia lain).

Menurut Inez, pada kasus ini seseorang bisa mengkonsultasikan kondisinya kepada pakar kesehatan mental untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai. "Diagnosis fetishistic disorder bisa diberikan oleh mental health profesional," ujar dia.

Pendapat serupa juga diungkapkan psikolog klinis dewasa Nirmala Ika. Untuk memastikan seseorang dengan fetish perlu ada pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan. Nirmala juga tak bisa serta merta menyebut fetish sebagai salah satu bentuk penyimpangan seksual. Menurut dia, perilaku disebut penyimpangan seksual jika minimal selama enam bulan terus terfokus pada fantasi dan membuat dia tidak bisa berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-harinya.

"Karena pikirannya fokus di situ, dan mulai melakukan tindakan-tindakan yang menganggu misalnya sampai mencuri, atau bahkan hingga melakukan tindakan kriminal yang lebih berat lagi demi mendapatkan obyek yang dia inginkan," kata Nirmala.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus